4 : Dialog Senja

584 114 6
                                    


"Inget, Nal, semuanya berawal dari nyaman."


Nala tengah menghitung jumlah newtron dan nukleon pada sebuah notasi atom ketika ponselnya tiba-tiba berdering dan layarnya menampilkan sebuah panggilan dari kontak yang nomornya baru saja ia simpan beberapa jam yang lalu.

Atarafka Mipa 3

Anak itu sebenarnya tengah berada di kamar Anin. Sejak jam istirahat tadi mereka memang berencana untuk mengerjakan tugas kimia bersama di rumah gadis bersurai sebahu itu.

Tapi kenyataannya sekarang, Nala yang pusing menghitung bermacam soal tentang atom, sementara Anin justru dengan senang hati merebahkan tubuhnya di karpet sembari men-scroll timeline instagram-nya. Jangan lupakan cemilan dalam toples yang tadinya penuh dan kini nyaris habis tak tersisa.

Entah bagaimana Nala tersenyum. Aneh, biasanya mendapat telepon dari lawan jenisnya justru membuat ia uring-uringan sendiri. Tapi kali ini tidak.

Jemarinya dengan segera menggeser tombol hijau pada layar. "Halo?"

Tak ada jawaban. Yang terdengar hanya suara grasak-grusuk khas ponsel yang tengah dioper-operkan.

Tanpa Nala sadari Anin sudah beringsut mendekatinya. Tentu saja. Mendengar suara Nala menerima telepon membuat rasa penasarannya meningkat sepuluh kali lipat.

"Siapa?" Anin bertanya tanpa suara.

Nala menunjukkan tampilan layar ponselnya pada Anin, kontan membuat gadis itu menganga tidak percaya.

"Halo?" Nala menyapa sekali lagi.

Namun anehnya, setelah itu yang terdengar adalah suara Samudra.

"Halo, Nal."

Nala mengerutkan alisnya, begitu juga dengan Anin yang kini berdiri namun sengaja menempelkan telinganya pada ponsel Nala.

"Loh, Samudra?"

"Hehe, iya. Sori-sori, Ata lagi ke belakang. Biasa, besernya kumat kalau mau telponan sama cewek."

Terdengar suara tawa Haidar dari seberang sana. Begitu juga dengan Anin yang heboh, bahkan hampir menggebrak meja belajarnya kalau saja tidak dicegah Nala.

"Ada-ada aja."

Hening untuk beberapa saat, hingga Anin memberi kode pada Nala supaya memulai percakapan dulu.

"Mmm, kenapa telepon?" tanya Nala akhirnya.

"Nggak tau, nih, tanya aja ke Ata-nya sendiri."

Begitu Samudra selesai bicara, samar-samar terdengar suara Haidar yang mengaduh kesakitan. Kemudian disusul suara berat khas Ata yang mengumpat, mungkin pada kedua sahabatnya. Dan terakhir, terdengar suara gedebak-gedebuk bunyi orang berlari.

Nala menatap Anin heran, namun detik berikutnya, mereka tak lagi kuasa menahan tawa.

"Halo, Nala?"

[1] Tiramisu CheesecakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang