Minta Restu Ibu (Pov Alya)

1.8K 83 17
                                    


Pov Alya

Apakah aku salah jika memiliki rasa suka, sayang, cinta dan kangen kepada laki-laki yang sudah di miliki wanita lain? apa salah jika aku menawarkan diri pada istrinya, agar aku menjadikan sebagai madunya?

Kedekatanku pada sosok pria yang baru beberapa bulan kukenal ini, seakan aku baru merasakan pertama kali apa yang namanya cinta, rasa dan perhatian. Karenanya hati ini seolah telah tertanam padanya, walau aku tahu laki-laki itu telah memiliki bidadari.

Bukankah tidak dilarang jika seorang laki-laki memiliki lebih dari satu bidadari dalam hidupnya? Apakah tidak boleh seorang laki-laki di miliki oleh lebih dari satu bidadari?

Aku tidak tahu dan tidak ingin tahu, apakah langkahku ini salah atau tidak, ketika berkeinginan untuk menjadi bidadari A- Herman.

Justru jika istrinya merestui dan mengizinkannya untuk hal ini, tentu saja, aku sangat Bahagia sekali, nantinya bisa bersama-sama dengan mba Rahma untuk menggapai Syurga-Nya.

Keinginanku untuk dapat menjadi pendamping sahnya A-Herman, tidak mau bermain di belakang keluargaku, aku ingin semua Keluarga besarku mengetahuinya, jika suatu saat nanti, aku akan bersanding dengan lelaki yang sudah memiiki istri, namun dengan catatan pihak istrinya pun merestui semuanya.

Terlebih kedua orang tuaku menyetujuinya jika suatu saat aku ditakdirkan untuk menjadi istri dari lelaki yang sudah beristri, dengan catatan ada persetujuan istri pertamanya.

"Bu, Al mau minta pendapat dan juga restu dari Ibu, tapi ibu jangan marah, ya." ucapku pada ibu.

Aku dekati ibu yang masih menyiram pohon cabe, tomat dan kangkung rawatannya. Ibuku memang punya kegiatan sendiri di rumah untuk mengisi waktu senggangnya, yaitu merawat tanaman toga.

Sampai-sampai hobi nya ini, mendapatkan hasil rupiah dari penjualan sayuran segar ke tetangga.

"Pendapat apa, Nak? jawab ibuku sambil memegang semprotan bunga, menengok ke arahku.

Kemudian ibu merapikan semprotan tanaman dan gunting taman, lalu beranjak mendekati kursi depan taman. Di atas meja sudah aku siapkan teh pait dan pisang kukus kesukaanya, yang sengaja aku sajikan hangat-hangat di sore hari spesial untuk ibu.

"Ibu jangan marahin Alya, ya , bu."ucapku sambil menggenggam tangan ibu.

"Kenapa Al? kamumau pindah kerja atau mau pindah kost-kostan?" tanya ibuku.

"B-b-bukan itu, Bu. Bukan itu yang Al mau tanyakan." jawabku sambil melepaskan genggaman tangan.

"Bu, kalau seandainya Al, suatu saat nanti jodohnya bukan seorang pria status perjaka, ibu setuju enggak?" tanyaku, sambil kuseruput teh manis dalam cangkir keramik hitam.

Ibu tidak langsung menjawabnya, dia hanya mengangkat kedua bahunya, lalu mengambil gelas yang berisi teh pahit. Tampak dari raut wajahnya, sepertinya ibu sangat berat untuk mengeluarkan sebuah kata atau kalimat dari mulutnya.

Rautan keningnya, terlihat naik turun, seperti sedang memikirkan sesuatu ataupun merangkai kata untuk dapat di ungkpakan kepadaku.

"Bu...! Ih... Ibu malah bengong sih, Alya kan lagi minta pendapat ibu, bukannya dijawab pertanyaan Alya?"ucapku, sedikit merengek.

Akupun menampakan ekpresi wajah sedih dan manja, sambil menatap wajah ibu.

"Hmm.... " Ibu terlihat menarik nafas panjang.

"Kalau seandainya ibu di suruh memberikan pilihan pria yang akan dijadikan untuk calon suamimu, tentu saja ibu akan memberikanmu pilihan, pria yang masih lajang dan mapan." ucap ibu.

"Lalu, kalau seandainya pria tersebut ternyata sudah beristri, dan istrinya merestui, bagaimana menurut Ibu?"tanyaku kembali pada ibu.

"Jika memang itu pilihanmu dan kamu siap untuk menjalankannya dengan segala risiko apapun kedepannya, Ibu hanya bisa memberikan dukungan dan restu saja. Sebab sebuah pernikahan itu, hanya kamu sendiri yang akan menjalani dan merasakan untuk kedepannya."

Wajahku berbinar, lubang hidungku kembang-kempis, mulutku senyum- senyum sendiri, seolah ikut merasakan adanya rasa haru dalam diriku, ketika Ibu tidak melarangku untuk menjadi istri kedua seorang lelaki yang sudah beristri.

Bahkan jawaban dan perkataan ibu, sangatlah bijak menurutku, dalam memberikan saran kepada anaknya. Padahal aku hampir saja akan kecewa, jika jawaban nantinya ibu melarangku untuk mengambil keputusan ini.

"Jadi....Ibu setuju dan merestui jika nanti menantunya bukanlah seorang lelaki perjaka atau single?" tanyaku kembali pada ibu.

"Ya... ibu harus bagaimana lagi, jika memang itu sudah kehendak-Nya dan sudah jalan hidupmu, Ibu tidak akan menolaknya dan melarangmu." jawab ibu.

Ibupun melanjutkan menghabiskan pisang yang sudah aku siapkan tersebut.

"Urusan jodoh adalah urusan yang maha kuasa, kita hanya bisa berencana, memilih dan memintanya. Namun keputusan untuk siapa dan kapan jodohmu akan menghampiri, hanyalah Allah yang menentukan dan memutuskannya. Kita tidak tahu kapan cinta itu datang, kepada siapa cinta itu di berikan dan kapan cinta itu akan hilang." terang ibuku, ibu sangatlah lantang ketika menjelaskan tentang jodoh.

'Hmm... jangan-jangan, dulu ibuku seorang puitis' gumamku.

Seperti yang disampaikan mbah Sujewo Tejo 'menikah itu nasib, mencintai itu takdir. Kamu bisa berencana menikahi siapa, tapi tak dapat kau rencanakan cintamu untuk siapa'.

Sepenggal Part 23....

KHILAF ( Di KBM App. Tamat bab 50)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang