Twins Brother : 17

949 53 0
                                    

Kali ini Agam yang mengangguk, sambil menggigit jari telunjuknya, menggambarkan susunan rencana di peta pikirannya.

"Siapa juga yang mau pindah ke sana? Lo bener, Papa nggak akan nyerahin kekuasaannya ke kita gitu aja tanpa liat usaha kita," simpul Agam menyetujui pemikiran Agler.

Agam tersenyum miring.

"Oh iya, gue baru dapet laporan dari infroman … " Agler mengambil kembali ponselnya dari dalam saku. Membuka layar dan menunjukkan gambar yang mirip dengan banner digital.

"Hanzel bakalan hadir di acara festival lomba sains tingkat nasional sebagai salah satu sarana pencitraannya. Dia bakalan nyalonin diri di salah satu kursi pemerintahan, rencana dia adalah memberi ratusan beasiswa kepada para peserta lomba. Beberapa minggu lagi." Agler menjelaskannya sedetail mungkin.

Agam menyipitkan mata saat membaca judul banner 'The Nationality Festival Sains'.

"Ini 'kan lomba yang diikuti sama By?" tanya Agam membenarkan dugaannya. Agler mengangguk dengan senyuman.

"Akan ada kesempatan akses masuk untuk kita. Hanzel nggak mungkin bawa banyak orang karena media dan wartawan akan ada di sana untuk meliput aksi amalnya," Agler menatap lurus ke depan.

"Ehm … gue harap kita bisa ketemu langsung sama dia. Menanyakan kabar dan minum Wine, buat dia mabuk dan bunuh dia di tempat!" seru Agam bersemangat.

Agler menertawai ke-ambisius-an adiknya. "Nggak perlu buru-buru, kita harus nikmatin penderitaan Hanzel terlebih dahulu. Sama seperti ia memperlakukan kita 20 tahun yang lalu …" Pikiran Agler melayang ke kejadian 20 tahun silam.

Kejadian yang membuat keluarganya hancur dan menderita.

Agam menatap sang kakak dengan pandangan yang sama saat mengenang hal itu. Dibalik kebringasan Agam saat mengeksekusi korbannya, ada Agler yang lebih bersemangat darinya. Agam dapat melihat ambisi Agler yang jauh lebih besar darinya. Dendam yang teramat besar pada Hanzel dan keluarganya.

"Tapi untungnya, kita punya Papa! Papa sangat hebat karena bisa bertahan saat itu," lirih Agler menundukkan pandangannya, wajahnya berubah tertekuk dan sedih.

"Iya, lo bener. Gue bangga punya Papa sehebat itu … " Mereka berdua hanyut dalam penggalan kenangan yang melintas begitu saja dalam ingatan mereka.

"Apa gue perlu bawa anak-anak gue?" Agam menawarkan ide yang tiba-tiba melintas di pikirannya.

"Boleh. 30 orang cukup. Kita beri peringatan padanya, karena semakin ia menaiki tangga, maka akan semakin tinggi pula jurang yang harus ia hadapi."

Agam dan Agler mengepalkan tangan kemudian 'toss' sebagai simbol ke-solid-an mereka.

"Ah! Itu mereka!" Agam menunjuk tiga orang yang tengah bersalaman di depan pintu keluar rumah.

Di luar,

"Thanks Jov, jangan lupa mampir ke rumahku, selagi aku di sini." Zack menepuk pundak Jovi. Pria yang tak jauh seumuran dengannya itu mengangguk dengan senyuman yang merekah.

"Akan kubuatkan Panacota spesial untukmu," suguh Rose yang membuat Jovi tertawa.

"Baiklah-baiklah, Tuan dan Nyonya Shenata … aku akan mampir lain kali," respon Jovi sambil mengantar langkah tamunya turun dari tangga.

Agam dan Agler juga turun dari mobil untuk menyalami Jovi. Pria itu tampak senang melihat si kembar yang kompak memberi salam.

"Astaga … kalian sudah sedewasa ini! Rasanya baru kemarin Om lihat kalian berdua duduk di ayunan! Hahahaha … " gurau Jovi membuat semua orang di sana tertawa mendengarnya.

Twins Brother (Sudah Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang