Tidur Elang terganggu saat tak merasakan Dande di sebelahnya, meliarkan pandangannya kesetiap penjuru ruangan, mengecek kamar mandi, namun kosong.
Elang melangkahkan kakinya keluar kamar, anehnya pintunya tidak bisa dibuka.
"Kok, pintunya dikunci?" heran Elang.
"Adek, buka pintunya. Kakak kenapa dikunci sih?" gerutu Elang.
Elang mulai kesal, beralih membuka laci meja tempat kunci cadangan.
"Loh, ini kemana kuncinya?"
Elang mengobrak-abriknya, bukan laci itu saja dibongkar, semua ia periksa dan hasilnya nihil.
Elang merasa tidak beres, pintu kamarnya dikunci, kunci cadangannya pun hilang. Tidak mungkin Dande melakukannya, lagian waktu dini hari biasanya Dande masih molor.
"Dek, jangan main-main. Buka pintunya!"
Pikiran Elang berkecamuk, menerka-nerka papinya yang melakukan ini, menjadikan Dande sebagai pelampiasan kemarahan.
Beberapa menit berlalu, Elang terus mencoba keluar, sialnya akses keluar hanya melalui pintu. Jendela sengaja dipasang pagar besi oleh papinya karena pernah ketahuan berencana kabur bersama Dande. Nasib sial menghampiri, mereka ketahuan dan Dande mendapatkan siksaan akibat rencananya. Semenjak itu Elang tidak pernah lagi melancarkan aksinya, bukan dirinya kena hukum melainkan adek kesayangannya yang kena imbasnya.
Derap langkah High Heels bersahutan dari kejahuan, semakin lama terdengar jelas, sepasang bayangan kaki berhenti tepat di depan pintu kamar.
"Nak, tidurlah."
Suara lembut menyapa gendang telinga Elang, tidak salah lagi orang dibalik pintu itu maminya.
"Mami, buka pintunya. Elang dikunci. Elang mau mastiin adek baik-baik aja."
"Nanti Mami bukakan, sebaiknya kamu tidur. Jangan pedulikan lagi anak sialan itu, mungkin dia telah disingkirkan papimu."
Degup jantung Elang bekerja dua kali lipat, untaian kata maminya tersalip kepuasan jahat menghancurkan relung hatinya.
"Maksud Mami apa?!"
"Tenanglah sayang, anak itu akan pergi selama-lamanya, jadi kita bisa hidup layaknya keluarga umumya."
"Nggak! Aku nggak bisa tenang, apa maksud Mami bilang kayak gitu?"
"Kau tau maksud Mami, sebentar lagi papimu membereskan semuanya." Rini tertawa lepas, berlalu menjahui kamar Elang.
"MAMI BUKA PINTUNYA! KALIAN NGGAK BOLEH MELAKUKAN ITU. BRENGSEK!" Elang teriak kesetanan.
Memukul-mukul pintu kayu yang menjulang tinggi. Air matanya jatuh bersamaan sesak memenuhi relung hatinya. Adek kesayangannya butuh pertolongan, ia malah terjebak di kamar.
Elang baru terpikir masih mempunyai sahabat yang bisa membantunya menyelamatkan Dande. Mengambil handphone-nya, menghubungi salah satu dari mereka.
"Ganggu orang tidur aja lo, Bro," ucap Dito serak, khas baru bangun tidur.
"Bacot lo, To. cepatan ke rumah gue. Adek gue mau dibunuh, gue juga dikurung di dalam kamar."
"Apa?! Gue OTW." Panggilan terputus.
Sedangkan orang yang Elang khawatirkan berada di ruang remang-remang. Dande tidak sadarkan diri, tangannya diikat dan disandarkan pada sudut ruangan.
Tama duduk bersilang di kursi tak jauh dari Dande, tersenyum puas melihat layar handphone-nya menampilkan pergerakkan orang yang ia tunggu-tunggu semakin mendekati tempat penyekapan Dande.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dandelion || Last Destiny [TERBIT]
Teen FictionPart Lengkap+sudah dibuku kan, bisa dipesan melalui Shopee Firaz Media Takdir Sesungguhnya telah datang, membawa luka baru penambahan luka yang lalu. Menggores asa yang dia punya, mengikis hubungan yang jauh dari kata sempurna. Dia dengan dunia ke...