Jangan lupa kasih bintang, komen yg banyak, dan share.
Happy reading!
Lagu chapter ini: Macklemore & Ryan Lewis - Same Love
•°•°••°•°•°••
Siang itu mentari muncul malu-malu. Entah sudah kali keberapa sepekan ini langit tak kunjung cerah. Sang raja angkasa tersaput awan mendung yang seharian ini menghias langit, sepertinya sebentar lagi hujan. Temaram kekuningan tumpah pada ruangan putih bersih tempat dua manusia sibuk dengan kegiatannya, sebagai tambahan cahaya. Salah satunya Shani yang benar-benar hampir menyerah.
Motivasi dalam dirinya hampir gugur seluruhnya.
Sebab ini sudah menit kelima ia tidak kunjung bisa menyunting dokumen yang rekannya kirim. Berarti 300 detik sudah terlewati dan hanya diisi oleh keluhnya yang lancar keluar dari mulut. Padahal, berkas ini harus dikumpulkan besok lusa. Pun sejak pagi tadi, performa laptop juga tetikus milik Gracia baik-baik saja. Lalu, masalahnya ada di mana?
"Kenapa sih ah! Aaaa.."
Shani meremas. Menjambak rambut cepolnya yang jadi terasa amat gatal padahal pagi tadi baru saja keramas. Mengempaskan punggung ke sandaran kursi kerja, ia kembali mengerang sambil memejamkan mata rapat-rapat. Surai hasil sisiran Gracia sudah amburadul tak kelihatan bentuknya.
Lalu, Shani harus apa? Segala upayanya tidak bermakna, doa-doanya tidak diijabah Yang Maha Kuasa. Apa Tuhan memang belum merestuinya untuk melakukan pekerjaannya ini? Namun, kenapa? Shani 'kan mau gajian juga buat biaya nikah sama Gracia.
"Kenapa sih ini ngga bisa-bisa, ya Allah!" Belum genap 10 detik, Shani mendorong badannya agar kembali tegak. Segumpal napas tertiup kuat-kuat dari hidungnya yang berkedut-kedut sebal.
Dia mendelik. Matanya kembali berkelana pada layar plasma yang sudah ditatapnya selama 5 jam hari ini, sangat cukup untuk membuat netranya merah seperti sekarang. Jemarinya menekan-nekan lagi sekian tombol di keyboard. Masih berusaha di tengah-tengah jengkel yang melanda.
"Ah! Tauk ah!"
Sayang, percobaannya tidak membuahkan hasil sementara sebalnya telanjur sampai di puncak. Shani hantamkan lagi badannya ke belakang, lalu bersedekap penuh amarah pada laptop milik sang pacar yang tak bersalah. Memandangnya benci bak musuh abadi dengan pipi menggembung. Frustrasi sebab tak kunjung menemukan solusi.
Eh, entah dapat hidayah dari mana, cewek berkaus putih kebesaran itu kontan menoleh ke kiri belakang. Tertuju tepat pada Gracia yang sedang asyik membaca buku dan bersandar pada kepala kasur. Santai dengan auranya yang permai bak malaikat tanpa sayap. Di mata Shani, seakan ada cahaya ilahi yang menerangi keberadaan Gracia -padahal hanya lampu baca.
Rambut hitam panjangnya tergerai di atas pundak. Kakinya yang tanpa cela, terjulur ke depan. Matanya fokus. Gracia tampak tenang seperti biasa dengan jumpsuit ungu tye dye membalut badan. Berkebalikan jauh dengan Shani yang ... berantakan. Lelah tapi belum ingin putus asa.
Dia masih punya satu cara.
"Ge!"
Dipanggillah sang malaikat penyelamat dengan volume maksimal. Pekikan Shani praktis memenuhi seisi kamar. Refleks, yang punya nama terperanjat sampai-sampai buku yang dibacanya terlepas dari pegangan. Jatuh tepat di bagian pahanya yang tidak tertutup kain.
Mengalihkan cepat-cepat pandangannya pada Shani, Gracia menyentakkan dagu. Heran pada apa yang membuat gadis itu amat semangat memanggil namanya juga ingin segera tahu. "Kenapaaa?" tak ayal, suaranya jadi ikut meninggi.
Buku ia singkirkan begitu Shani menghampiri sambil membawa laptop. Menggeser badannya sedikit ke kanan, Gracia biarkan Shani mengambil bagian kosong di sebelahnya dan duduk dengan penuh hentakan. Tak kunjung tenang meski sudah diusap lembut di bagian pundak juga dibelai kepalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
RHYTHM
Fanfiction"Suara drum, bass, keyboard bakal ganggu telinga lo, lo fokusnya ke gue aja. Ok?" "Emang lo kira gue fokusnya bakal kemana selain ke lo?" "You're trying to make me melt." "Eh, maksud gue bukan.. Anjir, salah ngomong! Sorry, maksud gue, gue fokusny-"...