Perasaanku kacau lagi, sebenarnya semua karena kesalahanku sendiri yang tidak dapat menahan kemarahan. Aku akui bahwa perangaiku buruk dan parahnya aku tidak pandai menyatakan apa yang aku pikirkan sebenarnya pada orang lain. Mungkin jika diibaratkan, maka aku ini bagaikan landak yang kesulitan menemukan teman. Mereka yang kini berada di sisiku mungkin telah kulukai secara sadar maupun tidak.
Jujur, aku tidak ingin memaksa mereka untuk tinggal tetapi dalam hatiku yang terdalam tetap berharap mereka terus berada di sisiku. Aku ini manusia, jadi bohong besar jika aku ingin hidup sendirian. Sebenarnya aku bersyukur mereka tetap ada di sekitarku selama bertahun - tahun. Walaupun aku tahu hal itu butuh kesabaran luar biasa dari mereka saat menghadapiku.
Aku tahu sikapku juga keterlaluan pada Praya, tapi aku marah... sangat marah karena dia berkata akan meninggalkanku. Seharusnya dia mengenalku dengan baik. Benar katanya bahwa aku telah menyakitinya bukan hanya sebulan, setahun, sepuluh tahun bahkan lebih dari itu. Aku mengenalnya bahkan sekitar dua puluh tahun.
Gadis kecil yang menangis di balik pohon besar itu kini sudah tumbuh dewasa dan cantik. Semua orang di istana pasti tahu dan sadar jika Praya lebih cantik dari Padestari. Namun sifat mereka yang bertolak belakang membuat Praya bagai tertutup bayangan Padestari.
Seperti aku bilang bahwa diriku dahulu lebih tertarik pada Padestari karena dia mirip Bunda. Tapi itu dulu sebelum aku tahu sifat aslinya. Mungkin seperti Praya, aku juga pura - pura buta dan tuli akan kabar angin yang menjelek - jelekan orang yang kucintai. Saat itu Padestari di mataku adalah sosok perempuan sempurna tanpa cela dibandingkan perempuan lain, apalagi jika dibandingkan dengan Praya. Cinta kadang membuat orang berubah bodoh dan mungkin aku salah satu contohnya.
Tapi mau bagaimana lagi, dulu aku sebenarnya agak terganggu akan sikap Praya yang terlalu menempel padaku. Sedangkan Padestari justru menjaga jarak dariku. Mungkin itu alasan aku tertantang menaklukan Padestari dan terlihat menyia - nyiakan perjuangan Praya.
Jika aku jadi Praya, aku juga pasti akan merasa kesal dan marah. Tapi apa katanya waktu itu padaku? Dia bersedia menikah dengan laki - laki antah berantah yang diajukan oleh ayahnya. Oh, bukan ayahnya tetapi Ayahandaku sendiri. Seperti biasa Ayahanda akan menjauhkan sesuatu yang aku sukai dengan cara paling halus, bahkan tanpa terlihat ikut campur sama sekali.
Jangan kira aku tidak tahu jika Ayahanda mengatur tidak hanya hidupku, Padestari bahkan Mahisa Wong Anteleng adikku. Kami bagai patung - patung yang wajib mengikuti perintah tuannya. Disudutkan dengan cara terhalus sehingga mau tak mau berpikir bahwa keputusan yang ditawarkannya adalah hal terbaik untuk dilakukan. Oh, kecuali Padestari mungkin sebab dia kenyataannya tidak tertekan saat menerima keputusan Raja Singasari itu.
Sebenarnya waktu itu aku kesal pada tingkah Ayahanda yang tidak menghargai usahaku untuk ikut serta dalam pemerintahan di wilayah Tumapel. Apalagi beberapa pendapatku dalam musyawarah di Balai Agung ditolaknya mentah - mentah, padahal narapati maupun pejabat kerajaan lain sependapat denganku. Siapa coba yang tidak kesal?
Sialnya Praya salah paham dan mengira aku terganggu soal keberadaan Rengganis. Memang itu juga jadi masalah, namun aku bingung bagaimana menyelamatkan dia dari sana. Aku bagaikan terhalang tembok yang tak dapat aku tembus. Memaksa menghancurkan tembok penghalang itu juga tidak mungkin karena selain bisa melukaiku, bisa dipastikan akan melukai Rengganis maupun orang - orang lain di sekitarku.
Benar kata Praya bahwa cara termudah adalah dengan meminta bantuan dari Ayahanda agar memberi perintah pemindahan tugas bagi Rengganis. Tapi lebih baik aku terjun dari tebing daripada meminta apalagi memohon pada Ayahanda. Tidak akan kulakukan dalam seratus tahun sekalipun. Namun memenuhi syarat Bunda dan menunggu hingga aku naik tahta juga mungkin membutuhkan waktu lama. Oleh karena itu aku benar - benar tidak punya jalan keluar bagi Rengganis saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
SINGASARI, I'm Coming! (END)
Historical FictionKapan nikah??? Mungkin bagi Linda itu adalah pertanyaan tersulit di abad ini untuk dijawab selain pertanyaan dimana sebenarnya jasad I Gusti Ketut Jelantik dikebumikan. Kurangkah dia berikhtiar? Lalu apa namanya kegiatan blind date yang harus Linda...