He he he iya ini Rhythm. Ngga usah kaget.. emang kovernya aku ganti biar agak seger kaya dek Shani. Sana sana disetel aja dulu lagunya.
Ingat.. Vote dulu he he he.. ('ー`)
Happy reading!
•°•°••°•°•°••
Sehabis mengantar ayahnya ke bandara, siang gerimis itu Shani dan Harry menuju tempat selanjutnya. Papa mereka mengambil cuti kerja untuk pulang ke Jogjakarta sementara waktu. Kangen rumah, katanya. Tentu si dua anak tertua tidak akan menahan papa untuk berjumpa dengan putra bungsunya dan sang istri. Biasanya juga begitu.
Jam 2 siang keduanya sudah di apartemen. Habis mengantar Shani-yang sedang demam dan flu-ke dokter, Harry sekarang sibuk mondar-mandir mengemas beberapa bungkus kopi untuk dibawa ke Malang. Ada acara festival kopi dan dia diundang untuk memperkenalkan produk barunya. Harry memang manusia super sibuk.
Bukannya ia tidak iba pada sang adik yang akan ditinggalnya, tentu saja ada rasa cemas apalagi Shani sedang sakit seperti ini. Namun mengingat gadis itu mempersilakannya untuk pergi, Harry pun menurut. Ia juga tahu Shani bisa mengatasi masalahnya sendiri.
Beralih ke orang yang dibicarakan, tak sengaja black on black, shorts Adidas dan hoodie hitam tebal jadi pakaiannya hari ini. Mukanya masih muram, hidungnya yang tersumbat tampak memerah. Shani, yang badannya terasa begitu tidak nyaman itu tengah duduk bersandar bersama kucingnya di sofa sambil menonton televisi. Menarik napas panjang, ia embuskan sehela karbon dioksida itu lewat mulut. Sesekali juga dua matanya melirik Harry yang kesana-kemari seperti setrikaan. Bertanya-tanya kapan lelaki itu akan berhenti mondar-mandir.
Sudah jelas habis ini Shani akan seorang diri. Sama Arnold sih, tapi apa yang bisa dilakukan kucing itu selain mengeong dan berputar-putar di kaki karena lapar. Untung saja Arnold tipe kucing pemalas. Diletakkan di pangkuan Shani seperti sekarang inipun, kucing gendut itu akan tertidur begitu saja. Tapi namanya juga kucing ya 'kan. Kalau Arnold bisa main alat musik tentu saja Shani ketakutan.
Tapi tetap saja Shani sekarang malah membayangkan Arnold main bass.
Nanti kalau Arnold main bass, Shani jadi gitarisnya. Drummer-nya Naya, Keyboard-nya Lian, vokalisnya.. Bu Jamila. Siapa sih Bu Jamila? Shani saja tidak tahu siapa itu Bu Jamila. Muncul saja di kepalanya. Oke, sorry. Tolong maafkan pikiran Shani yang mulai melantur.
Mau disuguhi acara kartun apapun, mood-nya tidak jadi lebih baik. Entah anjlok gara-gara badannya yang drop atau karena kurang asupan Kinder Joy. Yang jelas Shani tidak berseri seperti hari-hari biasanya. Lebih banyak merengut. Sesekali menarik ingus juga bersin-bersin. Ia lebih butuh banyak tisu hari ini. Pening di kepalanya juga tidak bisa terelakkan.
Sejujurnya Shani ingin sekali produktif, tapi kondisi tubuhnya begitu tidak mendukung. Membuka laptop untuk mengerjakan tugas saja bikin panas dua mata. Apalah lagi yang bisa dilakukan Shani selain bermalas-malasan seperti ini.
"Nanti temen kamu disuruh nginep di sini aja.." kata Harry yang sudah bersiap. Wangi parfumnya begitu menyerbak bahkan ke hidung Shani yang tersumbat sekalipun. Penampilannya yang rapi sama sekali tidak menarik minat Shani untuk sekadar menoleh kepadanya.
"Iya, gampang.." gadis itu menyahut ogah-ogahan dan terus memandangi kartun di televisi. Isi hatinya tak sesuai dengan perkataannya, hari ini Shani mau sendiri. Tidur-tiduran di kamar dengan suasana gerimis sambil menyetel musik benar-benar kegiatan rumahan yang ia suka. Tentu tak ada niatan untuk meminta Kanaya dan Lian kemari.
"Ya udah tarlagi obatnya diminum." timpal si lelaki berambut rapi yang kini mendekat pada sang adik. Ikut duduk di sofa untuk sementara, Harry sempatkan untuk menyentuh tangan dan dahi Shani yang terasa lebih panas dari biasanya, "Jangan kelewat.." sambungnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
RHYTHM
Fanfiction"Suara drum, bass, keyboard bakal ganggu telinga lo, lo fokusnya ke gue aja. Ok?" "Emang lo kira gue fokusnya bakal kemana selain ke lo?" "You're trying to make me melt." "Eh, maksud gue bukan.. Anjir, salah ngomong! Sorry, maksud gue, gue fokusny-"...