18. Tersirat Dilema

59 8 0
                                    

Happy Reading Fellas!

~♥~

D E L A P A N B E L A S

"Jaga diri masing-masing aja abang-abangku, gak usah jaga-jaga orang lain. Nih tuh, gue kasih es krim satu-satu. Tahu pada sensi makan yang dingin-dingin biar enggak kebakar,"

~♥~

Sudah tiga minggu lewat sejak pesta pernikahan ayah Fabian. Kini para member The Roacherz sedang duduk bersama di markas besar mereka -rumah kedua Al dan Felisha- membahas lagi misi pertama mereka. Jam dinding yang menempel di tembok di belakang sofa yang sedang di duduki oleh Felisha, Fabian dan Galih menunjukkan waktu makan malam. Namun ternyata beberapa dari mereka sudah menyantap makan malam mereka sejam yang lalu.

Ardha yang mengenakan kaos hitam polos dan celana jeans hitam dengan tangan membawa sepiring nasi goreng buatannya menghampiri ruang tengah dari arah dapur. Ia membuat nasi goreng untuk Felisha karena kebetulan Felisha tidak ikut makan malam bersama para member. Ardha terbiasa dengan jam makan malam Felisha yang sepertinya memang selalu teratur karena yang lain juga begitu, kecuali Fabian dan kawan-kawan yang baru sekitar dua sampai tiga bulan ini mengenal Felisha.

"Makan," perintah Ardha sambil menyodorkan sepiring nasi goreng itu ke arah Felisha. Gadis itu justru hanya diam dan larut dalam pikirannya sendiri. Sementara Fabian yang ada di sebelahnya menatap keduanya bergantian dengan datar. Fabian sebenarnya cemburu namun ia tidak ingin mencari masalah di depan yang lain.

"Makan," perintah Ardha sekali lagi membuat Felisha tersadar dari lamunannya.

"Eh, iya. Makasih, Dha," ucap Felisha lalu mulai menyantap nasi goreng itu.
Felisha makan dalam diam sambil mengerjakan sesuatu di laptop yang ada di pangkuannya. Fabian sendiri sudah mengalihkan perhatiannya dan lanjut mengobrol dengan yang lain. Setelah beberapa menit Felisha makan, ia menyodorkan piring yang masih berisi setengah porsi dari nasi goreng tadi ke arah Ardha. Felisha merasa kenyang dan tak menghabiskan makannya.

"Kenyang?" tanya Ardha singkat. Yang di tanya hanya mengangguk beberapa kali dan melanjutkan aktivitasnya fokus pada laptopnya.

Ardha pun menghabiskan makanan Felisha yang tidak habis. Ia menyantapnya dengan sikap seolah sangat tahu dengan kebiasaan Felisha ketika tidak menghabiskan makanannya. Tanpa sadar Fabian sedari tadi memperhatikan interaksi kedua sejoli yang bersahabat itu. Ia memang menahan emosi berlebihnya dengan diam. Sebagai laki-laki Fabian memang sedikit posesif dengan miliknya. Ia memang punya sifat cemburuan yang menurun dari sang ayah. Karena merasa sedikit muak dengan adegan yang ia lihat barusan, Fabian memutuskan untuk pamit dan pergi. Toh, pembicaraan mereka sebenarnya sudah selesai.

"Asha, gue keluar sebentar ya," pamitnya pada Felisha di sebelah kirinya.

"Kemana?" tanya Felisha menatap Fabian penasaran.

"Ketemu Nania, mau bahas kerjasama bazarnya,"

"Gue ikut, ya?"

"Enggak usah, gue Cuma sebentar kok. Jam 9 gue udah balik,"

"Ya udah, hati-hati ya,"

"Lo juga, makan lagi biar gendutan dikit!"

"Kalau gitu pulang nanti bawa es krim ya,"

"Ora! Mangan es terus karepmu, ndak watuk ngerti ora? Nek watuk ki sing angel aku¹," omel Fabian dengan logat jawanya membuat Felisha merengut.

"Felisha mana paham, Fab," sahut Rio berniat meledek Felisha.

Game Over: THE WOLFGANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang