Saat Herman membuka pintu rumah, ia nampak terkejut ketika melihat koper dan dua tas ransel miliknya sudah ada di kursi ruang tamu dalam keadaan rapi, termasuk sepatu kerja dan sandalnya pun sudah di bungkus rapi dengan kertas koran dan kantong plastik.Herman pun mendadak seperti orang yang sedang sakit, tubuhnya yang kekar mendadak terlihat lunglai. Kemudian ia langsung merebahkan tubuhnya di atas sofa. Wajahnya memandang ke atas langit-langit ruang tamu di iringi hembusan nafas panjang dari hidungnya.
Rupanya Rahma tidak main-main dengan perkataannya tadi. Dia benar-benar menginginkan Herman keluar dari rumah itu. Tetapi, Herman sendiri tidak menyangka, jika apa yang di katakan oleh Rahma sebelum dirinya keluar dari rumah bukanlah ucapan ancaman, melainkan benar apa adanya.
Herman pun kemudian berdiri. Ia membuka resleting koper dan ransel- ranselnya. Di dalam tas dan kopernya, hampir sebagian pakaiannya yang ada di lemari sudah ada di koper dan tas ransel, termasuk laptop kantor.
Di tempat biasa ia meletakan kunci-kunci pun, tidak terlihat adanya STNK ataupun kunci mobilnya. Padahal tadi magrib saat ia pulang kerja, diletakan di atas lemari televisi. Di atas lemari tersebut hanya ada selembar STNK Motor Honda CB miliknya.
Kesimpulannya adalah Herman keluar dari rumahnya hanya membawa sebagian pakaian dan satu unit sepeda motor miliknya, tidak ada barang lainnya. Apakah Rahma kejam melakukan hal itu pada Herman? Tentu tida. Justru Rahma masih memiliki hati dan perasaan, masih mau menyiapkan dan merapikan barang-barang milik Herman, tanpa harus merapikannya sendiri.
Tidak ada sedikitpun kalimat yang keluar dari mulut Herman, ketika melihat semua barang-barangnya sudah rapi dalam packing tas. Itu artinya, Herman hanya tinggal pergi saja dari rumahnya tersebut. Entah karena Herman mengakui salah atau memang justru dengan ini semua, dia akan lebih mudah untuk bisa pergi dari rumahnya, agar dapat bebas di luaran sana.
Herman pun mengetuk pintu kamar, ia berharap Rahma masih terbangun, atau paling tidak dia akan bangun mendengar ketukan pintu kamar.
Beberapa kali pintu di ketuk disertai panggilan oleh Herman, tidak ada tanda-tanda Rahma menyahutnya.
“Dek … Adek …, kamu udah tidur belum?” Herman memanggil Rahma, sambil terus mengetuk pintu kamar.
Karena dari dalam kamar tidak ada jawaban dari Rahma, lalu Herman pun menuju ke arah dispenser untuk mengambil air minum. Tidak sengaja Dia melihat di atas galon air minum ada selembar kertas hvs yang diselipkan di bawah kacamata.
Herman pun kemudian mengambil kertas yang berisikan tulisan tersebut, kemudian ia kembali ke sofa sambil membaca tulisan di kertas tersebut.
‘Mas, maafkan aku jika aku melakukan hal ini, terserah apa katamu, mau kamu bilang aku jahat atau apalah, yang penting aku tidak ingin kamu ada di rumahini lagi. Tapi menurutku tidaklah sejahat apa yang kamu lakukan padaku akhir-ahir ini. Mungkin inilah cara agar kamu bisa bahagia dan bebas dariku.
Di atas sofa ada Koper dan dua tas ransel, semua barang-barang milikmu sudah aku rapikan, termasuk laptop milik kantormu kedalam tas dan koper tersebut. Sepatu kerja dan sandal milikmu pun sudah aku masukan ke dalam plastik. Semua pakaian yang aku siapkan adalah pakaian kerjamu yang setiap hari kamu gunakan. Jadi kamu tidak usah repot-repot merapikannya lagi.
Kamu pasti kaget ya, lihat kunci mobil enggak ada di tempatnya?. Kunci mobil sengaja aku simpan, sebab aku tidak ingin mobil yang kita beli bersama, kamu gunakan untuk bersenang-senang dengan orang lain.
Lebih baik aku gunakan untuk keperluan keluarga dan aktivitas anak-anak pulang pergi sekolah.
Walaupun kamu tidak bawa mobil, kamu gak usah khawatir, masih ada sepeda motor kesayanganmu, yang kamu beli dari hasil dari jerih payahmu sendiri selama bekerja. Siapa tau motormu itu bisa kamu gunakan untuk aktivitas ke kantor dan bersenang-senang dengan perempuan itu, romantis bukan?
Oh ya, mengenai anak-anak, kamu juga enggak usah khawatir siapa yang akan merawatnya nanti. Selama ini aku sanggup kok sendiri merawat mereka berdua, kamu cukup penuhi saja kebutuhan materinya.
Selebihnya biar aku saja yang mengurus, dan kamu silahkan urus dan rawat dirimu sendiri, perempuan dan motor kesayanganmu itu.
Jangan lupa, Sampaikan sama perempuan itu, kalau memang sayang sama ayahnya , sayangi juga anak-anaknya. Sebab dia bukan lelaki bujang, tapi punya dua anak yang harus di urusnya.
Karena semuanya sudah aku siapkan dalam keadaan rapi, kalau kamu mau pergi malam ini, silahkan pergi saja tidak usah pamit sama anak-anak, biarkan mereka istirahat.
Sudah lengkap semua, kan? Urusan ke anak-anak biar aku yang ngasih tau jika mereka nanti bertanya padaku, kemana ayahnya. Aku tinggal bilang saja sama mereka, kalau kamu pindah kerja keluar kota, selesai.
Oh ya, karena kamu juga pegang kunci rumah, kapanpun kamu kangen sama anak-anak, silahkan datang saja, tidak ada larangan untuk menemuinya. Kalau bisa ajak mereka jalan-jalan seperti perempuan kesayanganmu itu.
Tapi ingat jangan kamu berikan dia janji palsu, seperti kamu kepadaku, mereka masih anak-anak, daya ingatnya masih kuat. Sekali kamu janjikan dan tidak ditepati, maka dia akan terus mengingatnya.
Satu lagi ya, mas yang harus kamu ingat, karena nanti aku akan mencari pekerjaan lagi, jadi kamu tolong siapkan biaya bulanan untuk yang mengasuh anak-anak di rumah.
Kemudian untuk urusan kita berdua, kamu tinggal tunggu saja bagaimana hasilnya, sebab aku sudah konsultasi dengan temanku yang pengacara dan adik-adikmu di kampung.Semoga kamu bahagia Bersama gadis yang kamu puja.'
Setelah selesai membaca tulisan pada kertas tersebut, Herman langsung merebahkan tubuhnya di atas tumpukan dua tas ransel.
Ada sedikit gurat kesedihan yang terlihat di wajah Herman. Dalam hati kecilnya, ia ingin sekali masuk ke dalam kamar lalu menemui Rahma dan kedua anaknya. Hanya sekedar untuk berpamitan, dan pergi malam itu juga.
Namun sayang, Rahma masih juga belum bangun, sehingga tidak bisa masuk kedalam kamar. Padahal Herman sudah mengetuk pintu berkali-kali.
Sepuluh menit kemudian Herman pun tertidur di atas sofa, di tangan kanannya masih memegang kertas surat tersebut.
*****
Pukul 03.30 WIB.
Rahma keluar dari kamar. Kedua matanya terlihat sembab seperti habis menangis lama. Dia langsung menuju ke arah ruang tamu. Karena dia mendengar dengkuran khas di ruang tamu.Rahma langsung mendekati Herman yang tertidur pulas dengan posisi terlentang di atas tumpukan dua ransel. Rahma melihat kertas yang ia tulis di pegang Herman, itu tandanya tulisannya itu sudah di baca oleh Herman.
Walaupun posisi tidur Herman berantakan posisinya, namun Rahma tidak memperdulikannya, ia tidak membetulkan posisi tidur Herman. Bahkan Rahma sama sekali tidak menyentuh Herman, dia langsung pergi ke arah kamar mandi.
Ini pertama kali Rahma benar-benar sangat tidak peduli terhadap Herman. Padahal biasanya kalau Herman sedang menonton televisi lalu ketiduran, ia langsung membawakan bantal guling untuk menyangga tubuh Herman.
‘Maaf mas, karena kamu lebih memilih hidup di urus oleh orang lain,seperti yang aku ucapkan tadi sore, bahwa mulai malam ini aku tidak akan lagi mengurus hidupmu. Silahkan urus kehidupanmu sendiri, aku akan mengurus diriku dan anak-anak sendiri.’ gumam Rahma, sambil berjalan ke arah kamar mandi.
*****
Pukul 04.30 WIB.
Azan subuh mulai terdengar bersahutan dari speaker masjid dan mushola sekitar komplek. Sudah menjadi kegiatan rutin sehari-hari Rahma ketika azan subuh berkumandang, Rahma bangun dan langsung menuju dapur untuk menyiapkan bahan masakan yang akan dimasaknya untuk hari ini.Setelah menyiapkan semuanya, lalu Rahma melanjutkan mengambil air wudhu.Namun untuk hari ini tidak. Sebab dia sudah berjanji pada dirinya, tidak akan mengurus semua kebutuhan Herman lagi.
Rahma pun kemudian membuka pintu kamar dilanjutkan mengecek ke ruang tamu. Ternyata Herman sudah tidak lagi diatas sofa. Begitu pun koper dan dua tas ranselnya. Lalu Rahma pun menuju pintu rumah, dan keluar menuju garasi. Tidak terlihat sepeda motor Honda CB milik mas Herman, yang ada hanyalah mobil Suzuki dan sepeda gunung .
Karena dipastikan Herman sudah pergi dari rumah, Rahma pun kembali mengunci pintu depan. Sambil menarik nafas panjang dari hidungnya dan di keluarkan pelan lewat mulutnya, rahma melangkah menuju kamar mandi untuk mengambil air wudhu.
“Semoga apa yang kamu perbuat pada istri dan anak-anakmu saat ini, akan mendapatkan balasan dari Yang Maha Kuasa. Aamiin’. batin Rahma.
Kalau maubbaca tamat ada di KBM App dan Joylada.
bantu follow dan vote ya, agar author up terus disini Free, jika sampai 100k View

KAMU SEDANG MEMBACA
KHILAF ( Di KBM App. Tamat bab 50)
RomanceTidak ada wanita yang ingin di khianati oleh pasangannya, ketika kesetiaannya yang sudah di bangun lama, ternoda oleh satu titik luka, yang membekas di hatinya. Jika berpisah adalah jalan untuk mengobati luka itu, sepertinya Rahma siap menjalaninya...