‘Maafkan aku A-Herman, bukan aku sengaja untuk tidak membalas pesanmu, aku hanya ingin kamu memberikan kebahagian untuk keluargamu, mungkin ini kesempatan kamu untuk menunjukan kepada mereka, bahwa kamu menyayangi mereka.’ batinku.
Langkah yang kuambil selama ini memang salah, telah mencintai laki-laki yang sudah dimiliki oleh wanita lain. Bahkan aku berharap wanita yang telah memilikimu bersedia menerimaku sebagai madunya.
Perasaanku ini tidak dapat aku aku bohongi, bahkan sudah kucoba berkali-kali untuk mengakhiri rasa ini kepadamu, tetap saja aku tak mampu untuk melakukannya.
A-Herman, kenapa dirimu hadir disaat aku sedang mencari seseorang untuk mengisi hari-hariku. Kenapa bukan laki-laki lain yang masih sendiri, yang datang memberikan segenggam kenyamanan untukku?
Namun, salahkah jika aku meminta pada istrimu, agar dia dapat berbagi kasih untukku, bersama menggapai ridho-Nya? tidak salah bukan, jika aku mengharapkan darimu sebuah kasih sayang seperti yang engkau berikan pada istrimu?
Lamunanku semakin dalam, ketika mataku mulai terpejam sambil menikmati alunan musik sendu yang sering kudengarkan, ketika aku sedang jatuh cinta.“Hai…!” sapa suara perempuan dari arah belakang, sambil menepuk punggungku.
Seseorang yang suaranya sudah tidak asing lagi di telingaku, telah mengkagetkan lamunanku disaat mata ini mulai terpejam.
“Pagi-pagi sudah tidur aja, habis begadang yah, semalam?” tanya Della padaku.
Duh si Della, kenapa dia membangunkan lamunanku, sih. Huhuhu. Mungkin Dia mengira aku sedang tidur kali, sebab posisi dudukku di kursi, dengan kedua kaki diselonjorkan kedepan, dan punggungku posisinya sedikit agak kurebahkan kebelakang.
“Iih, Della…Elu bikin kaget gue aja. Lagi enak-enaknya dengerin lagu Rossa, malah dibangunkan.” hardikku pada Della, sambil menepuk balik pinggangnya yang aduhai.Hahaha.
“Hahaha, ada yang lagi mikirin seseorang nih sepertinya,kangen ya, ditinggal pergi ke Luar Negeri.” ledek Della,tertawa lepas sambil memeluk pundakku dari belakang.
Della memang sudah mengetahui sebelumnya, kalau minggu lalu aku menolak ajakan A-Herman, malah itu semua masukan dari Della padaku, untuk menolak tawarannya A-Herman.
“Kangen sih enggak, cuma gue lagi berkhayal aja tentang A-Herman. Coba seandainya aku bertemu dengan Dia, ketika dia masih sendiri, mungkin aku akan memiliki sepuasnya. Namun sayang,Dell, Aku baru mengenalnya ketika dia sudah memiliki wanita lain.” kilahku pada Della.
“Yeeh…, kalau elu ketemu dia sat sama-sama masih lajang dan seumuran sama dia, berarti elu kaga ketemu gue dong sekarang. Iya, gak?”jawab Della, sambil mencolek daguku.
“ Iya juga sih.”jawabku, sambil tersenyum.
“oh ya, bukannya elu ada rencana, mau bicara langsung sama istri mas Herman, Al?” tanya Della.
Aku tidak menjawab pertanyaan Della, hanya hembusan nafas panjang yang aku keluarkan dari mulutku, sesekali kugenggam erat kedua jari jemari Della, pertanda aku membutuhkan support dari dia dalam menghadapi situasi seperti ini.
“Entahlah, Dell, aku sendiri sebenarnya tidak ingin di anggap seperti wanita murahan oleh istrinya.”lirihku.
“Nah, itu dia Al, gue khawatir istrinya akan menganggap elu, seperti itu.” sahut Della.
“Akupun tidak ingin terlalu dini, Dell, dalam mengambil langkah untuk menggapai sebuah harapan yang masih ilusi. Apalagi dari mulut A-Herman pun, belum ada perkataan apapun terkait hubungan yang belum jelas ini dan mau dibawa ke arah mana nantinya .” jawabku, dengan suara lirih.
Sesekali, kuteguk kopi hitam dalam tumbler warna pink kesayanganku, yang sudah kubawa dari rumah. Setiap seteguk kopi yang kuminum, membuat pikiran ini menjadi rileks.
‘Jujur ku akui, sebenarnya aku sedikit menyesal kenapa kemarin tidak mengiakan ajakannya. Sementara di sisi lain, ada wanita yang lebih pantas dariku untuk mendampinginya.’ batinku
“Kalau saran dari gue sih, Al, elu tanya dulu kejelasan hubungan elu sama dia, sebelum akhirnya elu kecewa. Jangan sampai energi, tenaga dan pikiran elu, terbuang sia-sia untuk orang yang belum pasti bisa elu miliki selamanya. Walaupun untuk urusan hati dan rasa, hanya elu yang dapat merasakan dan menjalaninya, tapi setidaknya elu harus persiapkan baik buruknya yang akan terjadi dikemudian hari.” ucap Della, memberikan empati terhadapku.
“Iya, Dell. terimakasih atas sarannya.Itu sudah gue rencanakan Dell, suatu saat nanti akan gue bicarakan sama dia tentang hal ini, termasuk rencana gue untuk berterus terang dan bicara baik-baik dengan Istrinya.” jawabku.“Ya sudah kalau begitu, apapun keputusan yang lu ambil, gue tetap akan support. Oh,ya, gue sarapan dulu ya, Al, elu udah sarapan belum?” tanya Della, sambil berlalu menuju meja kerjanya yang tidak jauh dari tempatku.
“Gue sudah sarapan tadi sebelum beramgkat ke kantor. Iya sudah kalau begitu,selamat sarapan pagi, Della…” ucapku.
Akupun langsung menyalakan monitor dan CPU Komputer, sebab ada laporan yang harus di siapkan untuk meeting sore nanti.
‘Sebelum aku berbicara, serius dengan A-Herman ataupun Istrinya, aku ingin meminta restu Ayah dan Ibu dulu, jika suatu saat nanti A-Herman ataupun Istrinya menyetujui keinginanku untuk menjadi bagian dari kehidupan mereka.’
‘Tidak ada sesuatu yang tak mungkin, jika memang ini adalah jalan takdir yang harus aku lalui, akupun harus siap dengan segala risiko yang akan terjadi suatu saat nanti.’ gumamku
Salahkah Aku, jika masih tetap menyimpan segudang harapan, dari A-Herman?
KAMU SEDANG MEMBACA
KHILAF ( Di KBM App. Tamat bab 50)
RomanceTidak ada wanita yang ingin di khianati oleh pasangannya, ketika kesetiaannya yang sudah di bangun lama, ternoda oleh satu titik luka, yang membekas di hatinya. Jika berpisah adalah jalan untuk mengobati luka itu, sepertinya Rahma siap menjalaninya...