•
•"Kalau gue minta, maafin gue dan jangan marah lagi bisa nggak?"
•
•Sejak kemarin, Ata belum bertemu dengan Nala. Mungkin semesta tengah berpihak pada gadis itu, sengaja tak mempertemukannya supaya bisa lupa akan pertanyaan Ata barang sejenak.
Jam pertama sudah dimulai sejak beberapa menit yang lalu. Namun guru kelas sepuluh MIPA tiga belum juga hadir ke ruangan untuk mengajar. Terbukti dengan terdengarnya sorak sorai dari kelas itu. Siswa siswinya sudah berhamburan entah kemana.
Ata yang tengah duduk di bangku pojok menyandarkan tubuhnya pada kursi. Sementara kedua telinganya disumbat airpods putih hadiah dari Mami beberapa bulan silam. Matanya terpejam, kendati otaknya ramai oleh sahut-sahutan suara Falah dan Samudra kemarin sore yang terus saja mengatainya.
Haidar sudah raib entah kemana. Biasanya kalau jam kosong, kerjaannya keliling sekolah. Entah apa yang dilakukan anak itu, Ata tak mau tahu.
Alunan lagu Resah Jadi Luka yang dibawakan oleh Daun Jatuh mengalun dari ponsel Ata. Tersalur menuju gendang telinganya melalui airpods. Agaknya semakin membuat anak itu merasakan seperti apa arti kehilangan.
Seharian tanpa Nala, rasanya ada sesuatu yang kosong dalam dirinya. Karena kesalahannya, ia harus menerima konsekuensi apapun itu untuk sekarang.
Kemarin Azriel datang. Lantas abangnya Samudra itu memberi sedikit petuah yang sepertinya akan selalu Ata ingat.
"Cewek itu mainnya pakai perasaan, Ta. Lo nggak bisa asal ngomong aja kalau sama mereka, harus dipikirin dulu matang-matang. Nyakitin nggak kira-kira, bikin dia kesinggung nggak kira-kira. Sekalipun lo udah minta maaf, kalau dia terlanjur sakit hati, ya lo harus tanggung akibatnya. Tunggu aja sampai perasaannya bisa berdamai sama lo."
Begitu Ata membuka kedua matanya, suara teriakan tegas dari Pak Seno, guru waka kesiswaannya menggema. Bahkan mampu menerobos ke telinganya yang disumbat airpods, mengalihkan atensinya dari ponsel ke lapangan upacara.
Dari kaca jendela, cowok itu melihat beberapa siswa berjajar menghadap tiang bendera dengan kepala mereka yang sedikit menunduk. Siswa terlambat yang tengah dihukum sepertinya.
Ata mendengus kasar, bukan urusannya.
Iya, bukan urusannya sebelum ia tahu kalau gadis yang baru saja berada dalam pikirannya sekarang terlihat nyata, ikut masuk dalam barisan siswa yang tengah ditertibkan itu.
Alis Ata kontan berjengit karena terkejut sekaligus tidak percaya.
Baru saja ia memastikan kebenaran penglihatannya, Haidar datang dengan rusuhnya lantas melepas sebelah airpods yang ia pakai.
"Lo udah tau?" tanya Haidar kemudian.
"Nala?"
Cowok yang tengah kesusahan mengatur napas itu kontan mengangguk. "Padahal dia anak kelas unggulan, kenapa telat, ya?"
"Mana gue tahu." Ata mengendikkan bahunya tak acuh. "Tanya sendiri aja sana."
Mendengar hal itu dari Ata, Haidar lantas mengerutkan alisnya. Ini Nala loh, bukan cewek lain. "Lo berantem sama dia? Samperin sono, bege!"
Ata mengalihkan atensinya kembali pada Nala. Gadis itu terlihat murung. Nampak dari bibirnya yang sejak tadi mengerucut kesal.
Aneh. Di satu sisi, Ata merasa sangat bersalah pada gadis itu. Bahkan mungkin maaf pun tak cukup menyembuhkan luka di hatinya. Tapi di sisi lain, Ata penasaran, semudah itu Nala mendiamkannya. Apa gadis itu tak merasa kosong sama seperti dirinya?
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] Tiramisu Cheesecake
FanfictionHanansya Atarafka Madani sukses menghebohkan siswa siswi seantero sekolah setelah aksinya di pentas seni MOS angkatannya lewat popping dance yang berakhir dengan kedipan sebelah mata. Bisa ditebak setelah itu, siapa yang tidak kenal dengan seorang A...