Gadis berambut panjang yang tengah merebahkan diri di atas ranjangnya, tampak hanya guling-guling tak jelas. Mesha tak bisa tidur malam ini. Sudah biasa sebenarnya, terlebih saat-saat tidak ada Agam dan Agler di rumah itu.
Sejak kecil, Mesha memang tak pernah bisa lepas dari kakak kembarnya. Dan tiap kali seperti ini, ia hanya bisa menenangkan diri dengan memutar memori masa kecilnya yang sangat indah. Jauh dari yang dibayangkan, mengingat Mesha bukan bagian keluarga itu secara kandung.
Mesha ingat, ketika Agam belajar dengan buruk untuk naik motor bertahun-tahun yang lalu.
Begitu lucu sampai Agler harus turun dan meminta Agam duduk di belakang dengan Mesha di tengah. Mengelilingi halaman belakang rumah yang cukup luas untuk melakukan hal itu.
Mesha merasa tenang sekarang. Setidaknya, wajah Agam dan Agler di masa itu, bisa membantunya menahan rindu sampai besok.
Ah! Gara-gara memikirkan belajar motor itu, Mesha juga teringat pada form pendaftaran lombanya. Dengan malas, Mesha turun dari ranjang dan merogoh ransel sekolahnya.
Ia mencari selembar kertas dan mengangkatnya ke udara setelah menemukannya, kertas dengan banyak kolom di atasnya.
Mesha duduk setelah menyalakan lampu belajarnya. Ia meraih pulpen dan mulai mengisi kotak-kotak kosong itu.
Nama lengkap…
Tempat, tanggal lahir…
Alamat…
Kelengkapan data pribadi…
Sampai gerakannya tertahan di sebuah kolom data orang tua peserta. Kolom yang seumur hidupnya tak pernah ia isi. Ia lewati begitu saja dan menuju halaman wali siswa.
Mesha mendengus sejenak dan membuang napasnya perlahan. Dengan senyum yang diulas sebisa mungkin, ia menulis nama Oma kesayangannya. Dengan penuh rasa dan cita. Sampai ia kembali mendesah kecil.
"Ahh, kenapa malas sekali?" monolog Mesha pada kalimat perizinan di depan matanya.
Besok ia tinggal meminta tanda tangan Widura, dan ini akan berjalan seperti biasa.
🍁🍁🍁
Paginya di meja makan yang sama, dua perempuan itu bertemu lagi untuk sarapan.
Wanita tua yang tampak sudah selesai menghabiskan rotinya, memegang sebuah kertas.
"Kamu yakin tidak mau ikut?" tanya Widura dengan pandangan sayu.
Wajah keriputnya akan memanipulasi garis tegas di rahang bawahnya. Dan dengan wajah itu pula, akan menipu bagaimana Widura melangkah.
Mesha berdehem sejenak dan mengangguk. Untuk apa juga Omanya menanyakan hal yang sama setelah tahu jawabannya, tidak?
"Sekali-kali ikutlah, By. Abang kamu pasti seneng, apalagi Oma," bujuk Widura dengan penuh penekanan.
Tapi Mesha memang keras kepala. Ia kembali menggeleng.
"Abang pasti ngerti kenapa By nolak, Oma juga paham, kan?" Mesha membela dirinya sendiri.
Keputusan memang selalu diserahkan pada gadis itu, demi membuat cucunya nyaman, Widura hanya membalas dengan anggukan maklum.
"Abang jadi pulang hari ini kan, Oma?" celetuk Mesha sambil melahap rotinya.
Mata bulatnya menatap Widura yang segera mengangkat senyuman, terlebih ia sangat senang ketika Widura akhirnya mengangguk.
Mesha mendadak bersemangat, ia berdiri dan menenggak habis susunya. Ia memasukkan kertas itu ke dalam ranselnya dan menyalami Widura dengan cepat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Twins Brother (Sudah Terbit)
Roman pour Adolescents[Sudah tamat] Bayi mungil yang diasuh keluarga Mafia. Hidupnya nyaris sempurna meski hanya dengan pelukan kedua kakak kembarnya. Bhymesha Auri Shenata ditakdirkan untuk mengejar kebahagiaan, cinta, harga diri, dan keluarga. Mesha berada di posisi s...