25 : Pengakuan Ata

133 19 1
                                    


"Gimana gue mau jadian sama Anya kalau gue sukanya sama lo!"


Ketika teman-temannya sibuk mengerjakan soal fisika yang baru saja diberikan Bu Yola, Nala justru menggeliat menahan rasa ingin buang airnya seraya merutuki kebodohannya sendiri yang sebenarnya sudah merasakan itu sejak tadi namun justru ditahannya.

Anin yang notabene duduk sebangku dengannya pun menyadari gelagat aneh Nala itu. "Napa lo, njir?"

Nala meringis malu. "Kebelet banget, nggak tahan, tapi mulai ngerjain aja belum, gimana dong?" tanyanya pada Anin sangsi. Kontan saja kepalanya sukses terkena toyoran dari sang sahabat. "Yaudah izin ke toilet dulu aja, Nala, jangan ditahan!"

Berkat seruan Anin barusan, Bu Yola kontan menoleh ke arah mereka. Tentu saja dengan melempar tatapan tajam. "Kenapa itu?" tegurnya yang lantas membuat Anin dan Nala sama-sama melebarkan mata terkejut.

"Anu, ini Nala mau izin ke kamar mandi, Bu."

Kaget akan keberanian Anin barusan, Nala refleks memukul lengan sahabatnya itu dengan keras, membuatnya meringis kesakitan. Kemudian gadis itu berdiri menghampiri Bu Yola yang nampak mengerutkan alis keheranan dari tempatnya duduk.

"Iya, Bu, saya mau izin ke kamar mandi, apakah diperbolehkan?" izin Nala selembut mungkin. Bu Yola nampak melempar tatapan sinis. "Kenapa nggak dari tadi pas istirahat?". Nala kontan meringis malu bercampur takut. Namun kemudian Bu Yola melanjutkan ucapannya, "Ya sudah sana, jangan lama-lama."

Nala tersenyum sumringah, lantas mengangguk mengiyakan perintah sang guru. Ia pun bergegas menuju toilet terdekat dari kelasnya.

Begitu Nala menekan tombol flush, beberapa orang gadis terdengar memasuki toilet. Sedikit riuh memang, entah membicarakan apa Nala tak mau tau.

Namun, ketika gadis itu fokus merapikan roknya dan suara air berhenti, barulah ia menyadari bahwa suara gadis-gadis di luar itu tak asing untuknya. "Anya, ya?" gumamnya sendiri.

Lamat-lamat gadis itu mendengarkan dengan baik, tak berniat menguping sebenarnya, tapi penasaran. Ada semacam suara isakan, dan beberapa lainnya seperti menenangkan. Apa yang terjadi? Nala semakin penasaran. Gadis itu terdiam, sementara otaknya memproses percakapan yang tengah ia dengar.

Bermenit-menit berlalu dengan konversasi yang lumayan panjang. Nala agaknya cukup terkejut. Wajahnya nampak sedikit kaku mengetahui berita yang baru saja didengarnya.

Sementara di luar, Nasya nampak tengah menepuk-nepuk pelan punggung Anya berniat menenangkan. Celsi sendiri bersandar pada salah satu sisi dinding toilet seraya bersilang dada. Raut mukanya nampak khawatir sekaligus miris, sama halnya dengan Nasya.

Tak lama kemudian, ketiganya sontak terkesiap ketika tiba-tiba terdengar suara pintu salah satu bilik terbuka. Apalagi begitu mereka melihat Nala keluar dari dalamnya. Siapa saja yang melihat tatapan ketiganya pun pasti mengetahui keterkejutan mereka barusan.

Nala tersenyum canggung, sedikit membungkuk untuk menyapa, lantas bergegas meninggalkan ketiganya. "Oh, shit!" umpat Celsi.

"Nya?"

Di tengah kesedihan sekaligus kebingungannya, Anya menoleh pada Nasya. "Dia denger obrolan kita nggak, ya?"

Nasya dan Celsi pun saling melempar tatapan nanar, lantas sama-sama menatap Anya seraya menggeleng mengekspresikan ketidaktahuan keduanya.

Sejak kembali dari toilet tadi, Anin merasakan hawa yang berbeda dari Nala. Entah apa gadis itu juga tidak mengetahuinya.

Ditambah lagi sekarang tiba-tiba sahabatnya itu memintanya untuk pulang terlebih dahulu saja, "Duluan aja, gue masih ada urusan," katanya. Karena malas berdebat, Anin memilih untuk mengiyakan saja permintaannya.

[1] Tiramisu CheesecakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang