BAB 26 - Senja yang Sendu

24.4K 3.4K 737
                                    

Holaa, selamat malam. Sebelum tidur, kalian bisa baca paper hearts dulu biar mimpi indah 😂

Gimana puasanya? Lancar kan? Selamat puasa untuk yang menjalankan. Inget, jangan kalap kalau buka puasa, nanti kembung. Oh iya sekalian mau umumin, kalau sekarang inplayers udah punya official channel di telegram. Disana akan ada berita terupdate soal cerita-ceritaku. Dan kalian bisa interaksi sama RP di cerita-ceritaku juga loh. Untuk linknya bisa lihat di bio instagram @inplayers yaa 🤗

Langsung aja. Follow ig @indahmuladiatin

Jangan lupa vote dan komentar sebanyak-banyaknya untuk dukung cerita ini.

Happy reading guys!

❄️❄️❄️

Pemakaman Revan berlangsung hari itu juga setelah melalui beberapa perdebatan. Awalnya, karena semua serba mendadak, kedua orangtua Revan ingin putranya dikebumikan esok pagi. Pada akhirnya, setelah melihat situasi dan kondisi, mereka akhirnya setuju Revan segera dikebumikan, karena ingin putra mereka beristirahat dengan tenang.

Dimas mengikuti semua prosesnya sedari awal. Teman-teman kampus banyak yang berdatangan untuk melayat dan menghadiri proses pemakaman. Berita kecelakaan Revan dan Kiara memang sudah menyebar. Tadi dia sempat bertemu dengan Vero. Untungnya cewek itu tahu situasi, dan tidak mencari masalah.

Menjelang sore, hujan mulai turun, tidak terlalu lebat, namun mampu menghantarkan udara dingin yang cukup menusuk. Dimas duduk di teras rumah Revan bersama dengan Saga dan Lukas. Ketiganya sama-sama terdiam, merasa bahwa semua ini masih seperti mimpi. Kemarin, sebelum kecelakaan, Revan masih ada di grup untuk memberikan pengarahan bagi anak-anak MAPALA meski sudah tidak menjadi ketua.

Hari ini, si ketua yang selalu memaklumi kelakuan abstrak anggota-anggotanya itu telah dikebumikan. Setiba-tiba itu. Bagaimana semua tidak kaget.

Punggung Dimas bersandar pada dinding dingin di belakangnya. Menatap jauh ke depan, rintik air hujan yang semakin deras. Senja hari ini terasa benar-benar sendu.

"Gimana kondisi Kiara, Dim?" tanya Lukas, membuka obrolan.

Dimas menggelengkan kepalanya. "Belum ada perkembangan, dia juga belum sadar." Sejak tadi, dia rutin bertanya kondisi Kiara pada tante Naila. Untungnya kondisi Kiara sejauh ini tidak memburuk. Sebenarnya, tidak tenang rasanya pergi dari rumahsakit. Namun, dia pun ingin mengantar kepergian Revan.

"Nggak kebayang responnya dia pas denger Revan udah nggak ada," gumam Saga.

Itulah salah satu yang Dimas pikirkan sejak tadi. Apa yang akan dia jawab saat Kiara bertanya. Ingin jujur, tapi dia pun takut kondisi Kiara memburuk. Berkata bohong pun bukan pilihan yang tepat. Kenapa semua harus terulang. Kenapa dia dan Kiara harus kembali ditempatkan di situasi yang sama.

Dimas memijat keningnya, kepalanya pusing karena kurang istirahat.

"Sabar Dim," ucap Lukas. Tentu saja, apalagi yang bisa dia lakukan sekarang.

Malamnya, setelah mengikuti pengajian di rumah Revan, Dimas pulang ke rumah. Di ruang tamu, bunda dan Azka sudah menunggu. Mereka langsung menghampiri Dimas. "Makan dulu ya, Bunda udah masak."

"Makasih Bunda, Dimas mau tidur aja," ucap Dimas. Dia tersenyum tipis dan tangannya mengusap kepala Azka. "Makasih udah nemenin Bunda."

"Siap Bang," jawab Azka dengan cengiran lucunya.

Dimas menganggukkan kepalanya. Dia hanya ingin tidur sebentar, mengistirahatkan tubuhnya yang terasa pegal luar biasa.

Di kamar dengan lampu padam ini, Dimas berusaha memejamkan mata. Saat sunyi di sekitar, lagi-lagi dirinya merasa tercekat. Hari berat ini nyata, dan dia sudah melewatinya, esok hari dia harus menghadapinya lagi. Dan semoga ada hal baik setelah semuanya.

Paper Hearts (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang