52. Hati Yang Temaram

23 1 0
                                    

Happy Reading Fellas!

~♥~

L I M A P U L U H D U A

"Gue sesuka itu sama Lo, sampe nggak bisa ngelak dari kenyataan bahwa Lo sahabat gue."

~♥~

Setelah perdebatan tak berujung solusi tadi malam, gerombolan manusia yang tadi malam berpesta dalam kecanggungan kini duduk bersama di meja makan. Mereka sedang menikmati sarapan pagi dengan hening. Tak ada yang berani mengeluarkan suara. Bahkan yang biasanya paling berisik pun menutup rapat mulutnya.

Sementara tiga sejoli yang menjadi peran utama dalam perdebatan tadi malam pun masih dalam keadaan perang dingin. Ardha dengan wajah gelap dan dingin, Valerie yang termenung dalam lamunan, dan Felisha yang datar dan acuh.

Valerie sendiri sadar, dia tak seharusnya terlibat dalam perang dingin ini. Ia tak seharusnya membuat masalah dua sahabatnya lebih runyam. Pemeran utama dari masalah ini hanya Felisha dan Ardha. Tidak seharusnya ada nama Valerie di sana.

Ardha, Laki-laki yang telah menyelesaikan sarapan paginya, lantas berpanjang membersihkan piring kotornya. Ia berjalan dalam keheningan ruang itu dan meletakkan piring di wastafel. Laki-laki bermata tajam itu kemudian menghampiri Felisha yang sedang menegak susunya. Ia mengetuk meja di depan Felisha dengan jarinya.

"Selesaiin yang tadi malem," ujar Ardha akhirnya mengawali gerombolan itu untuk membuka suara.

Felisha dengan wajah datarnya hanya melirik ke arah Ardha yang berlalu lebih dulu tanpa melihat ke belakang. Setelah meletakkan gelas susunya, Felisha lantas menatap Laki-laki di sampingnya lembut.

"Fab," panggil Felisha yang dibalas gumam pelan oleh Fabian.

"Gue izin ngobrol sebentar sama Ardha, boleh ya?" sambung Felisha meminta izin. Takut lelakinya cemburu.

Fabian yang paham bahwa memang harus ada yang diselesaikan dari keduanya pun mengangguk. Ia menunjukkan senyum tipis, memberitahu bahwa ia tak keberatan. Felisha pun mengikuti gerakan Ardha tadi. Meletakkan piring dan gelas kotor di wastafel, kemudian berlalu dari ruang makan.

"Bang Fabian. Felishanya tetep diawasin dari jauh ya," celetuk Valerie setelah Felisha tak nampak lagi. Ia menatap kepergian Felisha dengan khawatir. Ia paham betul kemana arah pembicaraan Felisha dan Ardha nanti. Valerie paling tahu perasaan mereka, bahkan dari masing-masing sisi. Tidak akan mudah bagi keduanya untuk menemukan solusi dari situasi gila ini.

"Lo sebenernya ada masalah apa sih, Val, sama mereka?" tanya Azka yang sudah tak tahan lagi dengan rasa penasarannya.

"Gue cuma khawatir sama Felisha. Jadi tolong pastiin dia baik-baik aja," jawab Valerie sembari tertunduk, membuat mereka yang mendengar suara parau Valerie sedikit tidak tenang.

"Felisha pasti baik-baik aja sama Ardha, Val. Nggak perlu khawatir," ujar David berusaha menenangkannya. Ia berusaha mengingatkan bahwa mereka bisa mempercayai Ardha.

"Bukan itu yang gue khawatirin," sanggah Valerie sembari menghela napas kasar. "Gue tahu, lo semua nggak buta. Kalian jelas tahu apa yang ada di antara Felisha sama Ardha. Awasin aja dari jauh. Obrolan mereka nggak akan selesai baik-baik."

Ujaran Valerie itu membuat mereka bungkam. Valerie memperingati mereka agar tak terlalu santai. Benar. Mereka bisa melihat jelas sumber masalahnya. Perasaan rumit yang ada di antara Ardha dan Felisha.

Valerie pun melangkah pergi dari sana. Ia memilih menjauh dari gerombolan itu dan menyingkir. Tak ingin tahu juga hasil dari penyelesaian masalah kedua sahabatnya.

Game Over: THE WOLFGANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang