Duduk menatap pemandangan malam selalu menyenangkan, walau langit kini lebih sering berhasil menyembunyikan bintang. Melirik jam di pergelangan tangan ternyata sudah dua puluh menit berlalu. Apa benar orang Indonesia memang hobby ngaret?
Mengalihkan pandangan mengitari keadaan cafe yang mulai ramai dan didominasi pasangan muda - mudi. Kegiatan yang sepertinya jadi kebiasaan di akhir minggu. Menyesap jus alpukat yang nyaris tinggal setengah sambil membuka pesan yang dikirim mama berupa profil foto yang akan menjadi patnerku dalam blind date kali ini.
Alarm Mama mulai menyala saat meyadari anak gadis satu - satunya belum berhasil menemukan jodoh. Tuhan memang adil disaat karierku berjalan lancar macam jalan tol, namun kisah percintaanku macet bahkan nampak menuju jalan buntu.
Menjalin hubungan beberapa kali namun berakhir dengan kata 'putus' membuatku tidak begitu memikirkan masalah hati lagi. Hingga Mama dengan teganya mengingatkan jumlah umurku yang kurang dari dua tahun akan mencapai kepala tiga.
Ingin rasanya menjadi tokoh novel dimana hanya dengan satu kali adegan tabrakan saja, bisa menemukan jodoh. Namun tabrakan di dunia nyata, nampaknya aku tidak akan menemukan jodoh tetapi justru mendapatkan malu bahkan mungkin tagihan ganti rugi.
Maka pilihan paling aman adalah mengikuti kemauan Mama untuk berkenalan dengan anak teman - temannya. Memalukan? pastinya iya, tetapi pekerjaanku memang menuntutku untuk percaya diri tampak tegar di hadapan orang banyak.
Suara dehaman pelan seorang berhasil membuyarkan lamunanku. Memandang ke depan dan menemukan sosok pria yang cukup tampan dengan badan proporsonal walau memang tertutup kemeja panjang.
Pantas saja bentuk badanya bagus karena katanya dia dan temannya berhasil merintis usaha. Bahkan mereka kini memiliki beberapa cabang tempat fitnes. Bisnis yang mulai dijajaki orang karena kesadaran akan kesehatan tubuh mulai meningkat terutama bagi penduduk di perkotaan. Mama memang pandai mencari pasangan potensial, minimal dari segi tampang.
"Maaf terlambat, tadi ada masalah kerjaan sedikit," katanya sambil tersenyum.
"Nggak masalah, lagian tempat yang kamu pilih juga bagus jadi nggak bosen buat nunggu," balasku sambil tersenyum juga demi menjaga kesopanan.
"Kesan pertama kamu ke aku pasti buruk ya? Kencan pertama udah ngaret."
Membenarkan dalam hati lalu tersenyum "Nggak juga" ucapku sudah mirip orang munafik, karena tak mungkin juga berkata jujur pada orang yang baru pertama kau kenalkan.
"Saya mesti panggil apa nih? Malinda atau Linda?"
"Panggil Linda aja!"
"LINDA AJA???" Tanyanya sambil menaik turunkan alisnya "Elah bercanda, nggak usah melotot gitu, kayaknya sama guru mesti hati - hati ngomong ya?" lanjutnya sambil terkekeh.
Aku mendengus "Berarti kamu dulu sering berpengalaman kena hukum guru gitu?"
Dia mengangguk "Lumayan. Oh iya, kamu bisa panggil saya Firas atau kalau mau panggil sayang juga aku nggak keberatan," Lalu kembali tersenyum bahkan lebih lebar dari pada tadi.
Aku ikut tersenyum "Sayang - nya playboy maksudnya?"
"Emang muka aku ada tampang playboy? Ini muka calon imam keluarga tahu."
Sepertinya kencanku kali ini menemukan titik terang, semoga semuanya baik - baik saja hingga akhir. Jujur aku lelah harus mengikuti acara blind date terus - terusan. Dahulu mungkin aku bisa menjabarkan kriteria calon suamiku dari A - Z, namun semakin bertambah tahun, kriteriaku semakin menyusut hingga hanya menjadi tiga yaitu:
Laki-laki ☑️
Punya pekerjaan ☑️
Wajahnya cocok dan bisa diajak jadi temen kondangan ☑️
KAMU SEDANG MEMBACA
SINGASARI, I'm Coming! (END)
Historical FictionKapan nikah??? Mungkin bagi Linda itu adalah pertanyaan tersulit di abad ini untuk dijawab selain pertanyaan dimana sebenarnya jasad I Gusti Ketut Jelantik dikebumikan. Kurangkah dia berikhtiar? Lalu apa namanya kegiatan blind date yang harus Linda...