Zingg! Suara desingan halus kembali terdengar dari mobil itu. Semua orang—kecuali Ken—kembali menutupi telinga, bersiap kalau-kalau frekuensinya meningkat dan memekakkan.
Semburat cahaya putih muncul di ujung antena, mengumpul dan meluncur ke atas. Proses yang sama hampir terulang, kalau bukan karena turbin yang baru ditambahkan pada mobil itu yang membuatnya stabil, mobil itu pasti akan kehilangan kekuatannya lagi.
Suara desingan seketika lenyap waktu cahaya putih di tengah itu membesar, pergerakannya lebih lembut sekarang. Lucy menampilkan garis-garis statistik yang bergerak teratur. Semua saling bertukar pandang, menunggu Tretan berkata sesuatu tentang mesin itu.
“Pergerakan elektromagnet stabil. Kondisi stabil.” Lucy menyelesaikan laporan sebelum layarnya berubah menjadi wajah wanita, mata cokelat hologramnya melirik Tretan yang terdiam, masih berpikir tentang sesuatu pada mesin itu.
“Baiklah, kurasa kita sudah siap.” Tretan mendekat ke arah Soni, mengambil sebuah buku bersampul biru dari tumpukan. Ia mengenakan topi dan jaket kulit yang sudah disiapkan, menyisipkan buku itu ke dalam. Tangan kanannya menyingkap tangan baju di pergelangan, memastikan gelang hitam dengan cahaya merah yang bekedip-kedip sudah melingkar di pergelangan kiri. “Lucy akan menunjukkan koordinatku selama aku mengenakan ini.” Ia mengangguk ke arah Lucy, membuatnya menampilkan setitik cahaya merah yang bekedip di tengah siluet benda di sekitarnya. “Kalian bisa memantauku melalui ini. Tanyakan Lucy jika kalian kebingungan,” tutupnya sebelum melangkah ke mobil, menembus selimut anti elekromagnet. Atap kaca pada bagian depan mobil itu bergeser ke belakang, memberikan ruang bagi Tretan untuk masuk dan duduk di balik kemudi.
“Kembalilah hidup-hidup,” ujar Luna berusaha tegar.
Tretan mengangguk di tengah siraman cahaya putih ke arah wanita pirang yang melihatnya khawatir sebelum mengedikkan alis ke arah Soni. Kemudian, menekan tombol hijau di depan, membuat atap kaca itu bergerak ke depan dan menutup. Ia menempelkan jempol pada piringan hitam di depan, cahaya hijau memindai telapak jempolnya.
Mesin mobil menyala. Roda-rodanya masuk ke dalam, membuat mobil itu melayang.
“White Building, 15 Agustus 2065. Pukul dua siang,” ujar Soni sebelum menekan tombol biru di hadapannya. Sesaat kemudian, antena-antena mobil itu bergetar, memancarkan cahaya putih yang menyilaukan. Suara desingan kembali terdengar nyaring. Turbin berputar dengan liarnya.
Tretan menggenggam kemudi kuat-kuat. Bertahan dari gelombang-gelombang halus yang menggetarkan mobil. Mobil itu berputar perlahan hingga semakin cepat. Tretan berteriak dari dalam mobil. Semua mata memandang tegang. Antara takut dan penasaran dengan hasilnya. Mobil itu semakin berputar dengan liar, mesinnya mendesing halus.
Zip! Dalam hitungan detik, Tretan menghilang. Semua saling memandang.
Layar kendali di hadapan Soni tiba-tiba meraung dengan cahaya merah berkedip cepat. Lucy menampilkan lingkaran biru yang terus berputar.
“Apa yang terjadi?” Suara serak Ken kali ini terdengar panik.
Soni tidak menjawab, tangannya bergerak liar di atas tombol hologram. Peluh berkumpul di pelipis dan dahi. Ia beralih pada layar sebelah lalu kembali lagi, menekan-nekan tombol tanpa henti.
“Lucy. Laporkan status!” Luna terdengar tegas.
Lucy tidak menunjukkan tanda-tanda merespons. Layarnya masih dihiasi lingkaran biru yang berputar.
“Lucy?”
Kini lingkaran biru itu digantikan wajah wanita asia yang melirik setiap orang di ruangan itu.
“Sinkronisasi dimensi ....”
“Apa?” Alis Ken bertaut hampir menyatu.
“Melakukan sinkronisasi dimensi.” Lucy melengkapi kalimatnya.
“Apa itu artinya Tretan berhasil?”
Lucy diam sejenak, mata cokelat hologramnya berkedip sekali. “Tidak,” jawabnya singkat. “Sinkronisasi dimensi ....”
“Apa nona ini rusak?” Soni seketika berhenti dari pekerjaannya menekan tombol. “Apa suara bising juga mempengaruhi servermu, Nona?”
Lucy tidak menjawab. Layarnya berubah menampilkan lingkaran biru yang berputar seperti ular kecil yang mengejar ekornya tanpa henti. Semua terdiam sesaat, memandangi Lucy, menunggu jawaban.
Klik! Lucy kembali menampilkan wajahnya. “Denpasar, 15 Agustus 2043.”
Semua pandangan menatap Lucy tanpa putus. Masing-masing berusaha mencerna.
“Apa maksudmu, Lucy?” Suara Luna halus hampir tak terdengar.
“Dr. Tretan. Denpasar, Bumi, 15 Agustus 2043,” balasnya dengan logat kerobot-robotan.
“Yang benar saja, Nona! Aku jelas-jelas menyetelnya ke tahun 2065 di White Building, di sini!” protes Soni dengan cepat, terdengar seperti rapper.
“Tampilkan koordinatnya!” ujar Ken tegas.
Klik! Lucy menampilkan sebuah titik merah dengan siluet gedung-gedung yang mengapitnya.
“15 Agustus 2043? Apa kau sudah lahir saat itu, Profesor?”
“Tentu belum, Cantik. Profesor lahir 88 hari setelah itu. Tanggal dan bulan yang sama dengan pacarmu, ingat?” celetuk Soni menggebu-gebu.
“Tretan bukan pacarku, Dr. Soni.”
“Oh ya, tentu. Dan sepertinya kehadiranmu di sini tidak begitu diperlukan, Nona Spesialis Penyakit Dalam.” Nada suaranya ditekan diiringi napas yang menderu.
Luna menautkan alisnya tak percaya. Ia telah mengenal ilmuwan itu bahkan sebelum ledakan lima tahun lalu. Namun, baru kali ini statusnya yang bukan ilmuwan atau peminat dipermasalahkan.
“Apa masalahmu, Dr. Soni?” Nadanya sedikit tinggi. Luna berusaha menyembunyikan ketersinggungannya.
“Apa masalahku?” Soni menghadapkan lima jari ke dada sebelum tangannya mengurut-urut pelipis. “Aku mengaturnya di waktu dan tempat yang benar. White Building, 15 Agustus 2065. Dan anak kecil itu berada entah di mana. Kau masih bertanya apa masalahku?”
“Tenanglah Soni, tidak ada yang menyalahkanmu, kalau itu yang kau khawatirkan.” Suara serak itu terdengar otoriter, membungkam pria berkepala plontos yang mondar-mandir di tempatnya.
“Kau bisa tunjukkan di mana dan tempat apa Denpasar itu, Lucy?”
“Tidak, Luna. Denpasar tidak di sini. Dia tidak pernah ada di masa lalu. Aku tidak punya data tentang itu.”
“Lalu, di mana Tretan?”
“Di sini.”
“Oh, Man! Tak bisakah kau jelaskan semuanya dengan rinci?” Soni memegangi kepala, mengusap-usap rambut kecil yang tumbuh di atasnya. “Kenapa anak kecil itu menjadikannya perempuan? Semuanya jadi sangat rumit!” gerutunya.
“Dr. Tretan terdampar di masa lalu, di dimensi lain. Semesta lain yang sangat mirip dengan Bhumi, planet kita. Tahun 2043. Koordinat keberadaan Dr. Tretan sama dengan di sini. Ia di sini, di waktu dan dimensi yang berbeda.”
***
Makasi buat kamu karena udah baca, vote, dan komen ^^
KAMU SEDANG MEMBACA
The Light-worker
Science Fiction[ORIGINAL STORY] Tretan Arkara berusaha menyelamatkan Profesor Rizal dari ledakan di White Building yang melenyapkannya. Dengan menciptakan mobil waktu, Tretan hendak kembali ke masa lalu dan mencegah ledakan. Namun, bukannya membawa Tretan ke waktu...