BAB 27 - Memperbaiki

23.3K 3.2K 754
                                    

Hola semuanya.. aku balik lagi. Langsung aja deh yaa follow ig @indahmuladiatin

Jangan lupa vote dan komentar sebanyak-banyaknya untuk cerita ini. Tenang aku selalu baca komentar kalian 😂

Happy reading guys! Hope you like this chapter ❤️

❄️❄️❄️

Operasi itu berjalan selama beberapa jam, di tengah operasi, kondisi Kiara kembali memburuk, tekanan darahnya menurun, Kiara mengalami syok. Detak jantungnya melemah karena perdarahan yang tidak berhenti. Kedua orangtua Kiara langsung dipanggil, dokter dengan cepat menjelaskan kondisi Kiara dan kemungkinan terburuk yang mungkin terjadi.

Tante Naila terduduk di depan ruangan operasi. Wajahnya pucat pasi. Tidak berani membayangkan apapun. Matanya terpejam, merapalkan doa yang terbaik untuk putrinya. Kiara masih terlalu muda, ada banyak hal yang belum sempat putrinya lakukan.

"Kenapa Om?" tanya Dimas cemas. "Kia kenapa?"

"Kata dokter, dia mengalami Syok. Jadi kita harus bersiap untuk kemungkinan terburuk."

Dimas terhuyung ke belakang, kemungkinan terburuk apa. Dia tidak mau menerima kemungkinan buruk apapun tentang Kiara. Tolong jangan ambil Kiara juga. Tolong jangan membuatnya menyesal untuk kedua kalinya. Tidak lagi, cukup dengan papa. Jika hukuman dari kesalahan-kesalahannya, belum cukup, tolong beri hukuman lain.

"Tenang Dim, dia pasti selamat." Mona membantu menenangkan.

"Harus," jawab Dimas. Mata hitamnya menatap pintu ruang operasi. Dia akan lakukan apa saja, tolong beri satu kesempatan lagi. Biarkan Kiara selamat.

Lampu penanda bahwa operasi sedang berlangsung telah padam. Seorang dokter keluar dan menghampiri orangtua Kiara. "Pasien harus kembali dirawat di ICU. Kondisinya kembali kritis. Tapi setidaknya, operasinya sudah selesai."

Saat Kiara dibawa keluar ruang operasi, menuju ruangan ICU. Dimas membantu mendorong bed itu bersama tim medis lainnya. Langkahnya dihentikan oleh seorang perawat, karena mereka sudah tiba di ruang ICU. Hingga pintu itu tertutup dan Kiara kembali tidak terlihat.

Dimas tersenyum getir, dia duduk di ruangan tunggu. Kedua telapak tangannya menutup wajah. Menahan emosinya yang berkecamuk. Meredam ketakutan besarnya akan kehilangan. Diacak rambutnya, frustasi.

"Dimas, lo pulang deh."

"Gue nggak tenang," jawab Dimas sambil menatap pintu ruangan ICU. Kepalanya menggeleng, dia tidak bisa pergi. Bagaimana kalau nanti dia tidak punya kesempatan. Bagaimana kalau Kiara pergi meninggalkannya.

"Dimas, lo nggak bisa begini. Pulang Dimas, Tante Alya pasti khawatir," kata Sasya.

Dimas menundukkan kepalanya, mengatur nafasnya, dan mencoba menenangkan diri. Kiara tidak akan kemana-mana. Tidak sekarang, dia sudah bicara pada Kiara, kalau dia akan menunggu. Kiara akan berjuang untuk bangun. Dirinya hanya perlu percaya.

Tubuhnya beranjak dari kursi, dengan terpaksa, dia memang harus pulang. "Gue balik sebentar."

"Iya Dim, yang penting lo makan, terus tidur," ucap Sasya.

"Kabarin gue langsung kalau ada apa-apa," pinta Dimas.

Mona menghela nafas panjang, ditepuk bahu Dimas. Tentu saja, tanpa disuruh, mereka akan mengabari kondisi Kiara. "Tenang aja, kita di sini jagain dia."

"Hem." Dimas berpamitan pada orangtua Kiara dan langsung pergi ke parkiran mobil. Jeepnya sudah dua hari di sana. Sejak kemarin dia tidak ingin pergi karena kondisi Kiara sedang tidak stabil.

Paper Hearts (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang