23. Grasping at Straws

51 14 52
                                    

Meski tidak begitu yakin dengan keakuratan informasinya, para penjelajah dimensi itu masih mempelajari artikel-artikel yang ada pada website Herakles Merah, berharap dapat menemukan petunjuk.

“Ini terlihat seperti karangan.” Ken tampak sudah lelah karena tak menemukan informasi berharga. Artikel-artikel itu tidak akan membawa mereka pulang. Ia lalu beranjak ke balkon, memandangi jalanan sepi dari atas sana. Lain dengan Tretan, kilatan matanya terlihat bersemangat memandangi layar monitor di depan. Lelaki itu benar-benar mempelajari tentang sejarah virus zombi, artikel tentang penjelajah waktu, dan tuduhan-tuduhan pada John Arthur yang disinyalir hanya fitnah belaka. Sedangkan Luna, tertidur di atas meja dengan posisi duduk di sebelah Tretan.

Bersamaan dengan suara derit pintu yang halus, Clarissa muncul membawakan minuman. Hanya Ken yang mengucapkan terima kasih karena Tretan sedang tidak bisa diganggu.

“Teori konspirasi, ya ....” Clarissa berdiri dekat Ken, memandangi punggung tegak Tretan. “Dulu aku sering membacanya sejak pembantaian itu terjadi.” Ia mendongak sedikit, melirik Ken yang menunggunya melanjutkan perkataan. “Aku masih kecil waktu itu. Lari bersama ibuku untuk menyelamatkan diri dari serangan robot.” Ia mendesis. “Tapi keselamatan saja tidak cukup karena kami mesti menanggung trauma yang hampir membuatku gila.”

“Lalu penjelajah waktu itu datang,” tebak Ken.

“Benar. Ia bersembunyi dengan baik di balik mantel tebal dan topi koboi yang aneh. Mengatakan pada kami untuk tetap hidup dan menyambut kalian. ‘Seseorang akan datang dan mengungkapkan semuanya. Mereka punya jawabannya karena mereka datang dari masa depan’, kata-katanya masih terngiang jelas dalam pikiranku.”

“Apa maksudnya itu?”

“Sejak Peristiwa 5/5, orang-orang membagi diri menjadi dua golongan. Mereka yang percaya pemerintah dan mereka yang percaya John Arthur. Bahkan sampai sekarang, kelompok pendukung John Arthur masih berusaha membuktikan kalau ilmuwan itu tidak bersalah.”

Ken sama sekali tidak mengerti satu pun kata yang diucapkan Clarissa. Semuanya terdengar seperti dongeng di telinga ilmuwan itu.

“Kalau begitu, kalian pasti salah orang. Kami datang ke sini tanpa sengaja dan tidak mengetahui apa-apa tentang sejarah kalian.”

Senyum mengembang pada salah satu sisi wajah Clarissa. “Kau boleh berpikir begitu, Profesor.” Lalu ia melirik Tretan di depan seakan berbicara lewat sorot matanya kalau yang dikatakan Ken tidaklah benar. Kenyataannya, Tretan tau banyak tentang sejarah tempat ini.

“Adikku tidak akan pergi ke mana-mana. Begitupun dengan Luna dan aku!” tegasnya setelah berhasil menginterpretasi arti sorotan itu.

Clarissa melipat tangan di dada, lalu wajahnya didekatkan pada wajah Ken. Ada getaran aneh yang tercipta dalam keadaan ini. Entah bagaimana, Ken merasa sedang bertatapan dengan orang yang sangat ia kenal. Orang yang sangat ia rindukan. Hatinya bimbang, tapi raut wajahnya sekeras batu.

“Kau pikir, dari mana kami tahu nama-nama kalian?” ucap Clarissa, nadanya pelan dan tajam, nyaris berbisik. “Persiapkan diri kalian, karena penjelajah waktu itu bilang akan ada pertumpahan darah.” Kakinya lantas melenggok ke luar dengan aura keangkuhan mengikutinya.

Ken hanya terdiam memandangi punggung wanita itu menghilang di balik pintu. Perasaannya tak dapat digambarkan. Antara marah, sedih, takut, dan nyaman bercampur aduk. Setelah diam yang cukup lama, ia melangkah cepat ke Tretan.

“Hentikan ini! Kita harus memperbaiki mobil dan pulang secepatnya.” Ia matikan komputer itu dengan paksa.

“Kak, apa yang—”

The Light-workerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang