Bercerai Bukan Perkara Mudah

1.4K 104 26
                                    

Pov Herman

Bekasi, pukul 23:00 WIB---Mc-D BCP Mall.

“Selamat malam, Pak. Ini pesanannya, sudah lengkap semua, ya,?” tanya pelayanan restoran sambil meletakan satu nampan menu makanan pesananku.

“Terima kasih, mas.” ucapku.

“Sama-sama. Permisi, Pak” pelayan restoran itu langsung meninggalkanku.

Mataku langsung menatap ke arah meja yang penuh dengan menu-menu pesananku. Biasanya aku memesan makanan tidak sebanyak ini, jika hanya datang sendirian. Namun malam ini, menu makanan pesananku seperti orang yang lagi lapar banget.

Dua dada Ayam, satu nasi, dua burger, satu pack kentang, segelas kopi panas dan satu cup ice cream. Lumayan banyak bukan, untuk satu orang?

Aktivitas malam hari di tengah Kota Bekasi yang mulai nampak sepi, sangat berbeda jika dibandingkan saat siang hari. Dimana lalu lintas yang sangat padat.

Tidak banyak kendaraan yang lalu lalang di jalan raya depan Mall BCP. Hanya terlihat satu dua kendaraan saja yang melintas. Itupun hanya kendaraan besar ataupun mobil bus jemputan pabrik, yang membawa karyawan pulang kerja.

Sebenarnya ada rasa bersalah yang menyelimuti perasaanku, ketika malam ini aku duduk sendirian di tempat ini. Karena biasanya, kalaupun datang ke Mc-D ini, aku selalu bareng Rahma dan anak-anak. Tidak sendirian seperti malam ini.

Aku tidak bermaksud untuk menyakiti atau melukai Rahma sebenarnya. Malahan bagiku, Rahma adalah wanita yang paling sabar yang pernah aku kenal. Dia wanita yang tidak pernah mengeluh dan menuntut apapun kepadaku.

Namun aku sendiri tidak tahu, kenapa akhir-akhir ini Aku merasa kurang peduli pada Rahma. Bahkan pada anak-anakpun demikian.

Aku juga heran kenapa bisa sedekat itu sama si Alya, padahal dia belum lama aku kenal, dia sudah bisa membuatku terlena. Bahkan demi Alya, aku sering berbohong pada Rahma.

Aku masih ingat kata-kata Rahma yang dia bisikan di telingaku , ‘Apapun keadaan kita nanti, aku harap jangan sampai diantara kita ada yang saling menyakiti.’ Itu yang dia ucapkan padaku.

Namun, jika Allah mentakdirkan Aku dan Rahma harus berpisah, Aku pun sudah siap dan tidak akan menolaknya. Mungkin, aku akan mengambil hikmah positipnya saja, dari semua masalah ini.

Tapi untuk melakukannya, tidak semudah membalikan telapak tangan.

Terlebih Aku harus memberitahu mamahku dulu. Apa yang terjadi sebenarnya. Sebab aku yakin, Rahma pasti akan menghubungi mamahku

Aku tidak ingin mamah hanya mendengar cerita sepenuhnya dari Rahma saja. Kenapa Aku yakin Rahma akan menghubungi mamahku? Sebab selama ini setiap ada masalah kecilpun, Rahma selalu cerita sama mamah, dan ujung-ujungnya mamah lebih percaya sama menantunya dibandingkan aku, anaknya sendiri.

Aku masih memikirkan kedua anakku. Apa jadinya jika Aku tidak pernah ada di rumah? Alasan apa yang harus aku jelaskan, agar mereka faham walaupun mereka belum tahu apa-apa. Sebab mereka masih kecil-kecil, belum mengerti urusan seperti ini.

Sebenarnya kedua anakku sudah terbiasa tidak bertemu denganku jika di hari kerja. Sebab, hampir setiap hari, aku pulang kantor sampai di rumah diatas jam 18.30 WIB. Sehingga ketika sampai di rumahpun, mereka sudah pada tidur. Hanya sesekali saja, bisa bertemu mereka dan bercengkrama, itupun jika mereka belum tidur. Paling-paling hanya di hari sabtu dan minggu saja aku dan mereka bisa kumpul full time. Itu juga jika aku tidak ada acara komunitas atau lainnya.

Kenapa aku harus memikirkan anak-anak? Karena Aku juga tidak ingin membebani Rahma sendirian dalam merawat anak-anak. Sebenarnya Aku sayang sama Rahma dan anak-anak. Apalagi Rahma, dia yang menemaniku dari titik nol hingga akhirnya aku bisa seperti sekarang ini.

KHILAF ( Di KBM App. Tamat bab 50)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang