40. Malam Dibukanya

34 7 0
                                    

Happy Reading Fellas!

~♥~

E M P A T P U L U H

"Dia baik. Kandungannya juga baik,"

~♥~

Ucapan Felisha pada malam kemarin sangat membekas di ingatan Adintara. Tidak ada salahnya memang, Mencoba membuka luka itu dan mengobatinya bersama-sama perlahan. Supaya kedepannya tidak ada yang terluka. Meski sakit dan harus merasakan perihnya luka itu lagi, tapi ini yang terbaik.

Itulah kenapa Adintara dan Vivina saat ini berada di depan kediaman Rania. Sedang mengumpulkan keberanian dan kata-kata untuk membujuk Rania keluar dari persembunyiannya. Sore ini juga mereka harus mencobanya. Keduanya saling menatap, saling memberi kekuatan. Meski bergetar, Adintara memberi kekuatan pada tangannya untuk bergerak memencet bel rumah itu.

Ting! Tong!

Rania tergopoh-gopoh untuk membukakan pintu. Wanita cantik itu mengusap tangannya pada celemek di tubuhnya dan segera membuka pintu. Betapa terkejutnya ia melihat sang suami dan istri keduanya sedang di depan rumahnya tersenyum menatapnya. Tubuh Rania mendadak bergetar. Namun dengan menguatkan diri, Rania mempersilakan mereka untuk masuk.

"Kalian kemari ada apa? Saya takut Bian marah," tanya Rania berusaha menyembunyikan ketakutannya. Untung Fabian sedang tidak ada di sana. Jadi kedua orang itu bisa masuk dengan leluasa.

"Tenang, Ran. Aku hanya ingin menyelesaikan permasalahan ini. Apa kamu mau terus berdiam diri seperti ini? Bian sudah dewasa, dia harus tahu soal ini. Cepat atau lambat, Bian harus memahami," ujar Adintara tanpa berbasa-basi. Pria itu tahu Rania berusaha melawan dirinya sendiri.

"Aku tahu. Aku paham apa maksudmu. Tapi tidak sekarang. Aku takut Fabian hanya akan mengamuk," jawab Rania dengan tatapan gelisah. Sungguh pikirannya kemana-mana sekarang. Ia tak bisa menenangkan dirinya.

"Mbak, maaf aku lancang. Tapi kita sebagai orang tua harus percaya sama Fabian. Fabian pasti bisa mengerti, dan kita bisa memperbaiki semua ini. Kita bisa mulai dari awal, bersama-sama. Enggak hanya aku dan Mas Adi, tapi juga Mbak dan Fabian," bujuk Vivina yang ikut berusaha.

"Iya, Ran. Aku ingin kamu kembali ke rumah dan tinggal bersama. Kita bangun keluarga ini dari awal lagi,"

"Anda tak perlu menghasut ibu saya!"

Oh tidak.

"Bi-bian.." cicit Rania. Ia melihat Fabian dengan mata nyalang dan seluruh wajah memerah padam sedang berdiri di depan pintu siap meledak pada siapa saja. Inilah yang Rania takutkan.

"Dan Anda," tangan Fabian menunjuk ke Vivina, "Anda bukan orang tua saya! Jadi berhenti berlagak jadi ibu yang baik dalam keluarga ini!" serunya lagi dengan nada yang kian meninggi.

"Sudah.. sudah, Bian," Rania berdiri menghampiri Fabian kemudian menoleh lagi kepada pasangan itu, "saya akan tetap di sini. Kamu tidak bisa serakah begitu, Mas Adi. Pilihanmu hanya dua. Saya tetap di sini, atau segera ceraikan saya!"
Adintara membelalak mendengar suara Rania. Wanita yang ia cintai itu sungguh menatapnya dengan tatapan terluka. Keadaan mulai tak baik jika seperti ini.

"Rania..." lirih Adintara.

"Kalian sudah merusak kebahagiaan Mama saya, dan sekarang ingin menyiksanya lagi?! Lebih baik kalian pergi dari sini!!" Fabian mulai berteriak dan menarik Adintara serta Vivina keluar dari rumah itu.

"Bian, kita bisa bicara baik-baik bukan? Kita bisa memperbaiki ini bersama-sama," ucap Vivina lembut pada Fabian membuatnya makin naik pitam.

"Alah!! Basi!!! Pergi lo dari sini!! Jangan ganggu nyokap gue!!! PERGI!!!" nyalang Fabian yang kemudian tak sengaja mendorong Vivina dengan keras hingga wanita itu jatuh dan membentur lantai dengan keras.

Game Over: THE WOLFGANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang