Senja dan Langit keluar dari studio band tepat saat jam menunjukkan pukul sembilan malam. Keduanya sempat berkeliling terlebih dahulu untuk melepas penat. Lalu pada akhirnya motor yang dikendarai Langit pun kini telah melaju di jalanan kompleks.
Langit memarkirkan motornya dengan rapi di garasi rumah. Senja yang sudah turun terlebih dahulu menunggu Langit di samping motor saat laki-laki itu tengah sibuk mematikan motor dan melepas helm-nya.
"Jadi pacar gue 'kan, Ja?" Pertanyaan Langit ini jadi alasan tangan Senja melayang untuk memukulnya. Langit tertawa seraya merenggut kesakitan melihat wajah Senja yang selalu saja memberi raut yang sama sejak di studio saat Langit pertama kali mengaku bahwa Senja adalah pacarnya, hingga hal itu menjadi kegiatan menyenangkan bagi Langit di sepanjang perjalanan pulang keduanya.
"Diem."
Langit menarik lengan Senja dan mencondongkan tubuhnya, "Salah tingkah nih ceritanya?"
Senja melebarkan bola matanya dan kembali memukul Langit tidak henti. "Emang harusnya gue ga nurutin omongan lo. Gila!"
"Aduh, Ja. Jangan mukulin pacar sendiri gini dong. Jadi kekerasan dalam hubungan nih." Langit menahan kedua tangan Senja dengan tawanya yang tidak berhenti. "Eh Kash!"
Senja yang awalnya mencoba bergerak tak henti melepaskan genggaman Langit di kedua tangannya tiba-tiba saja mematung, tatapnya tak mampu berbohong untuk berfokus pada suara yang sudah selama beberapa hari ini tak pernah ia dengar secara jelas.
"Lepasin tangan gue." Ucap Senja seraya mencoba melepaskan genggaman Langit yang langsung dituruti oleh laki-laki itu. Badan Senja tetap tak mau berbalik, ia hanya tetap menatap wajah Langit di depannya seraya menebak-nebak bagaimana Akash yang sedang berada di depan rumahnya.
"Mau kemana? Rapi banget malem-malem." Tanya Langit.
"Ada rapat." Cukup singkat ucap yang keluar dari mulut Akash yang akhirnya malah membuat Senja harus menarik napas cukup kuat. "Duluan ya."
Bersamaan dengan ucap terakhirnya, suara motor milik Akash mulai terdengar dan lama-lama hilang dari pendengaran Senja meninggalkan kompleks itu di malam yang sudah sangat sepi. Senja tersenyum miris menyadari bahwa pertengkarannya dengan Akash kali ini terasa begitu rumit. Jika diingat, tidak pernah ada sejarah untuk keduanya terlibat dalam pertengkaran selama ini, maka artinya ini adalah kali pertama untuk keduanya.
Akash yang Senja kenal biasanya akan memilih mengalah lalu meminta maaf terlebih dahulu walaupun dirinya tak mengerti alasan Senja marah kepadanya. Sejalan dengan itu, Senja pun biasanya akan dengan mudah kembali berbicara dengan Akash, melupakan amarah dan masalah diantaranya kedua, dan bersikap seolah tak pernah terjadi apa-apa. Tapi sepertinya untuk kali ini, baik Senja maupun Akash tak berniat untuk berusaha memperbaiki lebih dulu.
"Tuh 'kan lo emang ga berniat baikan sama Akash."
Senja menoleh pada Langit saat laki-laki itu berbicara di tengah lamunannya. "Sok tau."
"Kalo lo emang niat, barusan kenapa ga nyapa Akash?"
"Dia juga lagi sibuk 'kan? Nanti aja."
"Nanti tuh kapan, Ja?" Langit sedikit berteriak karena Senja kini sudah berjalan menuju rumahnya dan melambaikan tangan.
Suasana hati Senja jadi tidak enak karena kejadian yang baru saja terjadi. Tatapnya tertuju secara tak menentu pada langit-langit kamar saat tubuhnya sudah terlentang di atas kasur. Pikirnya pun mulai melayang mencari hal yang mungkin saja tidak ia sadari terjadi. Pertengkaran ini memang ternyata memberi afeksi berbeda bagi Senja.
Di tengah pikiran itu, pintu kamar Senja diketuk oleh seseorang. Senja secara terpaksa bangun dan mulai melangkah menuju pintu kamar dan membukanya. Disana sudah menampakkan Amarilis yang kini berdiri berhadapan dengannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit Senja
Ficção AdolescenteKepada Senja yang paling cantik di alam semesta, kutitip doa pada-Nya agar kamu selalu baik-baik saja. Kepada Senja paling baik di alam semesta, beri aku senyummu maka akan kubuat kau jatuh cinta. Kepada Senja yang selalu ku sayang sepanjang masa, m...