Agam terdiam sebentar mendengar bantahan Mesha.
"Nggak papa, By. Sekali-kali By ikut lomba. Biar pinternya By ini jadi lebih berguna. Iya kan Bang Agler?" imbuh Agam sembari mengerling dengan senyum tipis.
Agler yang masih fokus pada setir pun mengangguk dengan senyumannya.
Agam meminta Mesha untuk mendekat, gadis dengan raut wajahnya yang sedikit kesal itu menuruti permintaan Agam.
Agam mengusap lembut pipi Mesha. "Abang temenin, gimana?" tawar Agam.
"Iya, besok Abang anter By ke tempat lomba dan nungguin By di sana. Gimana?" hibur Agler yang paham dengan posisi dan keadaan Mesha yang selalu menolak bersentuhan dengan umum.
"Tapi nanti … "
"Nggak akan ada pertanyaan siapa nama Mama By, siapa nama Papa By, siapa orang tua By, siapa By sebenarnya. Percaya sama Abang, nggak akan ada, By," sanggah Agam dengan memberi keyakinan pada Mesha.
Mesha menunduk sejenak. Sesaat, Mesha mendapatkan secercah semangat. Ia membuang napas dengan cepat.
"Iya, deh. Tapi Abang harus janji temenin By sampe selesai!" kelit Mesha
Agam mengangguk sementara Agler tertawa kecil.
"Iya, sayang… "Tidak sadar, rumah di ujung jalan yang jauh dari keramaian itu sudah di depan mata. Mereka sudah sampai.
Mereka turun bersama setelah mobil terparkir di halaman rumah. Dinding dominan putih itu terlihat megah di sore yang menjamahnya.
Beberapa pria berjas hitam tampak seminim mungkin terlihat menonjol mengawasi rumah itu, lebih tepatnya menjaga rumah itu dengan pengawalan ketat. Mengingat ini adalah ikon kota besar yang bisa saja selalu menjadi sorotan media, terlebih lagi, anggota negaranya memang tinggal di komplek ini.
Sedangkan Mesha yang masih kesal, ketika sang Oma menyambut kepulangan semua cucunya, ia hanya menampilkan wajah datar dengan ekspresi yang mudah ditebak oleh ketiga orang yang mengajaknya makan.
Bukan biasa Mesha menolak, tapi ia memang sedang tidak ada nafsu makan sejak tadi pagi. Dan itu membuat ketiga orang di rumah itu menjadi khawatir.
"By? Nak? Sayang," panggil Widura dari balik pintu, setelah mengetuknya beberapa kali.
Mesha yang baru saja selesai mandi, hanya menatap pintu itu dari dalam kamar dengan sedikit kecewa.
"Oma masuk, ya?"
Lucunya, di depan pintu kamar sudah berdiri Agam dan Agler yang turut serta menunggu jawaban Mesha.
Dengan sedikit berbisik, Agam mendesak Widura untuk segera masuk. "Oma masuk saja, ayo, Oma!"
Widura menepis tangan Agam yang mendorong-dorong pundaknya dengan kesan memintanya tenang. Agler pun menepuk punggung Agam dan turut memintanya untuk tenang.
Decitan pintu terbuka tak membuat Mesha yang duduk di sofa putihnya untuk menoleh. Sementara Widura segera menutup pintu kembali. Tak membiarkan Agam dan Agler yang menunggu di luar untuk tahu pembicaraannya dengan Mesha.
"By?" panggil Widura.
Kali ini Mesha berbalik, menatap Omanya dengan kedipan mata bertempo lambat.
Widura sadar cucunya itu kesal dengan dirinya. Maka dari itu, setelah ia duduk di ranjang merah jambu Mesha, wanita tua itu meminta Mesha mendekat padanya.
Kakinya yang terbalut short pen biru tua, bergerak malas mendekati ranjang. Mesha menata duduknya dengan nyaman.
Widura memberi senyuman terlembut, mengambil jemari Mesha dan mengusapnya dengan sama lembut.
