Jangan lupa lihat media, dan puter lagunya. (sama siapin tisu jg). Janlup jg komen, klik votes di kiri bawah, dan share, dan jg subshrek ges ya. Happy reading!
Song: Brandon - Believe Me
•°•°••°•°•°••
"Shani udah pernah ketahuan pacaran sama cewek, dulu, sama Mama Papa! Kamu bukan pacar perempuan pertama Shani, Gre! Dia pernah hampir meninggal gara-gara begini!"
Begitukah?
Keterkejutan terpahat sempurna pada wajah Gracia ketika rentetan kata dari Harry tiba di otaknya. Membuat ia linglung dalam hitungan singkat juga terperangah. Terempas sudah segala nyali yang sempat membara dalam lubuk hati. Keberanian miliknya pupus sempurna kali ini.
Gracia bukan pacar perempuan pertama Shani, katanya? Si bungsu Esya terkejut oleh fakta itu pada awalnya, entah mengapa. Barangkali sebab seumur-umur bersama Shani, Gracia tidak pernah menanyakan tentang masa lalu bila kekasihnya tidak memulai terlebih dahulu. Tidak pernah berusaha mengungkit apa pun yang sudah terlewati juga seberusaha mungkin memberi ruang dan menghargai Shani yang ada di masa kini. Karena itulah, ia jadi mengira bahwa sekarang dirinya dan Shani sama-sama melewati hubungan seperti ini untuk pertama kali.
Lambat laun ia mulai memahami pikirannya sendiri. Baiklah bila Gracia memang bukan pacar perempuan pertama Shani. Dia bisa menerimanya, dan itu sama sekali bukanlah sebuah masalah. Namun apa itu tadi, lanjutan perkataan Harry yang membuat ketakutannya kian menjadi?
Apa maksudnya, Shani pernah hampir meninggal karena permasalahan seperti ini?
Bagaimana bisa, dan apa hubungannya? Apa yang sudah terjadi di masa lalu Shani hingga membuat gadis itu hampir pergi dari kehidupan di dunia? Seburuk itukah kenangan itu, sehingga Shani tidak pernah mengutarakan hal ini kepadanya?
Pikiran Gracia berusaha memproses lebih dalam, tetapi tak kunjung jua menemukan titik terang. Di sana terasa begitu buntu, pun ia tidak tahu ke mana lagi harus melaju. Mulut Gracia sudah terbuka gelagapan ketika menatap dalam-dalam Harry yang berdiri tegap di hadapan. Namun dari balik bibirnya, sepatah aksara pun tak jua terutarakan.
Sampai pada akhirnya, ada satu pertanyaan yang merebak cepat dalam benak Gracia. Bila dahulu permasalahan seperti ini membuat Shani meregang nyawa entah seperti apa bentuknya, lantas bagaimana dengan sekarang tatkala masalah itu terulang?
Sontak, Gracia tersentak di tempat. Sekujur tubuhnya terasa dialiri listrik yang menjadikannya terpaku dalam terpaan remang hebat. Dari seluruh hal di dunia yang pernah membuatnya takut, yang kali ini sungguh membikin isi kepalanya kalang kabut. Berantakan tak keruan, tiada segera menemukan jalan. Naas, dirinya tidak tahu harus berbuat apa. Instingnya terjeda.
Perempuan itu tidak paham sudah berapa detik yang digunakannya untuk menafsir pertanyaan terakhir yang ia batinkan sendiri. Dia juga tidak sadar sudah berapa lama dirinya menahan napas. Yang jelas ketika segumpal udara itu keluar dari celah bibir, dada Gracia terasa begitu sakit. Paru-parunya bagai terhimpit.
Beberapa langkah di hadapan Gracia, Harry menggeleng frustrasi. Wajahnya menampakkan kegelisahan saat ia mulai mendesah berat dan menjambak rambutnya sendiri hingga helai-helai hitam di kepalanya tidak lagi rapi. Saat itu, dia sadar bahwa dirinya tidak lagi bisa menyembunyikan cerita tentang sang adik pada Gracia. Perempuan itu berhak tahu semuanya.
"Kita jangan buru-buru. Kamu ngga mau diusir Mama, 'kan? Jangan buru-buru," larangnya pada Gracia yang masih separuh menganga di balik masker. Dada bidang Harry kembang kempis takteratur seiring tangannya yang kembali mengepal di samping badan. Masih terengah sebab menahan sumpah serapah pada masalah yang terjadi hari ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
RHYTHM
Fiksi Penggemar"Suara drum, bass, keyboard bakal ganggu telinga lo, lo fokusnya ke gue aja. Ok?" "Emang lo kira gue fokusnya bakal kemana selain ke lo?" "You're trying to make me melt." "Eh, maksud gue bukan.. Anjir, salah ngomong! Sorry, maksud gue, gue fokusny-"...