"Oh? Terima kasih, Nak."
Sandra tak salah ingat, kan? Wajahnya tak jauh berbeda dengan wanita yang membawa anaknya 16 tahun yang lalu.
"Sama-sama, Nyonya." Dengan perasaan campur aduknya, Sandra mencoba setenang mungkin. Ia tak boleh terlihat mencurigakan sebelum ia mendapat kepastiannya.
"Saya permisi," Widura kembali berjalan melewati Sandra.
Tidak. Rencananya Sandra harus dimulai sekarang. Kalau benar wanita ini adalah wanita 16 tahun yang lalu itu, maka kemungkinan anaknya memang ada di sini, dekat. "Sudah dekat, Sandra. Sedikit lagi," batin Sandra menyemangati diri sendiri.
"Maaf, Nyonya? Sepertinya belanjaan Nyonya terlalu banyak, bisa saya bantu untuk membawanya," Sandra menawarkan diri.
Widura berhenti untuk menoleh ke arahnya. "Tidak perlu, Nak. Terima kasih, rumah saya sudah dekat."
"Ah? Begitukah? Baiklah, panggil saya jika Nyonya memerlukan bantuan. Rumah saya di sini, atau Nyonya mau mampir?" Sandra bahkan tak pernah sesemangat ini.
"Tidak perlu, Nak. Terima kasih," Widura melanjutkan langkahnya.
🍁🍁🍁
Pagi yang senyap dan tenang, Mesha keluar dari kamarnya mencoba melakukan apa yang dikatakan Agler semalam. Ia harus bersikap baik, dan atas kesalahpahaman itu, Mesha akan minta maaf pagi ini.
Seragam abu-abunya sudah rapi, ia turun dari tangga dan menemukan lantai satu yang sepi. Gadis itu berjalan menuju ruang makan, sepanjang langkahnya, ia tak mendengar gaduh lain selain ketenangan.
Bunyi gelas berdenting dengan meja. Agam duduk di meja makan dengan sudah tertatanya sarapan pagi ini.
Mesha menarik napas dan mendekati Agam yang belum menyadari kedatangannya.
"Abang?"
Agam menoleh, laki-laki itu tersenyum singkat dan meminta Mesha duduk di sampingnya. "Pagi, By."
Mesha duduk dengan patuh sambil terus berharap Agam sudah tak marah padanya. "Maafin By, ya?"
Agam memfokuskan pandangannya pada Mesha. Gadis itu dibuat panik karena Agam belum mengangguk ataupun bahkan menggeleng.
"Lain kali, By nggak akan bohong sama Abang, dan cerita kalau ada masalah. Maafin By," Mesha menunduk, memberikan kesan penyesalan atas perbuatannya.
"Terus?" Agam belum puas.
"Terus … apa?" Mesha menggaruk kepalanya yang tak gatal.
"Terus mana pelukan buat Abang?" Agam merentangkan tangannya, bersiap menyambut pelukan dari Mesha. Gadis itu menerbitkan senyumannya dan memeluk Agam.
"Udah baikan, nih?" Agler bergabung di meja, menyindir Agam dan Mesha yang sudah sama-sama tersenyum.
Widura datang dari arah ruang tamu, dan membuka sarapan pagi ini. "Syukurlah semua sudah ada di meja makan, mari sarapan."
Mesha membalik piringnya dengan perasaan menggantung. "Mama sama Papa Abang 'kan belum turun, Oma?"
Widura menghentikan aktivitasnya. "Mereka sudah pulang semalam,"
Mesha terkejut. Apa mereka semarah itu padanya? Ah, sepertinya akan tambah rumit membangun sikap baik pada mereka.
"Bukan karena By, kok. Mereka pulang karena ada pekerjaan yang mendadak. Jadi jangan berpikir yang aneh-aneh,"
Mesha menoleh pada Agler yang melegakan perasaannya. Gadis itu tersenyum dan kembali semangat memulai harinya.
🍁🍁🍁

KAMU SEDANG MEMBACA
Twins Brother (Sudah Terbit)
Teen Fiction[Sudah tamat] Bayi mungil yang diasuh keluarga Mafia. Hidupnya nyaris sempurna meski hanya dengan pelukan kedua kakak kembarnya. Bhymesha Auri Shenata ditakdirkan untuk mengejar kebahagiaan, cinta, harga diri, dan keluarga. Mesha berada di posisi s...