BAB 25 - Salju itu Gugur

27.9K 3.7K 2K
                                    

Hayy! Kalian nungguin aku ngakkk~~ (pakai nada)

Aku balik lagi! Selamat pagi, semangat untuk jalanin hari, semoga hari semua urusan kalian lancar. Eh inplayers mau open member nih. Kalian tertarik untuk masuk grupnya? Di sana kalian akan ketemu sama temen-temen yang seru abis! Tunggu infonya di igku sama ig inplayers yaa

Langsung aja yaa follow ig aku @indahmuladiatin

Happy reading 🌝 jangan lupa vote dan komentar sebanyak-banyaknya.

❄️❄️❄️

Suasana di koridor rumah sakit tampak tegang. Ada beberapa polisi yang masih mengurus kecelakaan Kiara dan Revan. Supir truk engkel sudah diamankan sebelum jadi sasaran amukan warga. Sedangkan Kiara langsung dibawa ke rumah sakit setelah berhasil dievakuasi.

Kondisi Kiara memang buruk karena pintu di sisi tempatnya duduk membentur pohon dengan keras, tapi kondisi Revan jauh lebih buruk karena truk itu menabrak tepat di sampingnya sebelum mobil terguling.

Proses evakuasi keduanya benar-benar menegangkan, mereka diburu oleh waktu. Karena harus memilih salah satunya, Kiaralah yang lebih dulu dievakuasi. Melihat dari kondisi yang paling memungkinkan untuk diselamatkan lebih dulu karena di bagian sisi Revan, sudah ringsek akibat hantaman keras dari truk.

Saat ini, Kiara sudah dibawa ke ruang operasi, untuk operasi darurat. Benturan keras membuatnya mengalami perdarahan rongga dalam perutnya. Keluarganya yang memang masih di Bandung pun langsung dihubungi agar segala prosedur tindakan bisa dilaksanakan.

Selama lampu penanda operasi sedang berlangsung masih menyala, selama itu pula jantung berdetak dengan cepat, menunggu dalam ketidakpastian. Selamatkah, atau saat pintu itu terbuka, mereka harus menerima kenyataan yang tidak diharapkan.

Jam demi jam terlewati, semakin lama, ketegangan semakin mencekat. Sasya dan Mona hanya memandang kosong. Lion berusaha menenangkan ibu dan ayahnya meski juga khawatir pada adik satu-satunya ini.

"Ara nggak akan kenapa-kenapa kan?" tanya ibunya.

Lion tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Pasti begitu, ini bukan pertama kalinya. Semoga kali ini pun Kiara selamat. Setidaknya, semoga luka-luka di tubuh mungil itu tidak parah.

"Mama tenang aja, dia nggak akan nyerah. Tau kan, dia itu kalau punya kemamuan kerasnya minta ampun. Dia mau kejar mimpi-mimpinya, dia nggak akan nyerah," kata Lion dengan pasti. Tidak ada nada keraguan. Tidak boleh.

Mona mau tidak mau jadi tersenyum, ditepuk bahu Sasya. "Kita nggak boleh sedih Sya, bener kata Bang Lion, kalau dia di dalem aja berjuang untuk bertahan, kita yang di sini harus dukung. Jangan mikir yang buruk-buruk."

"Tapi gue takut Na," lirih Sasya. "Lo liat kan kondisi Kiara tadi?" Dia bahkan tadi terduduk lemas melihat kondisi sahabatnya itu. Saat di dorong ke ruangan operasi, kedua tangan itu terpasang infus, satu untuk cairan dan obat-obatan, daan satunya terpasang untuk tranfusi darah.

Mona menggelengkan kepala, dia tidak berani melihat kondisi Kiara saat di dorong ke ruang operasi. Tidak tega, dan takut akan menangis. "Kita harus doain Kiara, Sya. Untuk sekarang, cuma itu yang bisa kita lakuin."

Angga berlutut di hadapan kedua cewek itu. Senyum tipis mengembang, di wajahnya yang teduh. "Bener Sya, kita nggak punya pilihan lain selain nunggu sama doa."

Ponsel Sasya berdering, masih panggilan dari Dimas. Cowok itu tidak henti-hentinya menghubungi sejak tadi. "Dia belum tau Kiara di rumahsakit ini?"

"Gue juga nggak tau, yaudah nanti juga dia ke sini," kata Angga.

❄️❄️❄️

Paper Hearts (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang