BAB 7 - Lets Play the Game

25.1K 3K 605
                                    

Holaaa...

Apa kabar semua? Aku balik lagi nih.

Langsung aja yaa.. follow ig aku @indahmuladiatin

Jangan lupa vote dan komentar. Happy reading guys!

❄️❄️❄️

"Menurut lo gimana?" tanya Kiara. Wajah cewek itu terlihat tenang.

Dimas mengangkat kedua alisnya. Kedua tangannya bertautan di atas meja. Sebenarnya hari ini dia hanya iseng ikut. Mana tahu kalau ternyata Kiara juga ikut. Ingin pulang, tapi rasanya pengecut sekali kalau kabur begitu saja.

"Keliatan baik-baik aja," jawab Dimas.

Kiara meletakkan ponselnya. "Kalau gitu gue emang baik."

Mendengar jawaban itu, Dimas hanya tersenyum geli dan mengangguk-anggukan kepala. Tentu jawaban itu bukan hal yang dia inginkan. Setelah beberapa tahun lalu cewek ini pergi begitu saja. Tidak ada kabar, menghilang, dan tiba-tiba kembali. Memporak-porandakan pertahanannya.

Dimas mengeluarkan rokok dan menyalakannya. "Sorry, gue ngerokok bentar."

"Hem."

Untuk meredakan emosinya, Dimas memilih menghindar. Merokok di tempat yang agak jauh. Karena inilah cara teraman agar cewek itu tidak dijadikan pelampiasan kemarahannya saat ini. Atas kekecewaan beberapa tahun yang berusaha dikubur dalam-dalam.

Setelah satu batang rokok habis, barulah Dimas kembali ke tempat Kiara. Duduk di hadapan cewek yang saat ini asik bertopang dagu sambil memainkan ponsel. Angga dan yang lain belum juga kembali, entah pergi kemana. Kalau sampai sengaja akan dia hajar sohibnya itu.

Lekat, diperhatikan Kiara yang belum sadar kalau dirinya sudah kembali. Tangan Kiara tergerak untuk menyelipkan rambut ke belakang telinga, Dimas langsung tertegun. Beberapa detik. Hingga Kiara menoleh ke arahnya dengan kening mengerut.

Anting planet saturnus itu pemberiannya dulu. Dia pikir, Kiara sudah membuangnya jauh-jauh. Atau mungkin dilepas sejak mereka memutuskan untuk mengakhiri semua. Harapan kecil mulai menyeruak, sayang sekali sedikit harapan itu langsung punah. Apa yang diharapkan dari sepasang anting. Bisa saja Kiara memang suka bentuknya, syukurlah kalau memang suka.

"Apa?" tanya Kiara.

Dimas berdeham dan menggelengkan kepala.

Kiara menegakkan duduknya. "Boleh tanya?"

"Silakan," balas Dimas masih sambil melirik anting di telinga Kiara.

"Sejak kapan lo ngerokok?" tanya Kiara.

Dimas mengangkat bahunya. Dia juga lupa semua bermula darimana. Sejak dulu saat dengan Kiara pun dia sudah mengenal rokok, hanya jarang. Dan mulai sering saat mulai pindah ke Bandung saat pertengahan kelas sebelas.

"Sekarang lo tattoan?" tanya Kiara lagi sambil menatap tatto di tangan Dimas.

Tangan Dimas terangkat, "hem."

"Kenapa?" tanya Kiara.

"Kenapa apa nih?" tanya Dimas dengan ekspresi geli. "Tiap orang bisa berubah, gue, lo. Semua berubah."

Kiara hanya bisa diam, sepasang mata itu tajam, dan meski bibir Dimas tersenyum, dia tahu pasti itu bukan senyum sebuat sambutan. Kali ini dia mengerti, mungkin semua memang benar-benar sudah berakhir. Dimasnya sudah pergi, sekarang orang di hadapannya hanya menyandang nama dan wajah yang sama.

"Lo sekarang makin cantik," kata Dimas.

Meski itu pujian, tapi Kiara merasa pandangan itu seperti meremehkan. Sakit sekali. Kalau tidak pintar mengatur emosinya, mungkin dia sudah menangis sekarang.

Paper Hearts (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang