34 | bisa gila!

14.8K 1.5K 100
                                    

Shalitta hanya butuh satu notifikasi di ujung atas ponselnya untuk menjadi gila.

Ia hanya butuh satu kalimat terpampang di sana hingga akhirnya dia panik seperti orang kesurupan, bulir-bulir keringat dingin mengaliri dahinya dan air matanya mulai bercucuran.

Please log your period.

Dia baru sadar dia sudah tidak kedatangan tamu bulanannya hampir dua bulan.

Shalitta mendadak gemetaran, ketakutan bukan kepalang. Tidak mungkin dia bisa menghadapi ketakutannya sendirian. Sedangkan seseorang yang mungkin harus bertanggung jawab akan kekacauan ini, tidak bisa dihubungi hampir seharian.

"Bangsat!" Shalitta melempar ponselnya ke sofa lalu meremas rambutnya dengan kedua tangan yang gemetaran.

Ia menarik napas panjang sebelum menjatuhkan diri di lantai, memeluk lututnya, mencoba tenang.


***


"Kemana tuh orang?!" dengkus Andrea sinis sambil berdiri. Ia kembali mondar-mandir kamar Shalitta seperti yang sudah ia lakukan dari mulai ia datang tadi. "Belum apa-apa aja udah nggak bisa dihubungi. Gimana kalau disuruh tanggung jawab?!"

Shalitta terduduk di tepi ranjangnya, membatu, menggenggam erat satu strip alat tes kehamilan dengan tangannya yang bergetar.

Air matanya masih terus bercucuran meskipun suara tangisnya tak sama sekali kedengaran.

Jangan tanya Shalitta, kemana Malik. Mungkin sudah hampir lima puluh kali Shalitta menelpon Malik tadi, namun tak kunjung ada jawaban. Dengan tubuh yang gemetar hebat dan air mata bercucuran, Shalitta menelpon Malik berkali-kali, tapi Malik tak sekalipun menjawab. Bisa-bisanya belum dapat kabar apa-apa udah mati duluan!

"Bangsat," Andrea menendang bangku meja rias di kamar Shalitta. "Gue hampir mati jantungan dengar lo nelepon gue minta dibeliin test pack, dan dia dimana sekarang? Nggak jelas! Mungkin lagi ngewe sama cewek mana, entah!"

Air mata Shalitta masih belum berhenti sebab degup jantungnya pun masih belum mau normal kembali. Tangannya masih gemetar daritadi, dan tubuhnya masih terus dialiri keringat dingin.

"Lo selalu pake pengaman, 'kan?!" tanya Andrea dengan setengah membentak.

Shalitta menggigit bibirnya, lalu pelan-pelan tertunduk.

Ia ingat. Saat itu, hampir dua bulan yang lalu—setelah mereka rekonsiliasi dari pertengkaran mereka waktu itu—Shalitta ditemploki Malik seperti orang utan, hampir seharian. Bahkan Malik ngintilin Shalitta sampai ke kamar mandi, dan meminta mereka mandi bersama. Mereka berujung melakukan itu di sana tanpa menggunakan pengaman. Shalitta sempat menolak, tapi ya sebut saja dia bodoh karena ujung-ujungnya tergoda juga oleh bujuk rayu maut mulut Malik.

"Ta!! Yang bener aja, dong?!" Andrea mendelik lebar. "Lo mau kena penyakit kelamin, apa?! HIV?! Inget dong, dia tuh suka main sana-sini, Ta!"

Bulir air mata semakin deras mengalir dari sudut mata hingga ke pipinya. Air matanya menitik ke pahanya seiring bahunya yang mulai berguncang karena Shalitta mulai sesenggukan.

"Lo jangan gila, ya! Pregnancy test lo sekarang negatif, tapi nggak menutup kemungkinan lo ketularan penyakit dari dia, tau nggak?!" sentak Andrea penuh emosi.

Shalitta membuang satu strip alat tes kehamilan dengan satu garis merah itu ke lantai. Lalu ia menutup wajahnya dengan kedua tangan sebelum kemudian akhirnya menangis sesenggukan.

Andrea menatap iba ke arah Shalitta. Bahunya terkulai lemas dan kepalanya menggeleng samar. Ia menghampiri Shalitta, kemudian duduk di tepi ranjang.

"It's okay. You're fine." Andrea menarik Shalitta ke dalam pelukan.

Shalitta ✂ - - -Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang