Tidak mendengarkan perkataan Dewi Rumbu, dengan wajah merah menahan marah Kanjeng Praya berjalan ke arahku "DASAR PELAYAN TAK TAHU DIRI !" Hardiknya lalu mendekat guna melayangkan tangannya kepadakuMenutup mataku bersiap menerima tamparannya. Jujur aku tak pernah ditampar sebelumnya, aku bahkan lolos saat ospek dulu. Berhubung ini akan menjadi pengalamanku yang pertama, jadi ketakutanku bertambah berkali - kali lipat. Mau menghindar atau menepis tangannya juga tidak mungkin, karena posisiku hanya pelayan. Maka aku memutuskan untuk menutup mataku saja. Tinggal beberapa detik lagi, nanti tidak hanya tanganku yang akan terasa sakit tetapi juga pipiku
"Hentikan Praya ... Jangan pernah menyentuh orang - orangku !" Suara pelan namun dengan nada dingin yang sudah lama tidak kudengar, kini terdengar lagi.
-------------------------------------------------------------
Mataku otomatis terbuka dan memandang ke arah dua orang yang sedang berdiri dihadapanku kini. Kulihat gerakan Kanjeng Praya yang bersiap menamparku terhenti di udara karena tangannya telah dicekal oleh Pangeran Anusapati.
Tidak sampai situ saja, Pangeran tidak hanya menahan tetapi kini dia menarik mundur tubuh Kanjeng Praya. Tubuhnya bahkan oleng sesaat karena memang dia dalam keadaan akan melangkahkan kaki ke arahku. Pangeran Anusapati juga menendang pecahan poci tanah liat terdekat yang kelihatanya cukup runcing. Wajarlah, tanah liat mana yang tidak hancur saat berbenturan dengan lantai batu. Maka tak heran, jika banyak pecahan poci berhamburan di lantai.
Aku memang pernah melihat pasangan yang berkelahi di tempat umum, seringnya di tempat - tempat makan. Kebanyakan karena sang pria ketahuan selingkuh. Biasanya aku tak ambil pusing dan tetap makan dengan tenang walau dilatar belakangi soundtrack umpatan kasar hingga bantingan barang - barang.
Dunia ternyata berputar kala aku tidak sengaja menyaksikan kekasihku Tommy yang katanya sedang mengikuti PON di Pekanbaru dan baru akan pulang tiga hari lagi itu tiba - tiba sedang makan dengan seorang gadis di salah satu mall di Bandung. Apakah aku mengamuk ? Tentu tidak, maksudku tidak di sini. Jika berpikir secara rasional bisa saja gadis itu adiknya atau sepupunya. Tapi setahuku adiknya laki - laki semua dan mana ada sepupu yang saling memanggil 'yang' satu sama lain.
Hari ini entah kesialanku atau keberuntunganku karena mengikuti niat Gia untuk bolos mata kuliah siang dan malah hangout di mall. Si brengsek itu tahunya aku ada kelas siang, karena beberapa jam lalu kami sempat berkirim pesan. Mungkin itu juga alasan dia makan - makan santai bersama gadis lain.
"Labrak aja, Lin ! Dia juga nggak mungkin berani kasar, ini tempat umum. Tunggu deh, aku beli minuman dulu. Heem ... jus aja kali yaa, biar lengket. Enak banget dia kalau cuma disiram air putih. Oh yaa, ntar siram langsung ke mukanya. Sayang banget nggak ada yang jual jus cabe yaa. Dendam itu panas, jadi minimal dia ngerasain panas jugalah, jangan kamu aja yang panas !" Ucap Gia yang terlihat kesal
"Ogah banget, main siram - siram." Marah sih marah tetapi nggak mesti mempermalukan diri sendiri juga.
"Terus maunya apa ? Tendang, tikam, bunuh sampe akhirnya mutilasi ?" Ucapnya sambil berdesis
"Sadis amat, Gi ! Aku tuh niat masuk surga, bukan masuk penjara apalagi neraka."
"iiiihhh ... Linda binti Bapak Cakra Rahadi Setiawan, itu cowok kamu lagi selingkuh. Ngga ada apa marah atau emosi yang butuh disalurkan ? Aku aja yang liat, sumpah gedeg banget. Kalo takut, biar aku yang maju, baru juga atlet judo udah banyak tingkah. Apa kabar kalo udah jadi Iko Uwais ?" Tunjuk Gia pada pasangan yang duduk dalam posisi membelakangi kami
KAMU SEDANG MEMBACA
SINGASARI, I'm Coming! (END)
Historical FictionKapan nikah??? Mungkin bagi Linda itu adalah pertanyaan tersulit di abad ini untuk dijawab selain pertanyaan dimana sebenarnya jasad I Gusti Ketut Jelantik dikebumikan. Kurangkah dia berikhtiar? Lalu apa namanya kegiatan blind date yang harus Linda...