Mog memindahkan data yang bisa dipindahkan dari komputer ke hard disk. Sisanya ia enkripsi di internet.
Kort mengemasi barang-barang yang bisa dimuat tas ranselnya, menaruh taser dan stun gun di kantong celana untuk berjaga-jaga dari serangan musuh.
Setelah selesai dengan komputer, Mog mengemasi pakaian di lemari hingga tasnya penuh.
“Bawa yang penting saja. Ada banyak pakaian di tempat John Arthur.” Kort melempar sebagian pakaian Mog dari tas, mengisinya dengan sekotak tabung reaksi, lalu memberi Mog taser gun-nya. “Tembak saja seperti menggunakan pistol.”
Meskipun bingung, Mog menyelipkan benda itu di pinggang, lalu melamuni Kort yang sibuk mondar-mandir mengemasi barang.
“Kau sudah selesai?”
“Tentu. Kau masih lama?” Mog balik bertanya.
Kort menutup risleting tas. “Sudah selesai. Ayo.”
Mereka berjalan ke pojok ruangan, tapi Kort berbalik lagi menuju komputer. Ia membuka website dan membiarkannya menjadi tampilan layar komputer itu.
Mog bingung dengan apa yang dilakukan temannya itu. Ia hanya diam melihat Kort kembali dan mengusap-usap lantai. Mencari sesuatu yang ia tak mengerti.
Sebuah layar biru muncul di salah satu ubin setelah Kort mengusap telapak tangannya. Ia mengetik password lalu enam ubin di sebelahnya bergeser ke samping, membuka sebuah ruang. Ubin yang dipijaki Mog ikut bergeser, membuat lelaki gempal itu melompat ke sebelah Kort.
“Kau turun duluan, Mog.”
Mog melihat ke bawah. Hanya gelap dan suara aliran air yang dapat ditangkap indranya. Ia mengambil senter di tas dan mengarahkannya ke bawah. Kemudian kaget mendapati ini tembus ke saluran pembuangan, bukan terowongan rahasia yang bersih seperti film-film. Ia menelan ludah membayangkan seekor buaya menunggunya.
“Cepatlah. Waktu kita tak banyak.” Kort menjatuhkan tas Mog.
“Itu baju bersihku!”
Ketukan keras terdengar di pintu, mengagetkan mereka.
“Buka pintunya, aku datang baik-baik!” Terdengar suara Komandan Boni di luar.
“Mog, turun!” Entakan Kort membuat lelaki gempal itu mau tak mau menuruni tangga berlumut. Berpegang erat pada pijakannya sambil menggigit senter. Kort menyusul setelahnya.
“Kuhitung sampai tiga. Buka pintunya atau kuledakkan!” Komandan Boni menggedor lagi pintu besi itu hingga tangannya mati rasa. “Sial.” Ia mengangguk ke seorang agen yang masih dalam penyamarannya menjadi tunawisma.
Agen itu menghampiri Boni. Menempelkan peledak berdaya rendah ke pintu. Semuanya menjauh.
“Satu ....” Boni mulai menghitung. “Dua ....” Ia diam sejenak, menunggu jawaban.
Mog sudah sampai di bawah. Ia memikul tas ranselnya dan senter bersiaga di tangan sambil menunggu Kort yang masih berkutat dengan kotak besi yang menempel di dinding atas.
Di luar, Boni tampak kehabisan kesabarannya. “Baiklah. Kau tak memberiku pilihan, Teroris!” Ia memperingatkan.
Kort menekan-nekan tombol pada layar besi yang mencuat hingga ubin kembali menutup, bergeser ke tempatnya masing-masing. Setelahnya, ia memukul konsol besi itu sampai listrik memercik biru.
“Tiga!”
Dar! Agen menekan tombol, meledakkan pintu hingga membuatnya memelanting. Tanah bergetar hingga membuat Kort berpegangan pada tangga besi itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Light-worker
Science Fiction[ORIGINAL STORY] Tretan Arkara berusaha menyelamatkan Profesor Rizal dari ledakan di White Building yang melenyapkannya. Dengan menciptakan mobil waktu, Tretan hendak kembali ke masa lalu dan mencegah ledakan. Namun, bukannya membawa Tretan ke waktu...