11. The Robot

176 40 172
                                    

DENPASAR, 16 AGUSTUS 2043.
13.20

Tretan mengambil potongan tangan besi dari atas meja. Benda tersebut digotong menuju ruang uji coba, tempat Mark merakit badan robot. Lelaki itu melewati pintu merah. Tubuh besi setengah jadi terduduk di hadapannya. Mark berlutut di depan, menelisik setiap detail.

"Benda ini cukup berat ternyata." Tretan meregangkan tangan setelah meletakkan benda itu di lantai. Ucapannya membuat lelaki di depan berpaling ke arahnya.

"Kau kewalahan membawa ini?"

"Tidak," elak Tretan, "Eh, maksudku, kenapa kau tidak menggunakan bahan yang lebih ringan? Benda itu bisa jadi ancaman karena beratnya."

Mark meraih tangan logam itu. "Yah, aku hanya ingin membuatnya kuat." Ia menimbang-nimbang beratnya.

"Tentu. Kau bisa menggunakan sesuatu seperti ...." Tretan menjeda kalimatnya, berpikir. Benda yang hendak ia utarakan bisa jadi tidak ada di tempat ini. Lirikan manik amber membuat lelaki itu tertegun. Lelaki berambut hitam di depan, menantinya. "Benda dengan struktur seperti tulang manusia." Tretan menyengir kaku.

Mark mengusap dagu. "Ah, aku pernah dengar yang seperti itu." Ia melirik Tretan. "Microlatice, logam yang digunakan untuk membuat angkutan udara. Kau berharap aku menggunakan itu?"

Dengan penuh keraguan, Tretan mengangguk sebagai jawaban, membuat lawan bicaranya mengangkat pundak.

Badan tegap Mark berpaling, membelakangi Tretan, memandang mahakarya di depannya. "Boleh juga." Ia mengerjap. "Sayangnya, aku bahkan tidak tahu di mana bisa mendapatkan benda itu saat ini."

"Kau bisa membuatnya sendiri, 'kan?" Tretan berusaha memberi masukan.

Dengan cepat, lelaki bermata amber itu memutar badannya, memandang Tretan yang berdiri tak jauh di belakang. "Aku tidak ada waktu untuk itu. Tesla harus diselesaikan cepat." Ketegangan tecetak pada air mukanya. "Tenggat waktunya sudah dekat."

"Tesla?"

"Aku harus memberinya nama, 'kan?" Mark mengedikkan kepala ke kanan, menunjuk tubuh logam yang setengah sempurna itu. "Kemarilah, bantu aku memasangkan ini."

Tretan meraih tangan logam yang disodorkan padanya. Ia melipat sedikit lengan jas lab hingga menunjukkan hasta sebelum berjongkok dan menopang tangan Tesla. Mark berkutat pada kabel-kabel, berusaha menyambungkan tangan dengan badan itu.

Keduanya terdiam, fokus mendalami peran. Perakitan seperti ini terasa sangat kuno bagi Tretan. Benda-benda logam seperti ini mestinya dirakit capit-capit besi, mereka harusnya berdiri di belakang mesin kendali, merakit robot Tesla dengan robot.

Dalam tiga puluh menit, tangan itu berhasil disematkan. Keduanya melangkah ke depan tubuh logam itu, berkacak pinggang menatapnya.

"Jadi, apa dia bisa mengeluarkan listrik?" Tretan membuka pecakapan.

Mark memandang bingung ke arah lelaki yang lebih muda darinya itu, membuat Tretan salah tingkah dan membuat jantungnya memompa lebih cepat.

Mark menarik napas. "Yah, sayangnya tidak. Mungkin belum. Namanya memang terinspirasi dari Nicola Tesla, bukan karena ia bisa mengeluarkan listrik." Manik amber Mark berkilat. "Aku hanya sangat mengagumi ilmuwan itu."

The Light-workerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang