BAB 10 - Maaf, Maaf, Maaf

25.5K 3.2K 977
                                    

Hola semuanya. Selamat malam menjelang pagi 🤣🤣🤣

Bisa nulis jam-jam segini karena sibuk kerja. Mohon maaf karna nggak bisa up cepet. Langsung aja ya follow ig @indahmuladiatin untuk tau info2 ceritaku.

Jangan lupa vote dan komentar untuk cerita ini. Tenang meski nggak bisa balas satu2 aku baca semua ko komentnya ❤️

Happy reading guys! Semoga feelnya dapet 🙏🏼

❄️❄️❄️

Tidak ada yang tahu kalau saat ini Kiara sedang sibuk dengan pikirannya sendiri. Tangannya mendingin. Memikirkan pertemuan dengan tante Alya dan kak Aya membuat jantungnya berdetak lebih cepat. Rasanya bahagia, tapi juga takut. Takut karena merasa tidak enak, saat itu dirinya pergi tanpa pamit.

Meski hubungannya dengan Dimas sudah selesai, bukan berarti hubungannya dengan tante Alya dan kak Aya berakhir juga bukan. Toh kak Aya sudah seperti teman untuknya. Bodoh sekali, harusnya dia saat itu menyempatkan diri untuk menghubungi mereka. Sayang, saat kesadaran itu datang, semua terlambat. Dimas dan keluarganya sudah hilang. Seperti ditelan bumi, dan entah takdir macam apa ini, saat tidak ada harapan lagi, justru dirinya datang di kota tempat cowok itu tinggal.

Mungkin memang harus begini, lagi-lagi mungkin memang ini karmanya. Harus melihat Dimas lagi, dan cowok itu sudah bukan miliknya. Kalau Julian tahu tentang fakta in, bukan sepupu menyebalkannya itu akan tertawa geli. Ah Julian, dirinya jadi merindukan Melbourne lagi.

"Ada yang lagi lo pikirin?" tanya Revan.

"Hem, cuma kangen Melbourne," balas Kiara seadanya. Matanya menatap jalan, sudah masuk kawasan perumahan, seingatnya dia pernah lewat daerah ini. Tidak butuh waktu lama sampai mereka tiba di rumah besar dengan cat berwarna putih tulang yang megah menyambut mereka.

Dari dalam mobil Revan, bisa dilihat Saga dan Lukas tampak sangat antusias saat turun dari mobil Lukas. Kiara tersenyum tipis, dan memandang rumah itu. Tinggal beberapa langkag lagi, pilihannya hanya dua, memberanikan diri, atau pergi, berlari lagi.

"Ayo," ajak Revan.

Kiara menghela nafas panjang sekali lagi dan langsung membuka pintu. Mengikuti langkah Revan masuk ke dalam rumah. Di depan, Dimas sudah bejalan duluan, bersama dengan Vero di sampingnya. Saga dan Lukas masih berdecak kagum, berkomentar kenapa sejak dulu DImas tidak pernah mengajak main ke rumah.

"Den Dimas," sapa seorang ibu paruh baya dengan ramah.

Dimas tidak membalas sapaan dan langsung masuk. "Lo semua boleh duduk, asal jangan ribut."

"Tenang, gue bukan kucing mau kawin," kata Lukas.

Revan mendengus geli dan menggeser duduknya. "Duduk, lo mau berdiri terus?"

"Hem iya," balas Kiara sambil duduk di samping Revan.

Vero merangkul tangan Dimas, dan bergelayut manja di sana. "Mana ortu kamu?"

Pertanyaan yang paling malas Dimas terima, karena itu dia malas mengundang teman-temannya ke rumah. Malas mengundang pertanyaan. Jika dijawab, akan muncul pertanyaan-pertanyaan lainnya. "Kamu duduk dulu aja, aku mau ganti baju."

"Boleh ikut?" tanya Vero menggoda.

Dimas tersenyum miring dan mendekatkan wajahnya berbisik pelan. Entah apa bisikan itu, tapi Vero hanya tertawa dan mengecup pipi Dimas. Kiara meremas ujung sofa dan mengalihkan pandangannya. menatap kemana saja, asal jangan kesana, ke sumber yang menyakiti hatinya lagi dan lagi.

"Wah Dimas ngajak temen-temen?" suara itu mengalihkan perhatian Kiara.

Kiara berbalik untuk melihat wajah orang itu. Senyum yang masih sama hangatnya. Sorot mata yang lembut. Wajah itu terlihat kaget melihat Kiara ada di rumah ini. Kiara mencoba tersenyum meski tidak bisa menyembunyikan matanya yang sudah berkaca-kaca. Satu tetes airmatanya turun di ujung mata.

Paper Hearts (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang