Twins Brother : 29

774 44 0
                                    

Rey keluar dari pintu rumah Mesha setelah memberi penjelasan. Widura telah menyampaikan apa yang ia dengar kepada sekolah.

Masalah mereka berakhir dengan cepat, kecuali luka membiru Rey yang sepertinya masih terlalu sakit.

"Sorry, Rey … " cicit Mesha yang berjalan di samping Rey mengantar laki-laki itu keluar.

"Ngapain lo minta maaf? Lo nggak salah," tolak Rey sambil tersenyum menahan rasa ngilunya.

"Ih, lo lebam kayak gini gara-gara gue, maafin Abang gue, ya?" Mesha berhenti berjalan. Itu juga memaksa Rey menaruh pandangan penuh pada Mesha.

"Hahha … nggak papa. Tapi gue salut sama Abang lo, dia bener-bener jagain lo, ya?" cetus Rey mengalihkan perhatian.

"Emm!" Mesha mengangguk kecil, tapi memikirkan dampak dari kejadian ini, Mesha yakin, kalau peraturan untuknya akan semakin ketat.

"Rey?" panggil Mesha setelah beberapa saat terdiam. Rey mengangkat sebelah alisnya dengan tatapa bertanya.

"Gue minta sama lo, jangan terlalu deket sama gue."

Rey terpaku di tempat. Sebentar, ia tak paham maksud Mesha. Laki-laki yang tak membawa mobilnya itu, tertawa kecil karena merasa ucapan Mesha terlalu umum.  "Bentar, maksud lo?"

Gadis yang hanya setinggi dada Rey itu membuang napasnya dengan kasar, "Kita ketemu waktu lomba. Lo bisa pulang sekarang …"

Mesha membalikkan badan, meninggalkan Rey yang semakin tak mengerti. "Apa?"

Baru beberapa langkah, gadis itu kembali menoleh pada Rey, menegaskan maksud perkataannya. "Sorry buat hari ini."

Kalimat itulah yang menyadarkan Rey dalam sekejap. Meski belum bisa diterima akalnya, tapi Rey tahu, Mesha hanya mencoba menjernihkan beberapa masalah yang mereka hadapi belakangan ini.

Seorang pria berjas hitam mendekati Rey, mengatakan padanya bahwa Rey harus segera pergi dari sana.

🍁🍁🍁

Kediaman Hanzel,

"Uhuk! Uhuk!" Riana terbatuk karena dadanya tiba-tiba sesak. Wajahnya memucat saat ia mencoba meraih gelas di atas meja makan.

Wanita berpakaian putih rapi dengan topi susternya, segera mendekat membantu Riana untuk duduk dan minum.

"Nyonya? Kita harus segera ke dokter," ucapnya dengan nada khawatir.

Riana menggeleng, ia menahan rasa pusing di kepalanya sambil tetap tersenyum menanggapi perawat pribadinya.

"Tapi ini semakin parah, Nyonya. Kalau sampai Tuan tahu, saya yang akan dihukum. Nyonya tidak mungkin terus menutupi hal ini dari Tuan," kilah si perawat yang selama ini membantu Riana menyembunyikan penyakitnya dari Mark.

"Waktuku tidak akan lama lagi, biarkan Mark merasa senang sebelum nanti ia akan menangisiku. Jangan buat dia khawatir, kau hanya perlu menurutiku, Lana," ujar Riana, suaranya serak sejak semalam.

Lana, perawat pribadi Riana itu amat khawatir melihat kondisi majikannya yang selama beberapa bulan terakhir ini, kondisinya menurun.

Sejak pengangkatan rahim 15 tahun yang lalu, semua orang tahu bahwa selama ini Riana punya penyakit kanker rahim. Dugaan setelah pengangkatan rahim itu akan kembali normal ternyata salah, Riana memang membaik dalam beberapa tahun setelahnya. Tapi tidak dengan sekarang.

Awal pernikahan Mark dan dirinya sempat diwarnai kekhawatiran. Saat dokter menyatakan bahwa Riana memiliki kelainan pada rahimnya yang belum bisa terdeteksi dengan jelas.

Pada akhirnya, Riana dinyatakan mengidap penyakit kanker yang mengharuskan ia menerima kenyataan bahwa operasi pengangkatan rahim perlu dilakukan. Hari itu, membuat Mark hancur dan sempat meninggalkan Riana dalam tangis yang sama. Saat-saat yang paling sulit dalam pernikahan awal mereka.

Tapi Mark sadar, bahwa hanya Riana yang mampu membuatnya bangkit selama masa jatuhnya. Mark memilih tinggal dan menjalani hidup bersama Riana yang tak sempurna.

Namun beberapa tahun ini, Riana menyadari ada yang salah dengannya. Penyakit bawaan yang kini membuat Riana semakin terlihat drop.

"Nyonya bisa berkonsultasi dengan dokter ahli jika Tuan mengetahui ini, Nyonya. Tuan pasti akan membantu Nyonya untuk sembuh," tangkas Lana menyemangati Riana yang hampir kehabisan semangat hidup.

"Kau tidak perlu mengatakan hal yang tidak mungkin terjadi seperti itu, Lana. Kau sendiri pun tahu, kalau aku tak bisa sembuh dan hanya memiliki beberapa waktu terakhir untuk hidup," sanggah Riana masih dengan tersenyum.

Ia menertawai dirinya yang selalu menggantungkan diri pada Mark. Riana tahu, kesuksesan Mark itu tidak mudah digapai, Riana yang menemani Mark ketika pria itu masih menjadi seorang ajudan sebuah keluarga kaya.

Menemukan batangan emas dan limpahan berlian, saat Mark berhasil menduduki peran penting di posisinya. Apa yang dilakukan Mark dulu, adalah salah satu usaha besar yang membuat pria itu berkedudukan tinggi dan berani menikahi dirinya.

Dan saat inilah, masa keemasan itu. Riana tak bisa hadir dengan penyakitnya sebagai halang kebahagiaan Mark. Terlebih, keputusannya untuk di madu, membuat Riana yakin, Mark bisa bahagia tanpa perlu ada dirinya.

🍁🍁🍁

Sandra berjalan cepat di pinggir jalan di dalam komplek perumahan Siam Indah. Langkahnya sangat yakin, tapi gemuruh di dalam dadanya membuat Sandra berpeluh risau.

Ia akan mendatangi rumah keluarga yang kemungkinan besar adalah keluarga anaknya.

Kedatangannya disambut oleh beberapa pria berpakaian hitam yang menyuruhnya menunggu di luar gerbang. Sandra amat sadar, tapi rasanya seperti mimpi. Selangkah lagi, tujuan hidupnya akan terwujud.

"Silakan masuk, Nyonya," deham salah satu pria berjas hitam di sana.

Sandra mengangguk, ia memastikan dirinya tak dicurigai sebagai orang yang membawa misi khusus.

Pelataran luas yang hijau di halaman depan. Sandra dapat melihat sosok Widura yang selalu terlihat penuh kedamaian hanya dengan melihat banyaknya pot yang berjajar rapi di depan sana.

Masuknya ia ke teras rumah, Sandra semakin gugup. Terlebih seorang wanita berpakaian seragam ART menyambutnya dan meminta Sandra duduk sambil menunggu tuan rumah mereka turun.

Sandra merekahkan senyuman, ia duduk di salah satu bangku sambil mengatur napasnya agar bisa lebih tenang.

Tak lama, pintu rumah terbuka kembali dan menampilkan sosok Widura yang menyapanya.

"Selamat pagi Nak Sandra?" sapa Widura.

Sandra berdiri dari duduknya, membungkuk sejenak dan tersenyum membalas sapaan Widura. "Selamat pagi Nyonya, maaf telah membuat pagimu terganggu."

Widura terkekeh melihat kesopanan Sandra, "Tidak apa, kebetulan ini jamnya saya memandikan anak-anak … hahahaha"

Sandra ikut tertawa, ia diarahkan langsung ke kebun di tengah halaman luas rumah Widura, memperlihatkan banyaknya tanaman yang tersusun rapi di sana.

"Wah! Nyonya benar-benar pandai merawat tanaman-tanaman ini, sepertinya saya memang harus belajar banyak dari Nyonya!" puji Sandra sembari memegang dedaunan yang lebat dari tanaman itu.

"Tentu, saya mempelajari ilmu ini langsung dari pakarnya. Ah, besok mereka datang untuk meninjau, kalau Nak Sandra senggang, besok bisa kemari lagi. Siapa tahu, Nak Sandra butuh jasa mereka?" gurau Widura, ia tak pernah menemukan orang yang bisa ia ajak bicara senyaman ini.

"Promosi, Nyonya … hahahahahaha!" Sandra melucu senang. Ini akan menjadi awal yang baik untuknya.

"Hahahah … Nak Sandra bisa aja!" Mereka larut dalam guyonan.

"Oma! By berangkat, yah!"

Temanggung, 12 Maret 2021
-Ara

Twins Brother (Sudah Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang