Semesta tak pernah iba mengambil kebahagian manusia, menghancurkan harapan tanpa sisa, mengurai janji yang diucapkan.
Banyak hati dipaksa menerima duka, banyak kebahagian direnggut paksa, hingga keikhlasan menjadi pilihan.
Luka yang ditanggalkan, tak akan hilang dari bayangan, hancur tanpa meninggalkan secercah harapan.
Tak ada yang benar-benar bisa menerima itu semua, kenangan bersama orang tersayang menjadi kaset rusak meluluh lantakan hati yang dihancurkan.
Suka dan duka akan terus berganti, hingga mencapai puncak jiwa memilih pergi. Jauh sebelum itu terjadi, Tuhan telah memperingati, tidak ada yang abadi, kecuali kembali kepada Sang Ilahi.
Keluarga Erlangga diambang kehancuran. Setiap detik yang dilalui mencekik waktu berarti. Air mata tak pernah berhenti menunggu kabar ruangan putih, tempat ambang lelahnya manusia.
Diana menangis histeris menyaksikan Dande dalam kondisi kritis tanpa bisa berbuat apa-apa. Ia sangat takut anak bungsunya itu memilih memilih pergi. Sangat takut, hingga masih terbayang tubuh nan rapuh itu membiru bersama darah terus keluar dari mulut dan dada tertusuk pisau kecil.
Fahri hanya bisa memandang kosong ruang operasi yang tertutup rapat, hatinya sesak membayangkan kesakitan anak bungsunya yang sedang berjuang di dalam sana. Ia masih ingat jelas kejadian sebelumnya, saat peluru menembus dada yang tak bersalah, sekarang dada yang membekas luka kembali dirobek oleh keegoisan semesta.
Keluarga Erlangga yang lain tak kalah kacaunya, tak sekalipun mereka mengalihkan pandangan dari lampu di atas pintu operasi. Berharap ketika lampu itu mati, memberikan kabar baik.
Namun, semesta tak pernah puas menyiksa tubuh ringkih di dalam sana. Nyaringnya EKG tidak beraturan menambah kekalutan perawat yang sedang mempertahankan jiwa.
Tubuh polos itu hanya diam saat dijamah para perawat, berserah diri saat Reza menekan dada yang baru saja dijahit, dan suster menyuntiknya berulang kali. Selang ventilator yang dimasukkan ke mulut sampai ke paru-parunya pun tak mampu membuatnya bernapas dengan normal, bersama detak jantung perlahan menghilang, membuat mereka yang berada di dalam tak mempedulikan lelah menarik jiwa untuk tetap di raganya.
Reza bercucuran keringat melakukan pijatan jantung. Bukannya detak jantung meningkat, melainkan darah yang naik ke dalam selang ventilator. Pendarahan pada organ vital Dande tiba-tiba kembali terjadi setelah berhasil dihentikan.
Sementara orang yang mereka perjuangkan, hanyut dalam kebahagiaan. Melupakan mereka yang hancur mempertahankan hidupnya.
Dilain tempat, Elang berpikir bangun di tempat yang sangat luas, dengan hamparan hijau dihiasi bunga putih nan indah. Hembusan angin sejuk membawa kelopak bunga bertebangan di angkasa. Sangat menenangkan, dan sejuk dipandang.
Tak sengaja, matanya mengarah ke bukit di sampingnya. Disana, dua orang berbeda usia sedang berbincang satu sama lain, tertawa ceria di setiap obrolan mereka.
Elang tak dapat melihat dengan jelas, ia mendekati dua orang berbaju putih yang sedikit jauh dari jaraknya.
Semakin mendekati mereka, Elang menangkap tawa si paling kecil memeluk yang lebih tua. Suara itu mengingatkannya kepada seseorang, belum lagi suara berat yang ia rindukan.
Elang mematung melihat siapa yang ia dekati, melangkah cepat menghampiri mereka yang mulai beranjak pergi. Tangisnya pecah melihat mereka semakin menjauh.
"Berhenti! Jangan tinggalkan aku! PAPI ... ADEK!" teriak Elang, terus mengejar dua sosok berarti dalam hidupnya.
Mereka yang dipanggil menoleh melihat Elang. Tersenyum teduh menatap Elang beruraian air mata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dandelion || Last Destiny [TERBIT]
Teen FictionPart Lengkap+sudah dibuku kan, bisa dipesan melalui Shopee Firaz Media Takdir Sesungguhnya telah datang, membawa luka baru penambahan luka yang lalu. Menggores asa yang dia punya, mengikis hubungan yang jauh dari kata sempurna. Dia dengan dunia ke...