Twins Brother : 22

836 47 0
                                    

Rey membanting kemudi kembali ke jalan. Menghabiskan waktu bersama Mesha hampir seharian ini, membuatnya bersemangat kembali setelah dua tahun lalu ia lewati tanpa ada perasaan seindah ini.

Rey bahkan tersenyum sendiri sekarang. Dari pelupuk matanya, ia menangkap bayangan sesuatu. Bangku disampingnya ternyata tak kosong. Sebuah jaket terlipat ada di sana.

Rey meriah jaket itu dan tahu bahwa itu milik Mesha. Ia terdiam sejenak kemudian memutar balik kemudi mobilnya menuju komplek Mesha berniat mengembalikannya.

Sampai di depan gerbang, palang sialan itu tetap menghalangi. Terpaksa Rey turun dari mobil dan ternyata tak mendapati penjaga di sekitar pos. Kesempatan yang bagus untuk Rey menerobos masuk dan mengejar Mesha sebelum gadis itu lebih jauh.

Dari langkahnya yang panjang, sosok Mesha terlihat tak jauh darinya. Memegang jaket itu, Rey urung untuk berteriak, ia mengikuti Mesha diam-diam.

Langkah kaki mungil itu berhenti karena menabrak seseorang. Rey juga berhenti di tempat dengan napas tersenggal, "Apa dia nggak capek?"

Sebelum pertanyaan itu mendapat napas bebas, Rey harus kembali mengejar Mesha yang berlari lagi.

Lima ratus meter dari sana, barulah Mesha terlihat memperlambat langkah. Gadis itu membungkuk sambil memegang lutut mengatur napasnya. Ia berdiri tegak setelahnya dan merapikan tampilannya.

"Sha?"

Mesha terlonjak kaget ketika pundaknya tersentuh sebuah tangan. Bola matanya membulat melihat siapa yang berdiri di depannya.

"Rey?!"

Mesha mengamati sekitarnya, berharap tidak ada orang yang melihat Rey di sini.

"Lo ngapain di sini? Kok lo bisa–" Wajah Mesha berubah was-was.

Rey menyodorkan jaket di tangannya pada Mesha, "Gue cuma mau ngembaliin ini, tadi ketinggalan di mobil gue."

Mesha mengambil jaket itu dengan cepat, "Kan bisa lo bawain besok ke sekolah …"

Rey terkikik kecil menyadari kebodohannya. Ia menggaruk kepalanya yang tiba tiba gatal.

"Ya udah, makasih. Lo bisa pulang sekarang," usir Mesha setengah mendorong punggung Rey menjauh.

"Iya-iya, gue balik, daaah!" Rey melambai pada Mesha, matanya sempat menebar ke lingkungan di sekitarnya.

"Rumah yang cukup jauh dari rumah-rumah yang lainnya," pikir Rey.

Mesha melihat sosok Rey yang mulai menjauh dari sana. Ia bernapas lega sekarang. Tapi, apa tidak apa-apa kalau Rey tahu rumahnya? Rambut berantakannya tergerak saat Mesha menggeleng. Ia harus berpikir positif, toh Rey tak terlihat macam-macam.

Mesha membalikkan badan dan masuk ke dalam rumah melewati gerbang yang terbuka untuknya.

Halaman luas rumahnya sudah di depan mata.  Mobil Abangnya sudah terparkir rapi, semua orang pasti sudah ada di dalam. Termasuk Tuan dan Nyonya Shenata.

Apa yang akan ia katakan setelah ini? Apa yang harus ia lakukan nanti? Pertanyaan itu muncul dalam sekejap.

Mesha mengendap masuk. Langkahnya hampir tak bersuara.

"Cih! Tidak tahu aturan!"

Mesha berhenti melangkah, ia terkejut karena sebuah suara muncul begitu saja. Suara Rose yang menanti kepulangan Mesha dengan tangan terlipat di depan dada. Menatap gadis itu dengan pandangan remeh dan enggan.

Mesha segera memperbaiki posisinya yang mengendap seperti maling. Ia melihat lagi, wajah yang baginya sangat menakutkan dengan mulut yang selalu melempar kata-kata pedih untuknya.

"Nyonya?" Bola matanya membulat.

"Lama tidak bertemu, By. Sekalinya bertemu, ada saja ulah kamu … " Rose tersenyum rindu.

"Apa kamu tidak tahu kalau kami sudah duduk di dalam sana lebih dari 2 jam?! Menunggu kamu pulang, sampai semua orang menunda makan siangnya! Dan kamu enak-enakan pulang main sampai sore?! Tidak ada sopan-santunnya!" hardik Rose menunjuk-nunjuk ke arah Mesha.

Sepertinya Mesha salah mengambil keputusan untuk menghindar, justru ini yang ia dapat sekarang. Mesha tertunduk tak berani menatap sekarang. Ia menggigit bibir bawahnya kacau.

"Mama?" tegur Agler yang berlari kecil dari teras rumah. Ia menghampiri Mesha dan Mamanya.

Menyadari ada keributan, Agler menatap keduanya bergantian. Kepala Mesha tertunduk membuat Agler mempertanyakan suasana ini.

"By? By kenapa?"  tanyanya sambil memegang kedua bahu Mesha.

"Bawa masuk!" titah Rose cepat, tak mau melihat drama receh anak pungut itu.

Mesha ingin sekali menangis, tapi tidak bisa. Hanya dadanya yang membuncah dalam penyesalan sekarang.

"Kita masuk dulu, ya?" pinta Agler menuntun langkah Mesha masuk ke dalam rumah.

Di ruang keluarga, masih lengkap dengan Widura, Zack, dan Agam yang sudah sampai di rumah.

"By? Sudah pulang? Dari mana saja?" Widura berdiri melihat cucunya sudah pulang, berjalan masuk di belakang Rose yang memasang wajah jutek.

Widura membawa By duduk di sampingnya. Gadis itu masih menunduk. Ini benar-benar bukan seperti ini yang Mesha inginkan. Ia pikir, dengan tidak adanya ia di rumah, semua akan berjalan lebih cepat.

"By … baru selesai be–belajar kelompok, Oma," jawab Mesha terbata.

Rose memutar bola mata di tempat duduknya, "Hahh, alasan. Bilang saja kamu habis pacaran, pulang sore di antar cowok nggak jelas! Sudah besar ya pemikiran kamu! Keluar tanpa izin, membuat semua orang menunggu?!" Rose makin geram di sana.

Sementara Agam, kali ini diam. Biasanya, laki-laki itu yang banyak bicara. Tapi kenyataan kalau Mesha berbohong dan menutupi ini, tak bisa ia bantah. Agam hanya bisa melihat Mesha dengan  tatapan tak percaya.

"Rose, jaga bicara kamu. By baru saja pulang, sudahlah, apapun alasannya … kita semua berharap itu adalah kejujuran."

Mesha mendadak kaku. Jemarinya bergetar, hanya mendengar orang-orang di sana saling melempar argumen, Mesha ketakutan.

"Anak tidak tahu malu! Kita semua sudah sering bilang, jaga jarak kamu dengan mereka. Kamu paham kenapa kita semua melakukan itu? Emang dasarnya bukan keluarga Shenata! Masih baik kami mau menerima kamu di keluarga ini, kamu harusnya paham aturan di keluarga ini, By! Jangan ngelunjak!" Rose menyeringai puas.

"Rose, cukup!" Widura menatap tajam ke arah Rose. Bukannya mengalah, wanita itu justru menghela dengan sengaja.

"Maaf, Nyonya," cicit Mesha lirih.

"Ibu juga sih, kenapa harus menyekolahkan anak ini? Di sekolah umum lagi. Anak ini pasti merasa bebas. Bergaul sana-sini! Awas saja kalau dia sampai membawa nama keluarga." Zack menyesap rokoknya yang sudah hampir habis.

"Kalian tidak tahu By seperti apa, jadi jangan bicara seperti itu. Kalau kalian pulang hanya untuk hal ini, lebih baik kalian tidak usah pulang! Mau bagaimana pun juga, By adalah cucu Ibu," Widura tak tega melihat By yang sudah ketakutan setengah mati.

Tidak ada yang lebih menghancurkan dibandingkan dibicarakan buruk oleh orang terdekat kita.

Rose mencoba menekan emosinya, wanita itu kembali memberi senyuman hangat kepada Widura, "Iya Bu, iya. Lebih baik, sekarang Rose bantu masak buat makan malam, bagaimana?"

Melepas perdebatan itu, Widura merespon baik niat Rose. Wanita tua itu mengangkat tubuhnya dibantu Rose yang sudah berdiri, mereka berdua berjalan ke dapur bersama.

"By ganti baju dulu, ya? Abang anter ke kamar," Agler membantu Mesha berdiri. Gadis itu menatap sejenak ke arah Zack, kemudian mengangguk pamit.

Dan Agam baru saja selesai merenungi diri sendiri. Laki-laki itu mendapat tatapan kebapakan dari Zack. Melihatnya, Agam segera mendekat pada sang Papa dan duduk di sofa yang sama dengan Zack.

Temanggung, 10 Maret 2021
-Ara

Twins Brother (Sudah Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang