Si Nomor Satu Menjadi Nomor Dua

2.3K 227 33
                                    

Kicau burung, mengalun merdu menyambut dewi penyinar bumi. Cerahnya hari, membangun semangat di pagi hari. Seperti penghuni mansion Erlangga, sibuk kesana-kemari menjalankan tugas kewajiban, baik itu para pekerja maupun Tuan Rumah.

Tampaknya berbeda pada salah satu ruangan, hening dan sinar redup pencahayaan lampu tidur mendomisi ruangan tersebut. Terdapat dua sosok serupa masih terlelap, sambil memeluk tubuh kecil di tengah mereka.

CKLEK

Pintu ruang itu dibuka oleh seorang wanita cantik, walaupun sudah menginjak usia kepala empat. Senyum mengembang ditarik ke atas, melihat tiga jagoannya masih dibuai mimpi. Apa lagi si Kembar begitu posesif memeluk malaikat kecil kesayangan mereka. Sungguh pemandangan indah di mata, menyaksikan kasih sayang anak-anak tercinta.

SREEET

Tirai pembenteng cahaya luar, digeser perlahan. Sinar yang tadinya ditahan, menerobos masuk ruangan. Lenguhan si Kembar mulai terganggu dari tidurnya. Sementara si Kecil, semakin menenggelamkan diri ke dalam selimut.

“Bunda,” kata si Sulung. Pandangannya menangkap Ibunda tercinta, berdiri didekat kasur king size yang mereka tiduri.

“Selamat pagi Kakak Faro,” sapa Diana dengan senyum hangat.

Faro mengacak rambutnya asal. “Pagi Bun … eh udah pagi aja.”

Faro mengalihkan pandangan ke arah jendela kaca yang terbuka sempurna, duduk bersandar di headboard kasur.

“Keenakan tidur bareng Adek, sih,” ucap Diana sedikit kesal.

Faro terkekeh, mengingat perjuangan semalam, memperebutkan Dande tidur bersama mereka.

“Iri bilang Bos.”

“Dah berani ya sama Bunda.” Diana menjewer telinga Faro sedikit kuat.

“Ampun Bunda … mana berani Kakak.”
   
“Aduhh … berisik banget sih, ganggu orang tidur aja. Masih malam juga,” serak Fero, khas bangun tidur. Masih memejamkan matanya.

Diana berdecak pinggang. Kedua anak kembarnya ini ada-ada saja membuatnya menguras emosi. Dengan sayangnya Diana beralih menjewer telinga Fero.

“Apanya ganggu?! Buka mata lebar-lebar. Mau sampai kapan tidur terus.”

“AWWWW Bunda. Sakittt.” jerit Fero minta dilepaskan. Dia sampai terduduk lantaran kaget.

Faro menutup mulutnya menahan tawa, takut menjadi sasaran kekesalan  sang Bunda. Sementara malaikat kecil di tengah mereka, tetap nyaman dalam tidurnya, walaupun pekikan Fero menggema memenuhi ruangan.

Diana melepaskan jeweran mautnya, menatap si Kembar bergantian. “Udah sana mandi,” usir Diana.

Faro dan Fero hanya pasrah. Tau sang Bunda lagi mode maung, salah sedikit sembur.

“Siap Yang Mulia Ratu,” jawab mereka serempak. Sebelum pergi, tidak lupa mengecup sayang si Bungsu.

Tinggallah Diana, menahan gemas untuk tidak menerjang ciuman brutal si Bungsu. Bibirnya berkedut, ingin menempelkannya di pipi tembam Dande. Dari hari-kehari putra bungsunya ini semakin menggemaskan di mata semua orang. Sungguh mengingatkannya waktu kecil dulu, seperti duplikat Diana versi cowok.  

Dandelion || Last Destiny [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang