Mungkin ini semua salahku terlalu mempercayainya, sampai akhirnya aku sendiri yang merasakan ini semua. Aku memang selama ini tidak pernah membantah atau menuntut apapun pada mas Herman.
Setiap yang ia ucapkan padaku, pasti aku mengiakannya dan percaya begitu saja.
Besok aku harus menceritakan sama mamah mertuaku, agar beliau pun tahu seperti apa sekarang kelakuan mas Herman terhadapku dan anak-anak.
Kenapa aku harus menghubungi mamah mertuaku? Sebab, mas Herman sangat manut sekali sama mamah nya. Apa yang di katakan mamahnya selalu di dengar dan di jalankannya. Apalagi mamah mertuaku sayang sama kedua cucunya dan mantunya (Aku). Dia pasti akan membantuku untuk berbicara langsung dengan mas Herman tentang hal ini.
****
Baru saja aku mau masuk ke dalam kamar, terdengar di luar suara pintu gerbang di buka. Akupun mencoba untuk mengintipnya dari balik gorden jendela kaca, ruang tamu. Sebab, takutnya ada orang yang masuk. Syukur- syukur itu adalah mas Herman.
Tapi …. Apa iya itu mas Herman? Masa baru keluar rumah sudah pulang lagi?’ gumamku.
Baru saja aku buka sedikit gordennya, terlihat motor mas Herman sudah parkir di samping mobil. Sedangkan mas Herman terlihat sedang mengunci gembok pintu garasi.
‘Tumben sekali mas Herman belum lima belas menit, sudah kembali ke rumah. Apa dia mau melanjutkan pembicaraan yang tadi belum sempat dia jawab? Jika benar begitu, berarti bagus, agar semuanya dapat terselesaikan malam ini.’ gumamku.
Setelah tahu yang datang siapa, akupun langsung duduk di kursi sofa menunggu mas Herman masuk ke dalam rumah, sambil ku nyalakan kembali televisi yang sebelumnya sudah mati. Terdengar suara gagang pintu rumah sedang di buka oleh mas Herman.
“Assalamualaikum,”ucap masHerman.
“Waalaikum sallam. Loh, kok sudah pulang lagi, mas?” jawabku, sambil berpura-pura keheranan.
Padahal ini yang sebenarnya aku inginkan. Dia kembali lagi ke rumah, sehingga aku dapat melanjutkan pembahasan yang tadi belum terselesaikan.“Loh, kamu sendiri kok belum tidur. Memangnya kamu enggak capek, setelah seharian aktivitas?” tanyanya.
“Aku sudah biasa dengan keadaan seperti ini, Mas. Namun, aku tidak pernah mengeluh sama kamu, karena ini sudah menjadi kewajibanku sebagai ibu rumah tangga.” jawabku datar.
“Hmm…. Ya sudah. Tolong mas buatkan kopi hitam ya, Dek.” pinta suamiku, sambil menyimpan jaketnya di balik pintu.
Walaupun hati ini sebenarnya sedang kesal sama mas Herman, namun aku masih berusaha untuk membuatkan kopi yang dimintanya.
Aku berdiri dan pergi menuju ke arah dapur. Sementara mas Herman langsung duduk dan menyandarkan tubuhnya ke kursi sofa menghadap layar televisi sambil mencari chanel.
*****“Ini kopi nya, dan ini ada sisa beberapa potong martabak yang tadi sore kamu bawa,” ucapku sambil meletakan dua cangkir kopi dan satu piring berisi potongan martabak.
Kemudian aku langsung duduk di samping mas Herman. Namun wajah mas Herman masih fokus menatap layar televisi yang akan menyiarkan pertandingan sepak bola. Sebab mas Herman sangat fanatik sama salah satu club sepak bola, di Liga Italia.
KAMU SEDANG MEMBACA
KHILAF ( Di KBM App. Tamat bab 50)
Roman d'amourTidak ada wanita yang ingin di khianati oleh pasangannya, ketika kesetiaannya yang sudah di bangun lama, ternoda oleh satu titik luka, yang membekas di hatinya. Jika berpisah adalah jalan untuk mengobati luka itu, sepertinya Rahma siap menjalaninya...