AKU NGGAK PEHAPE YAHHHH!!! HAHAHAHAHAH yaudah met baca gais. Janlup votesss, komen yg banyakkkk, subscribesss, dan bilang ke temeyn2 kmoe. Mintol bilangin RIDEM DAH UPDATE YHAAAAHHH. MAMACIEEH. Love u muach!
Play dulu musyiknya! Happy reading and listening!
Teddy Adhitya - Just You
Trigger Warning: Suicidal Thoughts
•°•°••°•°•°••
Tak perlu mendongak untuk menatap baskara di langit Yogyakarta. Sang surya masih belum sampai atas juga malu-malu sembunyi di balik awan tipis yang membentang sepanjang angkasa. Meski demikian ia setia beringsut sedikit demi sedikit ke arah tempatnya tenggelam kelak. Menuju jam sembilan pagi yang begitu cerah.
Hari itu tidak terlalu panas. Dedaunan berbagai warna hijau yang menghias pohon-pohon mangga di halaman salah satu rumah sakit kian asyik bergoyang-goyang dibelai semilir angin bersambung. Bakal buahnya yang mulai rekah juga turut berbuai-buai ke sana ke mari. Sejuk benar kala ditatap mata.
Orang-orang mulai beraktivitas menyambut harapan. Semuanya bergerak maju tanpa mampu dijeda. Ada siswa-siswi belia yang bersemangat menuntut ilmu. Ada karyawan-karyawan yang bekerja sepenuh hati demi menghidupi keluarga.
Ada pasien-pasien tangguh yang beranjak menyembuhkan diri. Menuju sehat yang mahal harganya. Memakan waktu tak sedikit, stamina yang besar, hati yang lapang. Semua tak lain sebab keinginan untuk pulang ke rumah dan kembali berkumpul bersama.
Dua buah bangku konsultasi di ruang petugas paviliun rawat inap psikiatri RS Baiduri Bulan, Yogyakarta, pagi ini terisi. Meja kerja yang membatasi keluarga pasien dan sang tenaga medis, terisi oleh tumpukan laporan dalam map berwarna biru. Monitor komputer yang diletakkan memiring setia menyala sepanjang hari. Menunjukkan rekaman cctv aktivitas pasien di sana.
"Bagaimana perasaannya, Bu Hanny? Apa Ibu sudah merasa puas, sekarang?"
Arnold, bertanya pada tamu "istimewa"nya pagi ini.
Ini bukan sesi konseling. Arnold hanya ingin berbicara santai saja. Ia bisa bertanya bebas tanpa perlu menggunakan pendekatan psikologi apa pun.
Dalam hati, ia sebenarnya tidak menyangka harus bertemu lagi dengan orang yang sama dan di posisi yang sama pula. Ini rumah sakit swasta tempat Shani diopname secara intensif sejak tujuh hari lalu, juga tempat gadis itu dirawat beberapa tahun silam. Banyak cerita dari si gedung lima lantai dekat perempatan salah satu jalan besar Yogyakarta.
Terlampau banyak, rasanya bahkan seperti mengulang memori masa lalu. Kenangan tak mengenakkan yang kalau bisa, tak perlu sampai ada lagi. Cukup ini yang terakhir kali.
Napas pria berkemeja batik itu terangsur berat. Teramat kecewa. Senyum tipisnya menunjukkan ketegaran. Sorot matanya yang waskita ditaruh pada seorang wanita yang tengah tertunduk di duduknya bersama sang suami. Sepasang tangan perempuan itu bersedekap lemah memegang lembar tisu ketiga yang sudah setengah basah oleh air mata.
Semenjak Shani dirawat dari hari pertama, Arnold sudah mengajak Tio untuk membawa istrinya agar diajaknya berbicara. Hanya ingin mengobrol saja di paviliun, bukan sesi konseling di poli. Akan tetapi, baru hari ini wanita itu siap untuk bersua. Entah apa yang menahannya untuk segera bertemu.
KAMU SEDANG MEMBACA
RHYTHM
Fanfiction"Suara drum, bass, keyboard bakal ganggu telinga lo, lo fokusnya ke gue aja. Ok?" "Emang lo kira gue fokusnya bakal kemana selain ke lo?" "You're trying to make me melt." "Eh, maksud gue bukan.. Anjir, salah ngomong! Sorry, maksud gue, gue fokusny-"...