19. Keyko

87 20 86
                                    

Terima kasih karena sudah baca, vote, dan komen sampai sejauh ini❤️❤️❤️

***

Tretan kesal karena Mark yang berjoget dengan alunan musik dangdut menjadi pemandangan pertamanya di pagi hari. Ia melempar bantal dari sofa. “Mark, matikan lagunya!”

Bantal empuk yang mengenai bahu tak membuat Mark menghiraukannya. “Bangun, Koko. Olahraga bersamaku!” Bokongnya digoyangkan seperti perempuan di televisi.

“Menjijikkan.” Tretan hendak kembali tidur sampai Mark dengan cepat menarik tangannya hingga membuatnya bangkit dari sofa.

“Ayo, rasakan semangatnya!” Mark memutar badan, menggerakkan pinggul, dan berjinjit. “Rasakan!”

Tretan tak menggubris lelaki itu. Ia berdiri mematung di samping Mark sambil menatap malas. Sesekali mengernyit jijik karena Mark menungging.

Lalu tubuh Mark jatuh di sofa setelah dua puluh menit senam. Napas berusaha distabilkan sambil ia mengipas-ngipaskan tangan.

“Kau aneh.” Akhirnya Tretan berkomentar lagi setelah sejak tadi menahan diri.

“Hei, olahraga itu penting. Ini juga bisa membuatmu ... lebih percaya diri dengan keringat yang dihasilkan.” Mark menciumi aroma badannya. “Lebih wangi dari keringat kuda,” ucapnya, memancing desisan jijik dari Tretan.

“Kau mau coba keringatku?” Mark menyapukan tangan ke ketiak. “Ini, ciumlah.” Tangannya terulur hendak menggapai hidung Tretan.

“Mark, hentikan!” Tretan lari menjauh hingga ia terpojok di sudut ruangan. Sapu lantas ditodongkan ke arah Mark agar tak mendekat.

“Ayolah, ini tak seburuk kelihatannya.” Godaan tak berhenti keluar dari mulutnya. Berulang kali berusaha meyakinkan kalau keringatnya setelah olahraga sangat spesial, tapi Tretan adalah manusia normal seperti orang kebanyakan.

Setelah mendapat celah, Tretan berhasil meloloskan diri dari sudut ruangan. Kini, mereka kejar-kejaran hingga Keyko datang dengan gonggongannya.

“Hei, Anak Manis. Kau mau coba keringatku juga?” Tangan Mark menjulur ke Keyko, membiarkan anjing kecil itu mengendusnya. Sedetik kemudian, Keyko mengeram dan menggonggong kencang.

“Kau lihat! Bahkan dia tak sepaham deganmu!” Tretan meraih Keyko yang berlari mencarinya. “Tak apa, Sobat Kecil. Kau tidak keracunan, ‘kan?” Dia mengusap bulu halus Keyko agar anjing itu kembali tenang.

“Ah, kalian payah, berselera rendah!”

Tretan tidak mengerti apa yang membuat Mark begitu terobsesi dengan keringatnya sendiri. Dia mengalihkan pembicaraan agar tak diteror lagi oleh keringat dari ketiak Mark. “Kau kerasukan apa pagi-pagi sudah berjoget?”

“Hantu Tesla,” jawabnya, asal, sebelum mengembuskan napas berat. “Hari ini, Sir. Revano akan mengunjungiku dan Tesla tak ada perubahan. Masih tak bisa digerakkan.” Ia menuju dapur, menuang segelas air dibuntuti Tretan. “Kalau dia tidak mau menoleransi ini, aku akan kehilangan pekerjaan.” Dia habiskan air dalam gelas dalam sekali teguk.

Tretan mengerti kekhawatirannya, tapi dia tak mengerti bagaimana membuat Mark merasa lebih baik. Tak ada satu kata pun terlontar sesaat, sampai dia mengingat nasihat kakaknya saat ia merasa takut ditendang dari White Building karena gagal menyelesaikan proyek tepat waktu. “Tidak apa, Mark. Kau ilmuwan. Kehilangan pekerjaan tidak seharusnya menjadi penghalangmu, ‘kan? Mereka punya alat yang kau butuhkan, tapi tetap saja ilmu dalam kepalamu-lah yang lebih berharga.” Tretan nyengir, berusaha menyalurkan optimismenya. “Aku akan membantumu.”

The Light-workerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang