Satu hal yang paling Dande inginkan dalam hidupnya, ingin mempunyai keluarga yang lengkap. Saling berbagi kasih, menyemangati satu sama lain, dan bersama-sama menghadapi kejamnya dunia.
Namun, tidaklah semudah Dande pikirkan. Banyak rintangan mangaburkan impiannya. Penolakan dan penolakan terus dilantorkan padanya, hingga Dande berpikir menyerah adalah jalan menuju hidup damai.
Saat semua harapan hancur, uluran tangan dan dekapan hangat menariknya dari keterpurukan. Satu persatu rangkain harapan menggantung indah mewarnai harinya, kasih sayang yang selama ini Dande nanti-natikan teruwujud indah melengkapi hidupnya.
Dande tidak pernah berpikir sebahagia ini. Ternyata benar, Tuhan sedang merencanakan sesuatu yang indah dibalik banyaknya luka. Kini, apa yang diinginkan telah didapatkan, walaupun waktu terus berkurang merasakan kebersamaan mereka.
Dande tidak bodoh menyadari kondisinya sekarang. Tubuhnya seolah mengatakan tidak baik-baik saja. Rasanya sesak dan sakit setiap malam terlewati.
Dande hanya bisa menikmati detik-detik yang perlahan menghilang, hingga yang di Atas benar-benar menjemputnya pulang kebtempat sesungguhnya.
Dande senang dapat berkumpul bersama keluarganya, tidak hanya keluarga angkatnya juga keluarga kandungnya.
Canda tawa meramaikan permainan bola mereka, melihat abang Fero dan papi Tama yang menggondong Mahen dan Elang sering jatuh mengejar bola.
Dande yang digendongan Faro tidak bisa menahan tawanya, sampai membuatnya terbatuk-batuk dan sesak perlahan mengambil alih.
Faro merasakan Dande diam dalam gendongannya, berhenti. Memutar kepalanya ke samping, memastikan Dande baik-baik saja. Benar saja perkiraannya, Dande tampak kesusahan menarik napas dan wajah memucat.
”K-kak … sesak,” lirih Dande. Menumpukan kepalanya di pundak Faro.
Dengan cepat, Faro mengubah posisi Dande berada di pangkuannya, raut kesakitan dan napas berbunyi menghentikan permainan mereka.
Anggota keluarga lain berlomba-lomba mendekati Faro, saat itulah tubuh ringkih itu tidak bergerak sama sekali.
“ADEK!”
Teriakan lantang Diana dan Rini menandakan hancurnya hati seorang ibu menyaksikan kesayangan mereka terpejam erat tanpa ada pergerakan.
Semuanya kalang kabut membawa kesayangan mereka ke rumah sakit, doa dan harapan tidak pernah putus mengiringi perjalanan mereka.
Sesampainya di tempat tujuan, Reza dan suster di sana sudah menanti, bergerak cepat mendorong brankar ke ruangan IGD.
Mereka hancur dalam bersamaan oleh satu nama, Dande.
Diana berteriak histeris dipelukan Fahri, tidak sanggup menerima keadaan yang tidak mereka duga.Rini dan Tama memandang kosong pintu IGD dengan air mata tak pernah berhenti.
Elang duduk bersandar di dinding, menyatukan kedua lututnya dan membenamkan kepalanya dengan racauan meminta kembali.
Anggota keluarga yang lain, terus berdoa agar semuanya baik-baik saja.
Sementara Faro dan Reza berusaha mengembalikan detak yang hilang. Banyak kabel dan selang di tubuh ringkih itu, garis lurus pun menambah hancurnya hati mereka yang tengah berjuang menyelamatkan kesayangan mereka.
Beberapa kali Defibrilator ditempelkan tubuh ringkih itu, tidak mampu mengubah garis lurus yang ditampilkan. Reza rasanya mau menyerah, tetapi Faro tidak akan membiarkan adeknya pergi.
Sedikit harapan Faro punya, naik ke atas brangkar, menekan dada yang tidak bergerak, tidak peduli air mata dan peluh membasahi.
”Ro, ikhlas ….”
KAMU SEDANG MEMBACA
Dandelion || Last Destiny [TERBIT]
Teen FictionPart Lengkap+sudah dibuku kan, bisa dipesan melalui Shopee Firaz Media Takdir Sesungguhnya telah datang, membawa luka baru penambahan luka yang lalu. Menggores asa yang dia punya, mengikis hubungan yang jauh dari kata sempurna. Dia dengan dunia ke...