40. Masa Lalu

408 27 0
                                    

Putri membuat jadwal untuk bertemu dengan Hari. Ia menaruh sebuah jarum kecil di kalender kecilnya dan melingkari sebuah tanggal ganda. “Hari sabtu, bisa gak ya?”

Nia yang sedang duduk santai menoleh, “Kenapa, put?”

“Nggak kenapa-napa.”

“Kok lu nandain tanggal kenapa?”

“Biar inget.”

Matanya Nia menyorot ke sebuah tanggal itu. Mengigat agar ia bisa mengikuti putri di kemudian hari.

“Gak yakin kalo gaada apa-apa.”

Perlahan kakinya rara mulai berjalan ke arah pintu kamar soimah. Kamarnya yang dekat dengan pintu depan dan di pintunya sudah tertera namanya, “Soimah Pancawati”

“Mae, di kamar gak ya?” Ucapnya rara dengan kekehan rendah, lalu menjulurkan lidahnya sedikit keluar.

“Di ketok deh,” Tak lama, rara mengetuknya dengan perlahan.

“Siapa ya?” Soimah menatap bingung, matanya masih kabur dan mulai mengucek matanya. Lalu, penglihatannya mulai kembali. “Eh rara, ada apa nak?”

“Mau ngembaliin dompet mae, tadi ketinggalan di meja makan,” Ucap Rara sembari di iringi tawa pelan.

“Oh, makasih ya nak.” Soimah menyelidiki.

Rara mengasihi dompetnya itu dengan kedua tangannya. “Cuman ada yang mau rara omongin,"

“Yowes, kenapa?”

Rara menyeringai, “Poto ini kenapa ada di dompet mae ya? Ini kan potonya mirip waktu aku bayi?”

“Mirip kamu? Ini anak mae yang hilang nak. Entah dia masih hidup atau enggak. Mae cuman mau ketemu sama dia.” Ungkap sembari terseguk-seguk, air matanya mulai muncul setelahnya.

“Oh, maafin rara ya. Rara jadi merasa bersalah.” Rara memeluk soimah.

“Saat rara memelukku, rasanya anakku kembali lagi.” Batin soimah.

Rara menyerngit bingung, kenapa Mae begitu ingin bertemu anak itu. Dan lalu, siapa sebenarnya yang ada di poto itu. “Mae, rara permisi dulu ya.”


“Tumben amat kalian barengan gini?” Tanya Faul memandangi Gunawan dan Hari yang pulang berpas-san.

“Iya tadi gue ketemu di toko buku sama hari. Gue ajak pulang bareng aja,”

“Uhukk!” Randa tersedak habis-habisan. Dengan sigapnya langsung mengambil air putih di dispenser. Ridwan hanya tertawa dan mengacuhkannya. “Ridwan, lu beliin mie pedes banget. Berapa cabe ini?”

“Cuman 25 biji kok.”

BYOODE : CHASING STARS [HANGING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang