Berbeda

10.8K 564 118
                                    


Jalanan kota padat akan lalu lintas, dua orang berseragam putih abu-abu satu kendaraan saling berbagi cerita menghilangkan stres akibat macetnya jalanan.

Setengah jam mereka terjebak di sana, menuju pulang ke rumah setelah setengah hari mengabiskan waktu di sekolah. Mereka Adalah dua bersaudara, Elang Dirgantara dan Dandelion Dirgantara.

“Gimana tadi masuk sekolahnya?” Tanya Elang memandang kaca spion menampilkan wajah Adiknya.

“Ya belajar, Kakak gimana?”

“Bosan Dek, nggak seru kalau nggak ada Adek. Kakak pindah aja, ya, biar kita satu sekolah.”

Dande menggeleng “Nggak perlu sampai segitunya Kak. Aku nggak kesepian kok. Bagus loh bisa masuk sekolah elit, masa mau sekolah Adek.

Elang meremat kuat stang motornya. ”Tapi kakak nggak suka Adek sekolah itu. Di sana fasilitasnya nggak memadai.”

“Kak, aku bisa sekolah sampai sekarang udah bersyukur banget, yang penting itu ilmunya Kak, fasilitas hanya sebagai penunjang.”

“Terserah Adek lah, susah ngomong sama orang bijak. Tapi ingat kalau ada yang berani macam-macam beritahu kakak.”

Dande mengangguk.
Setelah itu mereka diam, ditengah bisingnya kendaraan.

“Dek, coba koreksi hitungan Kakak,” ucap Elang memecah keheningan diantara mereka. Dande hanya manggut-manggut.

“1,3,4,5,6,7,8,9,10.”

“Mana duanya?” tanya Dande

Elang tersenyum jail. ”Kan udah ada kita berdua.”

“Maaf tapi adek masih normal, noh gombalin Tante-Tante bohay  di sebarang jalan.” Tunjuk Dande ke arah waria mengamen di pinggir jalan.

“Yaelah, gue cuma bercanda. Nih anak serius banget, yakali homo sama Adek sendiri,” ucap Elang tak terima

“Ya kakak, suka gombalin Adeknya sih.”

“Kan cuma bercanda Bambang,” jengah Elang. Mengegas motornya perlahan, mengikuti pergerakkan kendaraan di depan.

Deru motor Elang sampai di sebuah mansion mewah, memakirkannya ke dalam garasi tempat dimana berjajar mobil-mobil mewah.

Para bodyguard berjaga-jaga di luar maupun di dalam mansion menunduk hormat saat Elang dan Dande melewati mereka.

Dande dan Elang masuk beriringan, merangkul bahu bersamaan, disambut senyuman hangat wanita cinta pertama mereka. lebih tepatnya senyuman itu hanya ditujukan untuk Elang. Wanita itu adalah mami mereka, Rini Oktaviana Dirgantara.

Dande melepaskan rangkulan Elang, membiarkan wanita paling dia hormati memeluk kakaknya.

Elang mendapatkan perlakuan itu, melepaskan lembut pelukan Rini. " Mami, aku udah besar, Mi.”

“Bagi Mami kamu tetap anak kecil,”  ucap Rini gemas. Mengacuhkan Dande di sebelahnya.

Elang melirik adiknya yang memperhatikan mereka, ada rasa bersalah bagaimana tatapan rindu itu ditujukan kepada Mami mereka.

“Ayuk kita makan, Mami sudah buatin makanan kesukaan kamu.” Tangan Elang ditarik “Kenapa diam?” tanya Rini tak mendapat respon Elang.

“Adek juga ikut,” ucap Elang

Tatapan tajam Rini dilayangkan ke anak sebelahnya. ”Mami cuma ajak kamu, Lang. Bukan dia.”

“Yaudah, aku nggak akan makan. Kami mau makan di luar aja. Yuk, Dek.” Elang memegang tangan Dande.

Dandelion || Last Destiny [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang