Di samping Mesha, Rey hanya bisa diam, sesekali bersuara ketika Bu Cindy menyampaikan arahan pada mereka.
Lomba sudah di depan mata, kedua peserta dari SMA Bhakti Pertiwi ini harus mempunyai kesiapan yang matang.
"Baiklah, Ibu percayakan pada kalian berdua, sampai lusa, kalian harus benar-benar jaga kesehatan. Ibu rasa, partisipasi kalian sangat mengundang perhatian beberapa yayasan. Jadi, tolong tunjukkan yang terbaik dari kalian!" harap Bu Cindy mewanti anak didiknya.
Rey dan Mesha kompak mengangguk. Pertemuan di dalam Cafe itu ditutup dengan jabat tangan Bu Cindy yang pulang lebih dulu.
Menyisakan Rey dan Mesha di tempat duduk mereka, Rey masih saja salah tingkah meski pembawaan Mesha yang dingin seolah tak peduli pada Rey yang menggaruk kepalanya.
"Gue balik dulu, sampai ketemu lagi," Mesha mengemasi buku-bukunya dan segera berdiri.
Belum sampai melangkah, tangan Rey spontan mencegahnya bergerak. "Tunggu!"
Mesha menatap Rey dari posisi duduknya yang kemudian berdiri sejajar dengannya.
"Gue anter balik, ya? Kan gue yang bawa lo ke sini," tawar Rey. Mesha terdiam untuk beberapa saat.
"Gu–"
"Ayo, By. Kita pulang," sela Agam yang datang entah dari mana. Sosoknya yang berwajah dingin tampak galak di depan Rey.
Laki-laki itu melepas genggaman tangannya dari pergelangan Mesha. Membiarkan Agam menariknya dan berjalan keluar dari Cafe.
"Dia nggak suka sama gue, keluarganya pun nggak suka. Nasib gue gini amat … " gerutu Rey menyayangkan jalan hidupnya.
🍁🍁🍁
Hari Rabu, menjadi salah satu hari bersejarah dalam catatan karir Mark. Pagi ini, mobil fan-nya telah sampai di Gedung Serbaguna jalan Thamrin.
Beberapa awak media meliput kehadirannya yang di nanti banyak orang. Beberapa pemegang jabatan yang mensponsori acara itu, tampak menyalaminya dengan bangga.
Karpet merah itu di gelar sampai depan pintu masuk gedung. Langkah Mark di dampingi bodyguard-nya menjadi pusat perhatian beberapa orang.
Sementara mobil Jeep Agam, baru memasuki area parkir. Memboyong Mesha dan Widura, serta Agler yang tak lupa memakai kacamata.
Kehadirannya tentu mudah dikenali oleh kamera, beberapa wartawan mendekati area parkir itu. Karena tak ingin menimbulkan keributan di H-1 jam Mesha di panggung lomba nanti, pengawal yang dibawa Agam mengarahkan si kembar itu untuk melakukan sesi wawancara di tempat lain.
Mesha menuntun sang Oma masuk ke dalam gedung setelah isyarat Agler untuk lebih dulu masuk.
Di kursi penonton, Mesha membantu Widura memilih tempat duduk. Ramainya tempat itu, sempat membuat Mesha grogi. Bagaimana tidak? Acara bergengsi ini mengundang banyak donatur dan yayasan besar yang berlomba-lomba memberikan beasiswa untuk siswa yang ikut serta dalam lomba dan undian online yang memang diadakan.
Mesha menoleh ke sekitar, lambaian tangan Rey dari sudut sisi panggung menjadi fokusnya.
"Oma duduk di sini, ya? Sekarang By harus gabung sama temen-temen yang lain," cetus Mesha yang dibalas anggukan oleh Widura.
Mesha merapikan almamater hitam yang ia pakai, sedikit ada rasa bangga di sana. Mesha baru merasakannya sekarang, debaran sesungguhnya muncul dalam hitungan detik ketika matanya menangkap banyak peserta lomba yang terlihat jauh lebih semangat darinya.
Bu Cindy berdiri di samping Rey, menyambutnya dengan ucapan semangat.
"Kalian pasti bisa!" ungkapnya bangga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Twins Brother (Sudah Terbit)
Roman pour Adolescents[Sudah tamat] Bayi mungil yang diasuh keluarga Mafia. Hidupnya nyaris sempurna meski hanya dengan pelukan kedua kakak kembarnya. Bhymesha Auri Shenata ditakdirkan untuk mengejar kebahagiaan, cinta, harga diri, dan keluarga. Mesha berada di posisi s...