Mesha sedikit tersentuh kali ini, sampai tak berani menatap sang Oma seperti sebelumnya. Widura mengambil ruang di pelupuk mata Mesha, menyalurkan rasa kasihnya lewat usapan-usapan itu.
"Oma tidak akan pernah memaksa kamu, itu semua agar kamu nyaman, By," tutur Widura yang berhasil membuat Mesha angkat kepala.
"Tapi, sekali-kali keluar dari zona nyaman itulah yang kamu butuhkan saat ini. Bahkan mungkin seharusnya sejak dulu?" ungkapnya dengan nada berbeda.
"Gini, Oma tidak mau kamu salah paham. Ini juga semua salah Oma dari awal. Tapi kamu tahu kenapa Oma melakukan ini sama kamu," Tangan Widura meraih rambut Mesha yang sedikit basah, membelainya dalam balutan senyum tipis di wajahnya.
"Tapi menyekolahkan kamu di sekolah umum, adalah hal tepat yang pernah Oma pilih. Hanya saja Oma yang terlalu sibuk, untuk memikirkan bagaimana cucu Oma ini menjalani kegiatan sekolahnya dengan status rumit ini," ujar Widura dengan bijak.
Mesha merasa dadanya lebih ringan sekarang, entahlah, mungkin mendengar Omanya ini berbicara adalah alasannya. Semua kosakata yang terlontar seolah memberi cahaya di setiap gelap mata Mesha pada dunia.
"Tapi Oma yakin, kamu bisa melewati ini dengan mudah. Oma akan selalu melindungi kamu dari sudut manapun, bahkan sampai lomba ini usai. Oma hanya ingin, memperjelas posisi kamu di sekolah sebagai gadis biasa tanpa ada siapapun yang curiga kalau kamu adalah bagian keluarga ini. Kamu paham, By?" Paparan itu menenangkan Mesha yang gelisah karena lomba yang akan ia ikuti ini.
Menatap manik Widura yang gelap dan menghanyutkan, akhirnya Mesha mengangguk kecil. Meski masih ragu dan enggan.
"Ayo, bilang sama Oma kalau kamu memaafkan Oma," pinta Widura sembari memegang dagu Mesha meminta wajah menggemaskan itu kembali tersenyum.
Melihat Omanya yang begitu yakin padanya, Mesha mengangkat senyuman pada Widura dengan anggukan yang kini, jelas.
"Iya, By maafin Oma!" tegas Mesha sambil memeluk Widura cepat.
🍁🍁🍁
Rey Alvarendra Buana, masih tak percaya dengan apa yang ia lihat. Buku biologi di mejanya sudah 15 menit tak tersentuh kembali, karena pikiran Rey masih mengawang, menebak siapa orang yang ia curigai sebagai anggota keluarga Shenata.
Sampai sebuah ketukan pintu terdengar dari luar, Rey menoleh sejenak, mengamati bayangan hitam yang masuk lewat celah pintu.
"Mama sama Papa akan menemui Om Hanzel, kamu di rumah, yah," Suara Nyonya Buana terhalang sisi pintu.
Rey yang enggan membuka pintu pun hanya menyahut, mengiyakan penuturan Mamanya.
Tunggu, sebuah ide terbesit di kepala Rey Alvarendra. Ia meraih dengan cepat hoodie putihnya dan tergesa menyusul Mamanya.
"Mah!" teriak Rey dari atas tangga.
Wanita pertengahan 40 tahun itu menghentikan langkahnya. Ia menemui pandangan mata anak semata wayangnya yang kini turun dari lantai dua.
"Ada apa?" tanyanya ketika Rey sampai di tempat.
Pewaris tunggal keluarga Buana itu menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
"Alva ikut ya, Ma?"
Temanggung, 25 Februari 2021
-Ara
KAMU SEDANG MEMBACA
Twins Brother (Sudah Terbit)
Novela Juvenil[Sudah tamat] Bayi mungil yang diasuh keluarga Mafia. Hidupnya nyaris sempurna meski hanya dengan pelukan kedua kakak kembarnya. Bhymesha Auri Shenata ditakdirkan untuk mengejar kebahagiaan, cinta, harga diri, dan keluarga. Mesha berada di posisi s...