10 : Memulai

326 80 11
                                    


"Kok dia bisa mau sama kamu, kak?"


Bel pulang sekolah telah berbunyi sejak sepuluh menit yang lalu, membuat seluruh siswa-siswi SMA Nusantara bersorak riuh seiring langkah mereka keluar dari kelas. Ada yang langsung menuju ke gerbang, ada juga yang harus singgah dulu ke tempat parkir.

Upacara tujuh belasan sudah terlaksana tiga hari yang lalu, alasan kenapa Nala saat ini dengan santainya menyangga dagu dengan tangan pada pagar pembatas seraya mengamati siswa-siswi yang berjalan bersama gerombolannya masing-masing menuju gerbang.

Begitu selesai meledek Anin dan Adena yang harus pulang petang karena sibuk mempersiapkan pelantikan pengurus OSIS yang baru, gadis itu berjalan dengan langkah gontainya menuruni tangga sendirian.

Hingga akhirnya suara dering ponsel menginterupsi langkahnya. Diraihnya si pintar itu dari saku roknya.

Pesan dari Bagas.

Tak lama berhenti, karena begitu tahu sepupunya itu sudah menunggu di depan, Nala dengan langkah cepatnya berjalan melewati siswi-siswi lain menuju gerbang.

"Cie, yang udah bisa pulang normal."

Nala sedikit tersentak. Gadis itu kontan berhenti seraya menoleh. Lantas senyumnya terulas lebar ketika mendapati Ata dengan ransel hitam yang tergantung di pundak kanannya berjalan menghampiri.

"Iya dong." Senyum manisnya berubah menjadi senyum jumawa, membuat Ata gemas sendiri dan berujung mengusak pelan rambut gadis itu.

"Ih, Ata mah, berantakan kan jadinya."

Tangan Nala terangkat, merapikan surainya yang baru saja diacak-acak oleh Ata. Biarpun terlihat kesal, namun diam-diam bibirnya menyunggingkan senyum salah tingkah.

"Berantakan aja tetep keliatan cantik."

Lagi.

Nala tergelak. Gadis itu refleks memukul lengan Ata karena pernyataan randomnya, membuat anak itu meringis kesakitan. "Ngalus mulu, siapa sih yang ngajarin?"

"Ada tuh, bang Jevin sama bang Jiel," kekeh si cowok.

Sekedar mengusak rambut dan celetukan bernada rayu ala Ata nyatanya sukses mempertahankan senyum bahagia Nala. Gadis itu seakan lupa dengan alasan ia berjalan cepat menuju gerbang tadi.

"Udah ah, ketawa mulu, sana latihan!" Nala mengibaskan tangannya, membuat gestur mengusir. Sementara Ata mendongak, berniat mencibir. "Orang hari ini nggak ada latihan juga," ujarnya.

Begitu mendengar balasan Ata, si gadis mengernyit heran. "Kenapa?" tanyanya. Tangan kirinya terulur, menyelipkan sejumput anak rambut yang menutupi matanya ke belakang telinga. "Bukannya bentar lagi ada turnamen?"

Yang ditanya mengangguk pelan, "Istirahat," lantas bibirnya mengulas senyum jahil. "Emangnya anak basket nggak butuh istirahat apa?" cibirnya seraya mencubit pelan hidung Nala.

Kedua iris gadis itu refleks mendelik lebar. Lagi dan lagi. Anak bermarga Hanansya di hadapannya ini selalu sukses membuat jantungnya berdesir hangat. "Jangan dicubit, ini aset negara tau," gerutunya.

[1] Tiramisu CheesecakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang