19 : Kesalahpahaman

298 70 37
                                    


"Jangan ngejauh Nal, gue nyaman sama lo."


Gadis yang nampak murung itu tengah duduk memangku tas selempangnya ketika Nathan datang membawa dua gelas caramel macchiato dan dengan santai duduk di hadapannya.

Padahal sangat kentara sekali, alih-alih mengulas senyum manisnya, Nala justru mengerucutkan bibir lesu. Tapi tak terlihat sedikit pun rasa peduli dari raut wajah Nathan.

Terbukti dengan aksinya yang justru menyodorkan satu dari caramel macchiato yang dibawanya pada gadis itu. "Minum dulu," titahnya mutlak.

Meskipun melempar tatapan berang, Nala tetap mau menerima pemberian Nathan tersebut. Diraihnya minuman itu, diseruputnya kasar dengan kesan terpaksa.

Melihatnya, membuat Nathan mengulas senyum miring. Sepertinya tahu mengapa gadis itu bertingkah demikian.

Karena dirinya yang memaksanya untuk pergi hari ini mungkin. Dengan alasan, "Kita kan sama-sama anggota sie perlengkapan."

Sukses membuat Nala memutar bola mata malas ketika seniornya itu mengajaknya pergi kemarin lusa seusai rapat.

"Perlengkapan buat pelantikan nggak banyak kali, kak. Pinjem ekstra lain juga bisa. Kenapa pakai ke mall segala, sih? Lebay banget."

Begitu uneg-uneg Nala tersampaikan, tawa Nathan tak lagi bisa terbendung. Benar kan, dugaannya?

"Kan ada beberapa barang yang perlu dibeli, Nal. Kita juga nggak bisa terus bergantung sama ekstra lain, kalau kita punya sendiri kan enaknya juga di generasi selanjutnya nanti." Nathan berujar demikian seraya menyingsingkan kedua lengan hoodie-nya. Seharusnya terlihat keren, tapi tidak menurut Nala. Gadis itu masih dikuasai suasana buruk hatinya.

Sementara Nathan berlanjut memijat pangkal hidungnya seraya melirik gadis di hadapannya itu dari sudut mata, seperti ragu ingin mengatakan sesuatu.

"Lagian sekalian mau nyelesaiin masalah pribadi sama lo."

Ia berujar begitu lirih, tapi Nala sukses menangkap seluruh kalimatnya dengan jelas. Membuat gadis itu semakin menatapnya berang. "Maksudnya?"

Bahkan pertanyaan singkatnya pun terdengar menuntut.

Nathan berdeham lirih, kedua tangannya dilipat di depan dada. Sementara kedua netranya fokus pada caramel macchiato di meja yang ia yakini sekarang tak lebih dingin dari suasana di antara dirinya dan Nala.

"Kita pernah punya urusan yang belum selesai kalau lo lupa," ujarnya santai.

Dan tanpa ia duga, Nala justru dengan berani ikut mendongakkan kepalanya seolah menantang. "Belum selesai? Bukannya malah belum pernah dimulai ya, kak?" sarkasnya, sukses membuat Nathan tertunduk malu. Dan akhirnya mengangguk begitu saja.

"Anggep aja hari ini permintaan maaf dari gue, karena pergi gitu aja." Kalimat terakhirnya diucapkan sangat lirih, tapi ia yakin kalau Nala pasti tetap bisa mendengarnya. "Lo pasti kaget waktu itu. Dan kalau lo kira alasannya karena Putri, maaf tapi lo bener."

Kedua bola mata Nala kontan berputar malas. Basa-basi macam apa ini? Membahas masa lalu?

"Yaudah sih nggak usah dibahas, orang aku juga udah biasa aja."

Nathan hanya mengangguk. "Sebenernya deketin lo itu cuma taktik gue bikin Putri cemburu. Jadi, sebelum deket sama lo sebenernya gue udah deket duluan sama Putri."

Mendengar pengakuan Nathan yang barusan, kedua alis Nala lantas bertaut heran. "Jadi maksudnya aku pelampiasan gitu?"

Dan ketika seniornya itu terang-terangan mengangguk mantap, tawa Nala kontan menguar garing di antara keduanya.

[1] Tiramisu CheesecakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang