Teruslah Berbohong untukku, mas

1.9K 109 2
                                    

                             

'Sepandai-pandainya menyimpan bangkai, suatu saat akan tercium juga’ 

Pribahasa itu yang mungkin saat ini tepat untuk Herman, yang diam-diam sudah membuat luka hati istrinya.

Sepandai-pandainya Herman menutupi kedekatannya dengan Alya, lambat laun akan tercium oleh Rahma sebagai istrinya.

Walaupun sudah beberapa kali Rahma menemukan bukti, tapi tetap saja Herman tidak mengakuinya jika apa yang di llakukan itu telah melukai hati istrinya. Masih saja dia mengelak jika ditanya tentang perempuan itu.

Seperti kejadian saat tiba di Bandara Changi, Herman langsung menerima telepon dari  seseorang, dan pada saat menerima panggilan tersebut dia langsung mundur beberapa meter dari posisi duduk Rahma dan kedua anaknya.

“Mau kemana, Mas,? tanyaku, ketika Mas herman hendak meletakan tas koper di atas bangku dan hendak beranjak dari tempat duduknya.

“Sebentar, ya, Dek, Mas terima telepon dulu.” mas Herman, pamit padaku untuk menerima panggilan telepon.

“Jangan jauh-jauh, Mas, gak ada yang jagain barang-barangnya.” pesanku sama mas Herman.

“Iya.”jawabnya . 

Lalu mas herman berbicara pada anakku yang besar, sambil mengusap rambutnya.

“Abang, tolong jagain dulu, ya, tas kopernya. Jangan kemana-mana, duduk di sini saja.”ucap mas Herman.

Tas gendong yang di pangkunya, lalu di letakan di atas kursi. Kemudian dia berdiri, dengan posisi tangan kiri memegang handpone yang sedang ia dekatkan ke telingannya. 

Sedikit demi sedikit, posisi berdiri mas Herman mulai bergeser menjauh dari kami bertiga. Namun tetap masih terliaht olehku.

Dari tempat aku duduk, terlihat wajah mas Herman menampakan kebahagiaan, saat berbicara dengan si penelpon. Mas Herman terlihat tersenyum sendiri. Sesekali melambaikan tangannya ke arah anakku. 

Beberapa kali mas Herman membalikan badannya, dengan posisi membelakangiku saat berbicara denga si penelepon tersebut.

“Bun, Ayah kok lama terima teleponnya,nanti kita ketinggalan bus, bagaimana.?” tanya anakku yang besar.

Mungkin Dia agak kesal, di suruh jagain tas Ayahnya. Biasanya kalau di Bandara Changi, anakku yang besar ini, selalu penasaran ke tempat krain air yang siap minum. 

Di Changi disediakan Air mineral gratis langsung dari kran,  jadi dia suka iseng mengisi botol-botol kosong tempat minumnya.

Sementara anakku yang kecil, dari tadi tak lepas dari pangkuanku. Padahal dia inginnya turun dari gendongan, hanya saja aku tidak mengikuti kemauannya.

Setelah kurang lebih sepuluh menit mas Herman menerima panggilan tersebut, ia pun kembali ke tempat duduknya, sambil memindahkan tas koper yang ada di kursi.

“Telepon dari siapa, Mas?tanyaku penasaran.            

“I-itu, teman di kantor, dia kan enggak ikutan, terus tanya sudah sampai mana sekelian minta oleh-oleh nanti. Biasalah kalau anak-anak kantor, selalu minta di bawakan sesuatu.” jawab mas Herman.

KHILAF ( Di KBM App. Tamat bab 50)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang