Pict 1 & 2 by: EdaNyama Restaurant
Itu sebenernya satu tempat, cuma beda penataan aja. Di sini saya pakai penataan nomor 1 tapi pencahayaannya nomor 2. Begitoe~
Masih muter kah musiknya? Mantep. Enjoy!
Jangan lupa vote dulu gaes. Semakin banyak vote semakin semangat saya untuk menulis (╥﹏╥)
•°•°••°•°•°••
Jadi. Shani akhirnya tiba di tempat duduknya lagi setelah cukup lama di balik etalase. Ia sampai dengan tiga bungkus senar dan stang kecil.
Gracia yang tertarik akan senar yang diambil Shani pun mengambil salah satunya. Alisnya bertaut membaca merek. "Elixir phosphor bronze nanoweb?" Katanya."Tipe itu enak ke tangan.." jawab Shani sambil memperbaiki kacamatanya juga menyingsing lengan jaket. Diam-diam memerhatikan Gracia yang terlihat begitu ingin tahu. "Ngga terlalu kasar juga ke jari.."
Gracia mengangguk-angguk sambil membolak-balik bungkus berwarna putih itu. Dan sebuah angka kini menarik perhatiannya. "Ini 10, 49 nomornya apa?"
"Itu dibacanya 0.10 - 0.49 Ukuran senar nomor 1 sama nomor 6. Kaya.. patokan." Jawab Shani. "Ada juga yang 0.9 - 0.47, ukuran senarnya lebih kecil. Kalo 0.11 - 0.52 senarnya lebih besar." Shani menjelaskan sambil meletakkan lagi gitar Gracia di pangkuan.
Sudah nyaman, ia pun mengendurkan senar nomor 4 sedikit demi sedikit lalu mencabut bridge pin-nya menggunakan stang. Tentu dilakukannya dengan mudah karena paham betul dengan urusan seperti ini. Gracia tidak salah pilih orang.
"Senarnya juga empuk, suaranya bright.." ujar Shani sembari melepas lilitan senar itu dari tuner, "jadi kalo diteken ngga perlu keras-keras suaranya udah keluar." Lanjutnya.
Dia menerima senar yang disodorkan Gracia. Memasukkan ujungnya ke lubang bridge, menekan bridge-pin-nya, lalu membentangkan senar itu sampai ke tuner. Gracia masih fokus mendengarkan hal yang dikatakan Shani sambil memerhatikan gerak-geriknya. Dirinya senyum-senyum sendiri melihat Shani yang wajahnya langsung berubah ketika berhadapan dengan gitar.
Ini Shani yang lebih serius.
"Ini ngga perlu di kencengin terlalu kuat, suaranya udah sampe.." sedikit demi sedikit, Shani pun mengencangkan senar itu. Dia kemudian menatap Gracia lalu tersenyum jahil dengan tangan yang terus bergerak.
"Ngga kira deh, senarnya putus." Katanya. Membuat Gracia menggigit bibir lalu memindahkan pandangannya sejenak ke tempat lain sebab jengah dengan perkataan Shani. Shani terkekeh.
"Paling ngga kalo ntar putus terus kena tangan.. sakitnya ngga seberapa." Shani mempertajam pendengarannya sambil mendentingkan senar yang baru dipasangnya barusan. Begitu cepat dilakukannya.
"Kalo kemaren putusnya di sini apa bukan?" Kini ia menepuk-nepuk senar yang ada di depan lubang suara. Gracia mengangguk lalu tersenyum miring. "Tau banget ya?"
"Pengalaman.." Jawab Shani sambil mengangkat bahu. Ia kini mengendurkan senar nomor 5 dan membuka bridge-pin-nya. Melepasnya, lalu mengganti dengan senar yang baru. Melakukan hal yang serupa seperti yang sebelumnya.
"Antara pengalaman atau keseringan sih. Beda tipis.." lanjutnya, sedikit terkekeh setelahnya. Tawanya menular pada Gracia.
Setelahnya, mereka kemudian diam lagi. Hanya ada dentingan gitar yang nadanya mulai naik, suara gitar listrik dari orang di bangku sebelah, juga detik jam dinding kuno yang terus berdentang.
KAMU SEDANG MEMBACA
RHYTHM
Fanfic"Suara drum, bass, keyboard bakal ganggu telinga lo, lo fokusnya ke gue aja. Ok?" "Emang lo kira gue fokusnya bakal kemana selain ke lo?" "You're trying to make me melt." "Eh, maksud gue bukan.. Anjir, salah ngomong! Sorry, maksud gue, gue fokusny-"...