BAB 24 - Fakta yang Tertunda

26.1K 3.6K 2.1K
                                    

Holaa selamat malam, aku update lagi. Hemm hem hem.

Langsung aja yaa, follow ig aku @indahmuladiatin

Jangan lupa vote dan komentar yang sebanyak-banyaknya untuk dukung cerita ini. Happy reading guys!

❄️❄️❄️

Dimas menghabiskan satu botol air mineral hanya dengan beberapa kali tegukan. Nafasnya berkejaran karena habis lari pagi satu jam lamanya. Iya, terus berlari sampai nafasnya hampir habis karena lelah. Setidaknya, ini mampu mengalihkan pikirannya dari Kiara.

Di meja pantry, Dimas masih mengatur nafas. Peluh mengalir deras. "Mbak, tolong buatin kopi."

"Biar Bunda aja yang buat," ucap bunda yang baru saja menuruni tangga. Bunda membuat secangkir kopi yang Dimas sukai. Dengan takaran yang pas dan aroma yang harum. Diletakkan secangkir kopi hitam itu di hadapan putranya.

"Makasih Bunda," kata Dimas.

Bunda tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Tapi bunda tidak beranjak dari sana, dalam diam bunda menunggu Dimas menyelesaikan tegukannya. "Enak?"

"Hem."

"Boleh Bunda bicara sebentar?" tanya bunda serius.

Dimas mengerutkan keningnya. "Bunda nggak perlu izin."

"Kamu cinta Kia?" tanya bunda langsung.

"Bunda, ini masih pagi." Dimas berusaha mengelak dari pertanyaan itu. Dia paham, ternyata bunda sudah mengetahui masalahnya dengan Kiara. Mungkin Angga sudah cerita.

"Kamu cinta Kia?"

"Bunda," tegur Dimas.

Bunda tersenyum miris. "Jawab Bunda, kamu cinta Kia? iya atau nggak."

"Ini bukan soal cinta atau nggak," jawab Dimas.

"Adimas Mahawira, dengar Bunda. Pertanyaan Bunda jelas kan? kamu cinta atau nggak? itu pertanyaan tertutup. Hanya ada dua jawaban," ulang bunda lagi. Kali ini ekspresi sedih terlihat di wajahnya yang sudah mulai muncul kerutan di ujung mata.

Dimas menghela nafas panjang. "Iya."

"Lalu? apa caramu mencintai orang lain itu sudah berubah?" tanya bunda.

"Bunda nggak akan ngerti," jawab Dimas.

"Yaa, Bunda nggak ngerti, karena itu Bunda mau dengar dari mulutmu sendiri. Apa alasanmu begitu Dimas?"

Dimas mengepalkan kedua tangannya dengan keras hingga buku jarinya memutih. "Karena aku nggak berniat untuk jalin hubungan serius sama siapapun. Nggak dengan Vero, nggak dengan Risa, nggak dengan Kiara."

"Lalu apa maumu? kamu mau hidup begini selamanya?!"

"Yaa," jawab Dimas tegas. Karena tujuannya tetap bertahan hidup adalah hanya untuk bunda. Hanya itu. Selebihnya dia tidak ingin peduli. "Jelaskan? Kia nggak akan dapat kejelasan, dia lebih baik sama orang lain."

"Dimas, dengar Bunda." Bunda mengusap kepala Dimas. "Harapan itu bagian dari hidup, kamu nggak perlu takut untuk berharap. Meskipun mungkin nanti akan kecewa. Karena memang harapan itu ada dalam satu paket dengan kekecewaan, tapi manusia hidup dengan harapan, doa. Kamu nggak bisa hidup begini terus."

"Kalau tujuan hidupku cuma satu, rasanya harapan memang nggak penting," ucap Dimas dengan senyum getir.

"Lo bodoh Dim," ucap Aya dari belakang. "Lo sia-siain orang yang sayang sama lo karena lo pengecut."  Aya meneteskan airmatanya, dia sudah mendengar cerita dari Angga. Dan itu juga menyakitinya. Bisa-bisanya Dimas menyakiti diri sendiri sedalam itu. Padahal dia hanya ingin adiknya ini hidup seperti dulu lagi.

Paper Hearts (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang