Part 22 Flashback (2)

7.6K 354 6
                                    

Lebih baik jika ia yang melukai dirinya sendiri, daripada ia yang harus melukai orang lain.

10 tahun yang lalu...

Alesha memejamkan kedua matanya dengan tubuh yang meringkuk seperti seorang bayi dilantai beralasan koran. Ia mencoba menahan semua rasa sakit yang berpusat di tangannya. Orang itu hanya memberikan obat merah dan kain untuk menghentikan pendarahan yang terjadi ditangannya tadi.

Alesha berharap ia bisa cepat terlelap, hingga semua rasa sakit yang ia rasakan bisa menghilang sampai besok.Nnamun ia pun tersadar menunggu hari esok sama saja dengan menunggu rasa sakit yang akan terjadi datang lagi. Esok adalah saatnya Zivana untuk memilih Surga dan Neraka.

"Bukankah ini sangat menyenangkan. Aku tidak sabar untuk bermain denganmu lagi manis. Dan besok adalah waktu untuk Zivana yang memilih Surga atau Neraka"

Suara orang itu bahkan selalu terdengar di benaknya. Hingga Alesha semakin mengepalkan tangannya dengan sangat kuat. Dan hal itu tidak luput dari perhatian Zivana.

"Besok, kakak akan melakukan hal yang sama sepertimu" Ucap Zivana membelai rambut Alesha yang berada disebelahnya. Ia sangat cemas melihat kondisi Alesha sekarang.

Tiba-tiba Alesha membuka kedua matanya dan mencoba untuk duduk. Dengan tangan gemetar Alesha mencengkram erat bahu Zivana. Walaupun wajah Alesha sangat pucat namun sorat mata gadis itu sangatlah tajam seolah tidak setuju dengan pemikiran Zivana.

"Jangan pernah, untuk melakukan hal itu" Ucap Alesha degan tegas masih dengan mencengkram bahu Zivana agar langsung berhadapan dengannya.

"Tapi..." Ucap Zivana tapi Alesha langsung menyela ucapannya.

"Dengar Kak, kesempatan untuk kita bisa keluar dari sini adalah saat salah satu dari kita tidak lemah. Bisa kakak bayangkan jika kita berdua berada dalam kondisi yang sama seperti ini? Itu sama saja dengan mati perlahan disini tanpa mencoba untuk pergi"

"Kesempatan saat dia lengah pasti akan datang. Oleh karena itu salah satu dari kita harus lebih kuat. Dan orang itu adalah kakak. Jadi besok yang kakak harus lakukan yaitu memilih Neraka. Paham?!" Sambung Alesha dengan tegas meyakinakan Zivana yang masih terlihat ragu.

"Bagaimana jika ini tidak berhasil? Kamu tahu alasan kenapa Eveline dan Lara mati? Itu karena kakak gagal untuk mengambil kesempatan itu." Ucapa Zivana, air matanya langsung membanjiri wajah catiknya saat teringat jika karena dirinyalah Eveline dan Lara mati.

Alesha terdiam, air matanya juga tumpah saat mengingat kedua wanita itu yaitu Eveline dan Lara walaupun ia tidak mengenal mereka. Tapi membayangkan bagimana keluarga Eveline dan lara yang harus kehilangan mereka berdua, membuatnya teringat sang Bunda dan kedua adiknya sejenak.

Bagaiman jika dia bernasib sama seperti mereka berdua. Tidak bukan saatnya putus asa, ia bersumpah akan keluar dari sini dan membalaskan semua perbuatan orang itu pada Eveline, Lara, Zivana dan juga dirinya. Karena ia mempunyai satu hal yang pasti akan menyelamatkan mereka berdua.

Alesha pun berdiri lalu berjalan menuju diding dibelakang mereka. Dengan pasti ia meraba bagian dinding itu yang mempunyai banyak tulisan dan mural gambar-gamar abstrak. Walau cahaya di ruangan ini sangat terbatas tapi Alesha yakin jika salah satu tulisan didinding tersebut bertuliskan namanya.

"Kesempatan kita untuk bisa pergi dari sini sangatlah besar. Karena aku tahu kita dimana" Ucap Alesha pasti saat ia melihat tulisan tangannya dulu.

Zivana yang mendengar itu menatap Alesha tidak percaya, benarkah itu batinnya lalu berdiri menghampiri Alesha yang sedang meraba dinding dibelakang. Terlihat mata Alesha menyorot dinding bertuliskan Alesha.

Kembalilah AleshaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang