39. Membuka Luka Fabian

29 7 0
                                    

Happy Reading Fellas!

~♥~

T I G A P U L U H S E M B I L A N

"Harus ada yang mulai membuka luka itu supaya bisa di obati bukan?"

~♥~


Malam Minggu. Ada yang bisa menebak kemana Felisha malam ini? Yang jelas, ia menolak mentah-mentah saat Fabian mengajaknya keluar berdua seperti biasa. Jawabannya terlalu mudah, Felisha sedang bertemu dengan dua orang yang amat di benci Fabian. Apa Fabian tahu? Oh tentu tidak. Bisa mengamuk anak itu.

Sudah beberapa kali Felisha diam-diam menemui dua orang itu hanya untuk mendengarkan cerita yang Felisha sendiri tidak bisa menduganya. Begitu banyak kejutan dan luka di balik cerita Fabian yang menurutnya sudah sangat menyakitkan itu.

Felisha sebagai seorang wanita, ikut merasakan bagaimana penderitaan Rania selama hidupnya. Mungkin ia memahami perasaan Rania melakukan sesuatu yang sebenarnya bisa dibicarakan baik-baik. Apalagi memiliki seorang pria tangguh lembut yang menyayanginya dengan sangat, seperti Adintara.

Pria berusia 40an awal itu menyesap kopinya lembut dan menatap Felisha lekat. Seolah meyakinkan bahwa pria ini baik-baik saja. Meyakinkan bahwa memang masalah ini dimulai dari kesalahannya. Meyakinkan bahwa Fabian memang pantas membencinya. Toh, Fabian ini jelas anak yang seratus persen menuruni sifat Adintara. Dia jadi tahu betul tentang pemikiran Fabian.

"Bagaimana keadaan Rania, Felisha?" tanya Adintara yang sebenarnya tidak penasaran.

"Tentu nggak baik-baik aja, Om. Om Adi dan Tante Vivina mau jawaban apa dari Felisha? Mama Rania nggak pernah baik-baik aja," jawab Felisha kelewat jujur. Memang beberapa waktu lalu, Rania sudah resmi menjadi mama kedua bagi Felisha. Anak itu jadi protektif dan Fabian menganggap hal itu baik.

"Lalu kabar Fabian? Apa dia bisa melupakan sejenak apa yang terjadi di rumah? Sepertinya dia sangat ingin keluar dari rumah saya," basa-basi Adintara lagi. Dia ingin tahu seberapa jauh gadis polos ini bisa membantu Fabian. Toh, dia mengawasi Fabian setiap waktu.

"Fabian terlalu baik malah. Om Adi bisa lihat sendiri setiap Felisha datang ke rumah Om, Fabian sumringah luar biasa," jawaban gadis itu membuat Adintara terkekeh.

"Apa rahasiamu, Felisha? Bagaimana Fabian bisa meredam emosinya begitu tahu Vivina hamil?" kali ini Adintara tak berbasa-basi. Jujur dia lelah.

"Rahasia? Om pikir aku pakai apa untuk bujuk Fabian? Jelas dengan keadaan Mama Rania. Fabian itu sudah besar, Om. Dia cuma butuh orang yang kasih dia pengertian, dia cuma butuh tempat ngadu. Kalau Om tanya tentang rahasia, Felisha cuma bisa jawab, kalau Fabian mulai belajar," jelas Felisha panjang membuat Adintara terdiam.

Gadis di depan Adintara ini usianya baru 18 tahun, tapi dia bisa berpikir lebih matang dari dirinya. Tentu ia paham dengan apa yang Fabian hadapi dan butuhkan. Dia ayahnya. Tapi kali ini, kekasih anaknya menang telak menghadapinya.

"Maaf Om, kalau boleh Felisha tahu, apa rencana Om kedepannya?" pertanyaan itu membuat Adintara sedikit terhenyak. Dia bingung harus menjawab apa.

"Kami belum memikirkan itu, sayang. Kami ingin fokus dengan keadaan Rania dan kehamilan Vivina," jawab Adintara lembut dan sendu membuat Felisha merasa bersalah. Di tambah Vivina mengelus bahu Adintara pelan berusaha menguatkannya. Ia tahu ini berat, tapi bukankan Rania tidak bisa menunggu lebih lama lagi?

"Felisha sangat paham akan hal itu Om Adi. Maaf, Felisha minta maaf. Mungkin Felisha terkesan lancang dan terlalu ikut campur. Tapi gimana pun juga, Fabian berhak dan wajib tahu masalah ini. Kali ini bukan tentang menjaga perasaan lagi Om, Tante. Bukan Felisha mau bersikap enggak sopan atau mendoakan hal yang enggak-enggak terjadi, tapi Mama Rania enggak bisa terus dalam tekanan kalau ingin sembuh. Felisha pikir Om dan Tante, maupun Mama Rania dan Fabian bisa mulai lagi dari awal dan memperbaiki semuanya. Ini bukan waktunya untuk diam dan bersikap sok tegar Om, lebih baik Om menjahit luka tanpa satupun anestesi, dari pada terus menyayat luka baru dengan kebungkaman," ujar gadis itu panjang sedikit mencubit hati Adintara. Jujur di saat seperti ini pria itu penasaran dari mana asal mulut Felisha yang blak-blakan dan menusuk itu.

"Felisha benar, Mas. Harus ada yang mulai membuka luka itu supaya bisa di obati bukan?" sahut Vivina yang menyetujui semua ucapan Felisha. Gadis muda itu tersenyum lembut dan mengangguk lagi ikut meyakinkan Adintara.

Adintara terdiam sejenak. Ia memikirkan semua kata-kata Felisha selama ini. Ia juga memikirkan keadaan Rania, Vivina maupun Fabian yang selama ini selalu membuatnya gusar. Adintara juga lelah. Dan kebetulan sekali, gadis muda di depannya ini, dengan berani menatap mata Adintara dan memintanya untuk bercerita malam itu. Kalau tidak ada Felisha, mungkin Fabian kemarin akan langsung membunuh Vivina begitu tahu pasal kehamilannya. Tempramen anak itu benar-benar buruk kalau sudah menyangkut Rania. Adintara menghela napasnya perlahan.

"Baiklah. Om akan coba. Terima kasih Felisha, kamu banyak membantu kami," putus Adintara akhirnya memberi jawaban yang Felisha harapkan.

"Felisha cuma bantu Om dan Tante untuk berpikir lebih panjang, dan Felisha juga berusaha jadi sahabat yang baik untuk Mama Rania. Om dan Tante enggak perlu berterima kasih ke Felisha," jawab Felisha dengan senyum manisnya.

Gadis itu sendiri berpikir ini awal yang baik. Ia sekedar membantu Rania, bukan berharap bisa menyelesaikan masalah di antara keluarga itu, karena sampai kapan pun Felisha tidak akan bisa. Yang bisa menyelesaikannya hanya mereka berempat saja. Apalagi mereka akan kedatangan anggota keluarga baru, yang tidak tahu menahu sama sekali soal masalah ini. Felisha takut kalau anak yang tidak bersalah itu malah menjadi korban dan tidak mendapat kasih sayang cukup karena masalah ini.




~♥~

Yo helo-helo-helo!!
Hari ini sangat amat singkat saja ya.
Karena setelah ini ada yang mau datang.

Semoga kalian bisa memahami dengan baik, dan menerima cerita ini yaa..

penasaran nggak sih sebenernya masalah keluarga Fabian itu apa? Kalau penasaran ikutin terus yah!!

Kita sudahi dulu yaa, mohon kritik dan sarannya ya Fellas!!

Ah, jangan lupa satu bintangnya! terima kasih sudah baca! Salam,

-dessafel

Game Over: THE WOLFGANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang